AMSI Gandeng BNI Kolaborasi dalam Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi
Sebanyak 100 jurnalis dari media anggota Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengikuti worskhop daring bertema Literasi Keamanan Digital Perbankan.
“Kami terus mengedukasi nasabah, seperti misalnya jangan pernah menggunakan wifi publik karena potensi phising saat memasukkan OTP (One Time Password) sangat mungkin terjadi. OTP kita bisa tercapture.
Lakukan terus pengkinian data, dan hindari transaksi di web atau e-commerce yang tidak dikenal atau tidak mengimplementasi 3D secure. Jangan pinjamkan kartu kredit kepada orang lain,” tambah Rayendra.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V.M. Tarihoran menyatakan, untuk menguatkan perlindungan keamanan konsumen, belum lama ini OJK telah mengeluarkan peraturan Nomor 6/POJK.07/Tahun 2022 tentang perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan.
Baca juga: Wakili Presiden Jokowi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto akan Buka Puncak IDC AMSI 2021
“Perubahan di era keuangan digital membutuhkan jaminan keamanan siber. Harus ada regulasi yang bisa menjamin keamanan, bukan hanya inovasi saja. Kalau tidak ada jaminan keamanan, bisa menurunkan kepercayaan pasar,” ujar Horas.
Indonesia menurut Horas, dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti literasi keuangan yang masih rendah. Indeks literasi keuangan Indonesia pada tahun 2019 misalnya, baru di angka 38,03 persen.
Indeks literasi ini menunjukkan seberapa tinggi pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap isu-isu penting keuangan.
Selain literasi keuangan, indeks inklusi keuangan Indonesia juga berada di bawah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Indeks inklusi keuangan menggambarkan parameter penggunaan produk dan instrumen jasa keuangan masyarakat dalam satu tahun terakhir.
Masih menurut Horas, untuk menaikkan indeks literasi dan inklusi keuangan, Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti kondisi geografis yang luas dan masih ada 21 provinsi yang literasi masyarakatnya di bawah indeks nasional, tingkat pendidikan dan perekonomian masyarakat yang berbeda cukup tajam, akses internet yang belum merata.
“OJK punya keterbatasan, jadi harus bekerjasama dengan pelaku jasa keuangan dan juga media terutama untuk terus melakukan edukasi dan literasi,” papar Horas.
Sementara itu, Guru Besar Komputer Sains Universitas Sampoerna, Prof. Teddy Mantoro, memberi pembekalan kepada para jurnalis seputar tren-tren kejahatan siber yang terjadi di berbagai negara dan perlunya antisipasi bagi regulator, dunia industri jasa keuangan, maupun masyarakat.
Baca juga: AMSI Kaltim Terima Bantuan Suplemen Pyridam Farma
Menurut Teddy, secara teknikal, serangan siber bisa dibagi menjadi dua. Pertama serangan siber yang membutuhkan klik dari korban, dan kedua serangan zero klik.
Tipe serangan siber kedua dikenal dengan nama ZeroDay Malware, yakni serangan siber paling berbahaya dan susah dideteksi karena tidak membutuhkan klik apapun dari korban atau orang yang ditarget pelaku.
“Malware siber ini paling dahsyat karena pelaku bisa menginstal malware, hanya dengan pelaku mengetahui nomor handphone kita. Dulu dikenal Pegasus, sekarang dikenal dengan nama Zeus,” papar Teddy.
Teddy berpesan, agar aman dari peretasan data pribadi, perlu langkah antisipasi seperti menjauhi gawai saat sedang emosi, memakai password yang kuat dan berbeda untuk setiap aplikasi dan gawai, mengaktifkan pengaturan keamanan pribadi, memakai jaringan internet sendiri dan jika memungkinkan memakai jaringan terenkripsi atau yang dikenal VPN.