Berita Internasional Terkini
Ukraina Buat Stok Senjata Uni Eropa Menipis, Rusia Justru Bakal Dapat Roket dari Korea Utara
Bantuan untuk Ukraina membuat senjata negara-negara Uni Eropa semakin menipis, kini justru Rusia yang bakal dapat kiriman dari Korea Utara.
TRIBUNKALTIM.CO - Gara-gara terus memberikan bantuan persenjataan kepada Ukraina untuk melawan Rusia, negara-negara Uni Eropa (UE) dikabarkan hampir kehabisan senjata, sementara Vladimir Putin dikabarkan bakal mendatangkan roket dari Korea Utara.
Di tengah perang yang masih berkecamuk di Ukraina, Rusia bakal mendatangkan sejumlah senjata canggih dari Korea Utara, salah satunya roket jarak pendek.
Kondisi kedekatan Rusia dengan Korea Utara itu membuat Amerika Serikat merespon, akankah ada tambahan bantuan senjata untuk Ukraina?
Ya, perang semakin panas yang melibatkan banyak negara, namun Rusia diprediksi tetap bisa memegang kendali perang atas Ukraina, walaupun digempur kecaman dan sanksi dari banyak negara.
Terkait dengan senjata canggih dari Korea Utara untuk Rusia, hal tersebut diungkapkan oleh intelijen Amerika Serikat.

Dikutip dari The New York Times, laporan terkait hal tersebut memberikan sedikit detail apa saja yang Rusia beli dari Korea Utara.
Di luar roket jarak pendek dan peluru artileri, Rusia diperkirakan akan mencoba membeli peralatan tambahan dari Korea Utara di masa depan.
Langkah Rusia untuk membeli persenjataan dari Korea Utara menunjukkan bahwa “militer Rusia terus menderita kekurangan pasokan yang parah di Ukraina, sebagian karena kontrol dan sanksi ekspor,” kata seorang pejabat AS.
Baca juga: Belum Usai Serangan di Ukraina, Rusia Kembali Meluncurkan Invasi di Eropa Timur yang Mengerikan
Baca juga: Di Tengah Kecaman dan Sanksi Akibat Perang di Ukraina, Rusia Justru Dipuji Presiden Turki Erdogan
Rusia telah memperdalam hubungan dengan negara-negara termasuk Korea Utara dan Iran sejak invasinya ke Ukraina.
Dikutip dari Al Jazeera, hubungan tersebut mengundang kecaman dan sanksi internasional yang membuat Rusia semakin sulit untuk menjaga pasokan senjata dan peralatan militernya.
AS sebelumnya mengatakan bahwa Moskow telah membeli drone dari Iran, yang tidak ikut mengecam Rusia, malah menyalahkan ekspansi NATO di Eropa Timur sebagai akar penyebab konflik.
Pada bulan Juli, Ukraina memutuskan hubungan dengan Korea Utara setelah diketahui bahwa Pyongyang telah bergabung dengan Rusia dan Suriah untuk mengakui kemerdekaan dua republik yang memproklamirkan diri di Ukraina timur.
Akibat sanksi yang diterima Rusia dari Barat, membuat Presiden Vladimir Putin justru memilih menjalin kerjasama dengan negara-negara Timur.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan, di tengah putusnya dengan negara Barat, Rusia masih berhasil menjaga stabilitas makroekonomi.
Baca juga: Klaim Terbaru Zelensky, Pasukan Ukraina Rebut 3 Wilayah yang Dicaplok Tentara Rusia
Negara beruang merah itu pun mulai intens menjalin kerjasama dengan negara Timur, seperti China, India, Iran, dan Korea Utara.
"Ketika pembatasan diperkenalkan secara artifisial di Barat, hubungan perdagangan dan ekonomi [Rusia] dapat dimengerti mulai lebih fokus pada Timur," kata Peskov, yang berbicara pada peluncuran Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Senin (5/9/2022).
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Peskov mengatakan "sangat tidak adil untuk mengatakan bahwa kita telah beralih ke Timur sekarang. Komponen penting untuk perdagangan dan hubungan ekonomi, dialog energi, dan bidang lainnya."
Peskov juga memperingatkan dunia akan mengalami turbulensi besar sebagai akibat dari tindakan tidak logis oleh negara-negara Barat.
Rusia memutuskan pasokan energi yang selama ini sangat dibutuhkan oleh negara-negara Uni Eropa.
Akibatnya harga-harga di daratan Eropa melambung dan kebutuhan energi terancam tidak terpenuhi membuat negara-negara tersebut mulai sekarat.
Baca juga: Klaim Terbaru Zelensky, Pasukan Ukraina Rebut 3 Wilayah yang Dicaplok Tentara Rusia
Buktinya saat ini Eropa telah mengalami krisis yang luar biasa, terjadi inflasi dan terancam kedinginan saat musim dingin beberapa bulan ke depan.
"Kemungkinan besar, badai global besar akan dimulai," jelas Peskov memperingatkan dalam sebuah wawancara dengan TASS.
Sementara itu, Diplomat top Eropa memperingatkan negara-negara anggota Uni Eropa (UE) terkait stok senjata yang kian menipis.
Pasalnya, anggota Uni Eropa terus mengirimkan senjata dan amunisinya ke Ukraina yang tengah berperang melawan invasi Rusia.
Menyusul hal ini, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell mendesak negara-negara anggota untuk lebih mengoordinasikan pengeluaran militernya.
Hal ini diungkapkan Borrel dalam forum debat dengan anggota Parlemen Eropa, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Di Tengah Peperangan Rusia dan Ukraina yang Memanas, AS Ajak Pertemuan dengan Afrika Selatan
"Stok militer sebagian besar negara anggota (UE), saya tidak akan mengatakan habis, tetapi terkuras dalam proporsi yang tinggi, karena kita menyediakan banyak kapasitas untuk Ukraina," kata Borrel, dikutip dari The Guardian.
"Ini harus diisi ulang. Cara terbaik untuk mengisi ulang adalah melakukannya bersama-sama. Ini akan lebih murah," imbuhnya.
Jika negara UE terus memperluas kemampuan militernya dengan cara yang sama, maka akan terjadi pemborosan besar, jelas Borrel.
Borrel mengakui Uni Eropa seharusnya mulai melatih angkatan bersenjata Ukraina sejak setahun yang lalu.
Tepatnya, beberapa bulan sebelum tetangganya, yakni Rusia, melancarkan invasi.
Sebenarnya, beberapa negara anggota telah mengusulkan operasi semacam ini.
Baca juga: Serangan Balasan Ukraina Terhadap Pasukan Rusia, Putin dan Zelenskyy Saling Klaim Kemenangan
Seandainya UE merespons pada saat itu, kata Borrel, menurutnya blok ini akan berada dalam situasi yang lebih baik sekarang.
"Sayangnya kami tidak melakukannya, dan hari ini kami menyesal."
"Kami menyesal bahwa Agustus lalu kami tidak mengikuti permintaan ini, memenuhi permintaan ini," ujarnya.
Dalam pertemuan di Republik Ceko pekan lalu, para menteri pertahanan UE mendebatkan cara untuk mengumpulkan bahan dan sumber daya militer yang lebih baik serta membeli amunisi dan senjata dalam jumlah besar seperti sistem pertahanan udara yang terus dibutuhkan Ukraina.
Bantuan Tambahan Uni Eropa
Ukraina dan UE menandatangani kesepakatan bantuan baru senilai €500 juta.
Baca juga: Perang dengan Rusia Belum Berakhir, Kini Ukraina di Ambang Perpecahan, Konflik dengan Militer
Ini ditujukan untuk mendukung pembangunan perumahan, pendidikan, dan pertanian.
Komisi Eropa mengumumkan paket tersebut dalam pertemuan di Brussel bersama Perdana Menteri Ukraina, Denys Shmyhal.
Selain paket bantuan terbaru, Ukraina juga akan dapat mengajukan permohonan ke dana ekonomi digital UE untuk mengembangkan pelatihan dan industri teknologi tinggi.
Pertemuan pada Senin (5/9/2022) ini di Brussel merupakan kali pertama sejak Ukraina diterima sebagai kandidat resmi untuk bergabung dengan UE. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Rusia Disebut Bakal Beli Roket dan Peluru Artileri dari Korea Utara