Berita Kutim Terkini
Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Pemkab Kutim Selesaikan Masalah Warga
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Fraksi Rakyat Kutim (FRK), kelompok Cipayung, Forum TK2D, dan Perkumpulan Komunikasi Saudagar
Penulis: Syifaul Mirfaqo | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA- Memperingati HUT ke-23 Kabupaten Kutai Timur, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Fraksi Rakyat Kutim (FRK), kelompok Cipayung, Forum TK2D, dan Perkumpulan Komunikasi Saudagar, menggelar mimbar bebas bertajuk "Kutim Bermasalah" di Taman Bersemi (eks STQ) pada hari Minggu (16/10/2022), sore.
Dikatakan Direktur FRK, Owel, kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai upaya menuntut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) agar melakukan evaluasi ekstensif tugas dan fungsi birokrasi.
Karena menurutnya, Pemkab Kutim perlu mengaktifkan kembali kebijaksanaannya terhadap masalah warga di tingkat tapak, yang telah malfungsi akibat pertikaian kepentingan.
Dijelaskan Owel, berdasarkan survei Penilaian Integritas Komisi Pemberantasan Korupsi (SPI KPK) Tahun 2021, dari total 503 kabupaten dan kota, Kutai Timur termasuk ke dalam 100 daerah, yang memiliki pengalaman adanya konflik kepentingan dengan persentase sebesar 50 persen.
Baca juga: Yellow Day Jalan Sehat di Sangatta Kutim, Golkar Bagi-bagi Doorprize Rumah dan Mobil
Baca juga: 14 RT di Sangatta Kutim Raih Motor Pengangkut Sampah untuk Kebersihan Lingkungan
Baca juga: Tirah Satriani Bulang Pimpin GOW Kutim Periode 2021-2026, Ingin Sinergi
Kemudian penilaian lainnya yakni mengenai pengalaman melihat atau mendengar keberadaan nepotisme dalam promosi, atau mutasi pegawai 36,8 persen.
Pengalaman adanya praktik pungli terjadi di KLPD 33,3 persen, dan Kualitas transparansi layanan publik sebesar 41,7 persen.
"Hasil survei SPI KPK tahun lalu seharusnya menjadi alarm bagi Bupati dan Wakil Bupati, untuk menyudahi conflict of interest. Karena rakyat akan menjadi korban atas ketidakbijaksanaan, yang ditimbulkan," ujarnya.
Lebih jauh Direktur FRK itu menjelaskan, sepatutnya kepala daerah kembali 'bercermin' dengan sumpah janjinya saat dilantik sebagai pemimpin di atas 400 ribu lebih penduduk Kutai Timur.
Sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun, bahwa akan menjadi Bupati dan Wakil Bupati sebaik-baiknya serta seadil-adilnya, hingga berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.
Meski begitu, sambungnya, hingga detik ini banyak masalah warga yang tidak kunjung diselesaikan oleh kepala daerah. Terutama soal pemulihan hak korban banjir Sangatta, ketidakpastian nasib dan gaji Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D), absennya pemerintah pada konflik tenurial masyarakat adat hingga sengkarutnya tata kelola pembangunan.
Pada kesempatang yang sama, Ketua Forum TK2D Kutim, Mursalim, mengungkapkan masalah kesejahteraan tenaga kontrak di Pemkab Kutim perlu mendapatkan tindak lanjut lebih jauh dari kepala daerah.
Sebab, sejak tidak menerima gaji selama tiga bulan terakhir kondisi keuangan para TK2D terlebih yang sudah berkeluarga, atau tidak lagi mempunyai sumber penghidupan lain semakin mengkhawatirkan.
"Mulai banyak yang krisis keuangan bahkan terakhir, kemarin, saya didatangi dari Kecamatan Muara Wahau itu jumlahnya ada 40 orang termasuk TK2D. Mereka mengatakan sampai sudah terjual cincin kawin, yang tersisa di jari," ungkapnya.
Ketidakpastian kebijakan Pemkab Kutim, lanjutnya, mengenai keganjilan jumlah data dan nasib TK2D juga sudah dilaporkan pihaknya ke Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur beberapa bulan, yang lalu.
Terpisah, Ketua Perkumpulan Komunikasi Saudagar Kutim, H Suki, berharap Pemkab Kutim dapat mengatur tata kelola toko-toko modern yang semakin banyak keberadaannya di berbagai wilayah.