Memilih Damai
Potensi Capres dari Luar Jawa Tak Kalah di Pilpres 2024, Dekan FISIP Unmul: Yang Susah Kesempatan
Dekan FISIP Universitas Mulawarman, Muhammad Noor mengulas Capres Non-jawa juga mengapa Sosmed menjadi alat, dalam segi sosial dan politik Capres.
Penulis: Ary Nindita Intan R S | Editor: Ikbal Nurkarim
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Potensi calon presiden atau Capres dari luar pulau Jawa tak kalah di Pilpres 2024, Dekan FISIP Unmul sebut yang susah kesempatan.
Isu Capres dari Jawa dan Luar Jawa sudah menjadi perdebatan di tangah masyarakat seiring bakal digelar Pemilu 2024 mendatang.
Terlepas dari itu, keberadaan Sosial Media (Sosmed) sebagai ajang kampanye di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mulai dibatasi rambu-rambu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pengaruh Sosmed tak bisa dipandang sebelah mata dan bisa berfungsi ganda.
Baca juga: Capres dengan Elektabilitas Tertinggi: Prabowo, Anies Ganjar, Dipilih bukan karena Agama atau Suku
Pasalnya Sosmed bisa dijadikan alat promosi maupun menjatuhkan dalam kampanye calon-calon presiden di Pilreps 2024.
Hal ini juga menjadi sorotan dalam Tribun Network Talkshow Series: Memilih, Damai dengan tema Membaca Suara dari Daerah: Kalimantan, pada 5 Desember 2022.
Sejumlah narasumber dihadirkan, di antaranya Rektor Universitas Balikpapan, Isradi Zainal; Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman Samarinda, Muhammad Noor; Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu; dan Aktivis Pengamat Pemilu dan Demokrasi Indonesia sekaligus Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini.
Dekan FISIP Universitas Mulawarman, Muhammad Noor mengulas mengapa Sosmed menjadi alat, dalam segi sosial dan politik dari para Calon presiden.
"Karena begitu efektifnya Sosmed, menjadi sebuah aplikasi untuk kepentingan mereka. Tetapi isinya bukan hal yang penting, artinya ini menjadi gimmick politik," ujar Nur.
Baca juga: Pemilih Millenial Butuh Capres yang Paham Atasi Tantangan Krisis Ekonomi Digital: Jangan Cuma Jargon
Beredarnya argumen, mengenai orang yang berkualitas berada di luar Jawa, tapi bahkan orang yang berada di Pulau Jawa tidak melihat.
Dari sisi yuridis, kata Noor, bahwa sesungguhnya jika dilihat dari segi Undang-Undang Dasar (UUD) berikut semua turunan ke bawahnya, tidak ada yang salah dan keliru soal siapa yang berhak jadi calon Presiden.
Karena jelas dicantumkan, bahwa yang berhak menjadi Presiden, adalah orang Indonesia asli, yang dilahirkan dari keturunan orang Indonesia asli.
"Artinya bahwa sebenarnya dari segi yuridis formal, itu clear, tidak ada masalah,” katanya.
Namun jika ditinjau, jika dinilai dari segi realistis, dilihat dari suara elektoral, Ia menilai ada hitung-hitungan terkait sosok calon presiden ini.
Nur memaparkan, dari sisi elektoral, bahwa Pemilih di Jawa saja sudah 40 persen.