Wawancara Eksklusif

Cerita di Balik Pembangunan Terowongan Pertama Samarinda, Walikota Andi Harun Menghemat Rp 20 Miliar

Selain banjir, Kota Samarinda juga menghadapi persoalan akses jalan. Untuk persoalan ini, Andi Harun pun sudah merencanakan pembangunan terowongan.

Penulis: Muhammad Riduan | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNKALTIM/WAHYU TRIONO
Walikota Samarinda Andi Harun (kiri) dalam Wawancara Eksklusif Tribun Kaltim VIP Room, Jumat (20/1/2023). 

Kalau Tepian Mahakam itu ratusan miliar dari ujung ke ujung, tapi kita harus memulai, karena kita tak mungkin menunggu uang ngumpul baru kerja. Ini butuh strategi di tengah keadaan anggaran yang terbatas.

Ya, Alhamdulillah untuk penanggulangan banjir, opini masyarakat tidak hanya masyarakat Samarinda tapi dari luar Samarinda, juga telah membuat opini bahwa cukup efektif dan berhasil mengurangi banjir.

Selain penanggulangan banjir, baru-baru ini juga Pak Andi ada peletakan batu pertama untuk membuat terowongan. Mengapa terowongan?

Semangatnya sama, saat ada problem, kita harus temukan solusi. Sangat berisiko sebuah kawasan jika hanya punya satu alternatif jalan, jikat terjadi crowded di jalan itu maka akses mengalami kebuntuan, macet panjang aktivitas ekonomi akan berhenti total.

Itulah yang terjadi di jalan Otista, semua jalur dari arah Sambutan, dari arah tol yang melintasi jembatan Achmad Amins akan melintasi kawasan Otista satu satunya (akses). Ini berlangsung sudah puluhan tahun tudak mungkin saya lanjutkan keadaan yang begitu berbahaya ini, saya harus mencari solusi.

Seperti kemarin ada peristiwa satu trailer yang melintang di sekitar Gunung Manggah. Itu 16 jam menimbulkan masalah.

Ini satu bukti betapa berisikonya sebuah kawasan yang begitu luas dan terakses menjadi koridor penghubung antarkabupaten hanya punya satu jalan alternatif.

Saya tidak mungkin membiarkan ini berlanjut di saat kita memiliki kesempatan mengubah keadaan ini. Lalu seperti biasa saya tinjau ke lapangan, saya telusuri, alternatif apa yang kemudian bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah ini.

Munculah ide, alternatif utama membuat jalan layang. Kita bisa tetapi ada tantangannya, pertama pembebasan lahan kiri kanan di kawasan Otista, karena badan jalan di Otista sudah terlalu kecil, lebarnya itu tidak ideal, sementara nilai tanah di kawasan itu sangat mahal.

Setelah kita hitung-hitung termasuk biaya kontruksinya diperlukan tidak kurang dari Rp800 miliar untuk membuat jalan layang dari Gunung Manggah keluar di sekitar jalan samping jembatan S itu, nanti keluarnya ke arah Tempekong itu, jadi keluarnya ke Yos Sodarso.

Lalu alternatif kedua, adalah terowongan. Coba kita kaji berapa biayanya. Secara sepintas kurang lebih (sama) biayanya (dengan jalan layang).

Tapi coba kita lihat kawasan itu (terowongan) tidak perlu pembebasan lahan secara umum, kecuali yang berada di jalan masuk dan keluar terowongan karena masuk wilayah permukinan. Ya tidak begitu banyak tidak sampai 5 persen dari total biaya.

Ternyata hanya membutuhkan kurang lebih Rp400 miliar setengahnya (membuat jalan layang). Akhirnya naiklah Rp420 miliar, pemenang tender lelang (terowongan) kurang lebih Rp396 miliar, jadi kita bisa menghemat Rp20 miliar lagi dari lelang.

Terowongan ini dengan panjang 600 meter. Di satu sisi kita bisa menghemat, satu sisinya lagi ini jadi alternatif solusi dari jalan otista. Lalu ketiga jadi kebanggaan bagi masyarakat Samarinda, karena ini satu-satunya pertama kali di Indonesia pemerintah daerah membangun terowongan.

Selama ini kementerian yang membangun, di daerah DKI seperti underpaas. Kalau (terowongan) kita ini, dalam ilmu tekhnik sipil namanya adalah mountain tunnel, menorobos gunung tanpa merusak gunung atasnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved