Mata Lokal Memilih

Hakim yang Putuskan Tunda Pemilu 2024 Layak Dipecat, Jimly Asshiddiqie: Tidak Mengerti Hukum Pemilu

Hakim PN Jakarta Pusat putuskan tunda Pemilu 2024, Jimly Asshiddiqie sebut layak dipecat karena tidak paham hukum Pemilu dan tidak profesional.

Kolase Tribunnews/Tangkap Layar YouTube/Helmy Yahya Bicara
T Oyong (kiri) dan Jimly Asshiddiqie (kanan). T Oyong, Ketua Majelis Hakim PN Jakpus yang menangkan gugatan Partai Prima dan perintahkan penundaan Pemilu 2024. Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim yang memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pemilu layak dipecat. 

TRIBUNKALTIM.CO - Hakim PN Jakarta Pusat putuskan tunda Pemilu 2024, Jimly Asshiddiqie sebut layak dipecat karena tidak paham hukum Pemilu dan tidak profesional.

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu 2024 menuai sorotan dan kritikan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga akan melakukan banding atas putusan tersebut.

Bahkan Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim yang memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pemilu layak dipecat.

Sebab hakim tersebut ia sebut tidak profesional dan tidak mengerti hukum Pemilu.

Baca juga: Profil Tengku Oyong Ketua Majelis Hakim Perintahkan Penundaan Pemilu 2024, Pernah Diperiksa Bawas MA

Hal tersebut dikatakan Jimly dalam keterangannya yang diterima awak media, Kamis (2/3/2023).

“Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu, serta tidak mampu membedakan urusan private, perdata, dengan urusan urusan publik,” katanya.

T Oyong, Ketua Majelis Hakim PN Jakpus yang menangkan gugatan Partai Prima dan perintahkan penundaan Pemilu 2024.
T Oyong, Ketua Majelis Hakim PN Jakpus yang menangkan gugatan Partai Prima dan perintahkan penundaan Pemilu 2024. (Kolase Tribunnews)

Lebih lanjut ia menjelaskan, pengadilan perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata saja.

Pun sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang tegas merupakan kewenangan konstitusional KPU.

“Kalau ada sengketa tentang proses maka yang berwenang adalah Bawaslu dan PTUN, bukan pengadilan perdata,” tuturnya.

“Kalau ada sengketa tentang hasil pemilu maka yang berwenang adalah MK. Sebaiknya putusan PN ini diajukan banding dan bila perlu sampai kasasi. Kita tunggu sampai inkracht,” lanjut dia.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru saja menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.

Baca juga: Profil Tengku Oyong Ketua Majelis Hakim Perintahkan Penundaan Pemilu 2024, Pernah Diperiksa Bawas MA

Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved