Tahun Baru Islam

Kapan Malam 1 Suro 2023? Selalu Dikaitkan dengan Hal Mistis, Ini Bedanya dengan 1 Muharram

Kapan malam 1 suro 2023? Terjawab alasan mengapa 1 Suro selalu dikaitkan dengan hal mistis, ini bedanya dengan 1 Muharram.

Editor: Diah Anggraeni
TribunKaltim.co
Kapan malam 1 suro 2023? Terjawab alasan mengapa 1 Suro selalu dikaitkan dengan hal mistis, ini bedanya dengan 1 Muharram. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kapan malam 1 suro 2023? Terjawab alasan mengapa 1 Suro selalu dikaitkan dengan hal mistis, ini bedanya dengan 1 Muharram.

Masih banyak yang menganggap bahwa malam 1 suro bertepatan dengan 1 Muharram.

Padahal, hal itu salah, keduanya tidak jatuh pada waktu yang sama.

Lantas, kapan malam 1 Suro 2023 tiba?

Untuk malam 1 Suro pada tahun 2023 ini akan tiba seiring tenggelamnya Matahari di ufuk pada hari terakhir bulan Dzulhijjah 1444 Hijriah.

Adapun momentum malam 1 Suro 2023 tersebut akan tiba pada Selasa (18/7/2023) petang hingga Kamis (19/7/2023) dini harin.

Baca juga: 38 Ucapan 1 Muharram 1445 Singkat Tema Islami, Cocok Dibagikan saat Tahun Baru Islam 2023

Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram

Banyak yang menganggap bahwa malam 1 suro bertepatan dengan 1 Muharram.

Namun faktanya, keduanya tidak jatuh pada waktu yang sama.

Malam 1 Suro dan 1 Muharram ditentukan berdasarkan dua kalender yang berbeda.

Tanggal 1 Suro berselisih sehari lebih lambat dengan jatuhnya 1 Muharram.

Pasalnya, 1 Suro biasanya diperingati pada malam setelah magrib.

Hal ini karena pergantian hari pada penanggalan Jawa dimulai saat matahari terbenam, bukan pada tengah malam.

Sejarah Malam 1 Suro

Dalam pandangan sebagian masyarakat Jawa, dikutip dari TribunJogja.com, malam 1 Suro dianggap punya makna mistis dibandingkan hari-hari biasa.

Pada malam 1 suro, para penganut Kejawen atau kepercayaan tradisional masyarakat Jawa akan menyucikan dirinya berikut benda-benda yang diyakini sebagai pusaka.

Ihwal ini tak terlepas soal penanggalan Jawa dan kalender Hijriah yang memiliki korelasi dekat.

Khususnya sejak zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).

Penanggalan Hijriah memang diawali bulan Muharram.

Oleh Sultan Agung kemudian dinamai bulan Suro.

Kala itu, Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka yang merupakan kalender perpaduan Jawa asli dengan Hindu.

Sultan terbesar Mataram tersebut lantas memadupadankan kalender Saka dengan penanggalan Hijriah.

Hal ini memang sangat unik mengingat kalender Saka berbasis sistem lunar atau Matahari sementara Hijriah pergerakan bulan.

Penanggalan Hijriah yang diawali bulan Muharram, kemudian oleh Sultan Agung dinamai bulan Suro.
Penanggalan Hijriah yang diawali bulan Muharram, kemudian oleh Sultan Agung dinamai bulan Suro. (Tribunnews)

Kalender Hijriah banyak dipakai oleh masyarakat pesisir yang pengaruh Islamnya kuat, kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman.

Rupanya Sultan Agung ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang pada waktu itu agak terpecah antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

Dalam kepecayaan Kejawen, bulan Suro memang dianggap istimewa.

Muhammad Sholikhin dalam buku Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa menjelaskan, penganut Kejawen percaya bulan tersebut merupakan bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa.

Aji Saka kemudian membebaskan rakyat Jawa dari cengkeraman mahluk gaib raksasa.

Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa Kepercayaan tersebut ternyata terus turun menurun hingga saat ini. Bahkan sebagian kalangan menganggap bulan Suro, terutama malam 1 Suro punya nilai mistis tersendiri atau cenderung dianggap angker.

Baca juga: 25 Link Twibbon Tahun Baru Islam 2023/1445 H dan Cara Membuatnya

Kerap Dikaitkan dengan Hal Mistis, Mengapa? 

Ritual Topo Bisu Mubeng Benteng di kompleks Keraton Yogyakarta. Banyak masyarakat yang melekatkan malam 1 Suro sebagai malam yang sakral dan mistis.
Ritual Topo Bisu Mubeng Benteng di kompleks Keraton Yogyakarta. Banyak masyarakat yang melekatkan malam 1 Suro sebagai malam yang sakral dan mistis. (Tribun Jogja)

Sebagian masyarakat melekatkan malam 1 Suro sebagai malam yang sakral atau keramat.

Anggapan kesakralan malam 1 Suro itu bisa terlihat dalam representasi beberapa film.

Ya, beberapa film seringkali memperlihatkan betapa mistisnya malam tersebut.

Tidak hanya itu, juga tersebar mitos-mitos di beberapa kalangan masyarakat.

Utamanya seputar pantangan melakukan aktivitas tertentu pada bulan Suro karena dianggap pamali.

Misalnya, sebagian orang Jawa mempercayai bahwa pantang untuk mengadakan pernikahan atau membangun rumah pantang pada malam 1 Suro.

Faktor lainnya yag menyebabkan anggapan malam 1 Suro adalah malam yang sakral adalah tradisi sejak dulu.

Faktor terpentingnya adalah budaya Kraton menganggap 1 Suro adalah budaya yang sakral.

Pada malam itu, di Keraton Yogyakarta, ada ritual Topo Bisu Mubeng Beteng.

Itu merupakan tradisi tahunan yang dilakukan dengan mengelilingi area di sekitar Keraton Yogyakarta tanpa berbicara sepatah katapun.

Hal-hal seperti itu terus diwariskan, dilanjutkan dari generasi ke generasi.

Biasanya, pada malam tersebut mereka mendekatkan diri kepada Tuhan dengan membersihkan diri melawan segala godaan hawa nafsu.

Baca juga: 10 Puisi Selamat Tahun Baru Islam 2023 atau 1 Muharram 1445 H yang Menyentuh Hati

Mengutip dari TribunJogja.com, Sultan Agung juga mencanangkan pada malam permulaan tahun baru itu untuk prihatin, tidak berbuat sesuka hati dan tidak boleh berpesta.

Masyarakat harus menyepi, tapa, dan memohon kepada Tuhan.

Pada malam itu, untuk menghormati leluhur dan bentuk evaluasi, pusaka-pusaka dicuci, dibersihkan, seiring dengan kehidupan spiritual yang disucikan kembali.

Dari sinilah, banyak membuat orang Jawa meyakini bahwa malam 1 Suro itu menjadi malam yang sakral.

Ada juga pertemuan antara dunia manusia dengan dunia gaib, karena pusaka-pusaka dicuci, didoakan, diselamatkan kembali.

Tak heran, malam tersebut akhirnya ditakuti orang-orang.

Bagi sebagian orang, ketakutan itu adalah berupa sanksi-sanksi gaib jika tidak berbuat kebaikan.

Sementara, bagi sebagian lain justru kehadiran dunia gaib inilah yang ditakuti.

Kepercayaan sepertitu yang kerap diangkat ke layar lebar dengan menghadirkan kisah-kisah menyeramkan.

Tradisi-tradisi itu pun terus berlanjut, dan kesakralan Malam 1 Suro terus diproduksi melalui mitos-mitos, tuturan cerita mulut ke mulut, bahkan tak jarang layar kaca juga menyuburkannya.

Baca juga: 15 Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 H Bahasa Inggris, Singkat dan Mengharukan

Tradisi Malam 1 Suro

Tradisi malam 1 Suro masih dipegang teguh oleh masyarakat Jawa yang dipandang sebagai momen untuk mawas diri atas apa yang telah dilakukan selama satu tahun terakhir.

Berikut ini beberapa tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat ketika malam 1 Suro, dikutip dari tribunnewswiki.com

1. Tapa Bisu

Tapa bisu merupakan ritual mengunci mulut dan tidak mengeluarkan kata-kata apapun.

Tapa Bisu kerap dijumpai di wilayah Yogyakarta dan Solo ini dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri, instropeksi atas apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun kebelakang.

Dalam melaksanakan Tapa Bisu, para abdi dalem keraton dan masyarakat yang melakukan tapa bisu akan berjalan mengelilingi benteng keraton.

2. Kungkum

Kungkum atau berendam merupakan ritual yang dilakukan pada malam 1 suro dengan cara + berendam di sungai besar, atau sumber air tertentu.

3. Ruwatan

Ruwatan bertujuan untuk menyucikan manusia dari dosa dan kesalahan yang telah dilakukan serta menghilangkan kesialan-kesialan dalam hidup orang tersbut.

Kirab Kebo Bule Kyai Slamet yang merupakan tradisi dari Keraton Kasunanan Surakarta.
Kirab Kebo Bule Kyai Slamet yang merupakan tradisi dari Keraton Kasunanan Surakarta. (Tribun Jateng)

4. Kirab Kebo Bule

Kirab Kebo Bule merupakan tradisi dari Keraton Kasunanan Surakarta.

Kebo Bule Kyai Slamet yang merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II yang termasuk sebagai pusaka penting Keraton Solo akan diarak di jalanan.

Kirab Kebo Bule biasanya dimulai ketika tengah malam.

5. Ngumbah Keris

Ngumbah Keris atau memandikan keris dalam masyarakat Jawa merupakan kegiatan spiritual yang dianggap sacral dan hanya kan dilakukan di waktu-waktu tertentu seperti pada malam 1 Suro.

6. Lek-lekan (Begadang)

Lek-lekan atau begadang masih kerap dijumpai di masyarakat di desa pada malam 1 suro.

Pada malam 1 Suro masyarakat tidak akan tidr semalam suntuk.

7. Tirakatan

Tirakatan memiliki makna untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved