Berita Nasional Terkini
7 Fakta Antraks di Gunungkidul, Diduga Berawal dari Tradisi Brandu, Sembelih dan Makan Bangkai Sapi
Penularan antraks dari sapi ke manusia diduga disebabkan berawal dari tradisi Brandu warga di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
TRIBUNKALTIM.CO - Penularan antraks dari sapi ke manusia diduga disebabkan berawal dari tradisi Brandu warga di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Penularan antraks ini menjadi perhatian banyak pihak, sejauh ini telah terdapat tiga warga meninggal dunia dan 87 orang dinyatakan positif tertular.
Dugaan awal penularan antraks berawal dari tradisi Brandu diungkapkan Kementerian Pertanian, melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH).
Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) (Ditjen PKH) Kementan Nuryani Zainuddin mengungkapkan "Ini (tradisi Brandu) adalah yang paling meningkatkan faktor risiko terjadinya kasus ini," ujarnya dalam konferensi pers secara daring di akun YouTube Kementerian Kesehatan, Kamis (6/7/2023).
Berikut sejumlah fakta mengenai tradisi Brandu yang diduga jadi penyebab penularan antraks di Gunungkidul:
1. Membagi-bagikan Daging Sapi
Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) (Ditjen PKH) Kementan Nuryani Zainuddin menjelaskan, tradisi Brandu atau porak merupakan tradisi masyarakat Gunungkidul yang membagikan dan mengonsumsi daging hewan ternak yang sudah mati atau kelihatan sakit.
"Mereka menyembelih (sapi) dan membagi-bagikan (daging) ke tetangga," ujarnya.
Baca juga: Apakah Antraks Menular Antar Manusia? Kenali Spora yang Bisa Hidup 50 Tahun di Dalam Tanah
2. Tradisi Brandu menjadi kendala penanganan antraks
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Perternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Retno Widyastuti membenarkan tradisi Brandu menjadi kendala penanganan antraks di daerahnya.
”Itu (tradisi Brandu) adalah salah satu yang membikin kita enggak berhenti-henti ada antraks,” katanya, dikutip dari Kompas.id, Rabu (5/7/2023).
Retno mengatakan, masyarakat Gunungkidul telah mengenal tradisi Brandu sejak lama.
Baca juga: Apa Itu Antraks? Efek dan Ciri-ciri jika Manusia Tertular, Spora Antraks Bertahan 60 Tahun di Tanah
Menurutnya, tradisi ini sebenarnya bertujuan baik karena membantu warga yang kehilangan ternaknya agar tidak mengalami kerugian besar.
3. Hewan Ternak Mati Disembelih Warga
Tradisi Brandu dinilai berisiko membahayakan kesehatan warga karena hewan ternak yang mati bisa menularkan penyakit.
Retno mengungkapkan, hewan ternak yang mati disembelih warga dan dijual per paket.
Baca juga: Jadi Endemik Penyakit Antraks, Dua Ekor Sapi Desa Marumpa Maros Mati Mendadak
"Kalau saya tanya, memang tujuannya baik membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi, satu paketnya itu Rp 45.000. Dijual," jelasnya, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (5/7/2023).
Uang tersebut kemudian dikumpulkan dan diberikan ke pemilik ternak yang kesusahan.
"Jane (sebenarnya) itu tujuannya apik (bagus). Pas saya di sana bilang kalau mau Brandu ya Brandu barang sehat gitu. Barang bermutu jadi tidak membahayakan manusia," lanjut dia.
Baca juga: Jadi Endemik Penyakit Antraks, Dua Ekor Sapi Desa Marumpa Maros Mati Mendadak
4. Bentuk Simpati Warga
Kepala Desa Candirejo Renik David Warisman mengungkapkan, warga setempat memang melaksanakan tradisi Brandu sebelum kasus antraks muncul di Dusun Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu, Gunungkidul.
Menurutnya, tradisi Brandu merupakan bentuk simpati masyarakat terhadap tetangga yang ternaknya mati.
“Kalau para petani itu tabungannya hewan ternak itu, sehingga kalau ternaknya mati itu musibah. Jadi, untuk meringankan beban dari pemilik ternak yang mengalami musibah, caranya seperti itu,” ujarnya.
Baca juga: Bantah Rumahnya Digeruduk Warga Imbas Penolakan Sapi Kurban, Dewi Perssik Singgung soal RT Arogan
Meski bertujuan baik, tradisi ini tak lepas dari risiko penyebaran penyakit dari hewan kepada manusia.
5. Pemkab Kaji Tradisi Brandu
Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto mengatakan warga sering mendapatkan sosialisasi terkait bahaya memakan daging hewan mati dalam tradisi Brandu.
"Kalau sosialisasi sudah terus menerus kawan-kawan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) sudah dilakukan agar tidak dibrandu. Intinya sudah berulang (sosialisasi). Kembali lagi faktor ekonomi, karena biasanya eman-eman (sia-sia dagingnya)," jelasnya.
Baca juga: Terbaru! Perselisihan Sapi Kurban Dewi Perssik vs Ketua RT Masih Berlanjut, DP Tempuh Jalur Hukum
Selain sosialisasi, Heri menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan kajian untuk membahas soal pelarangan tradisi Brandu.
Ia berharap tidak ada lagi warga yang mengkonsumsi ternak mati ataupun sakit.
"Selain itu, kita ada upaya ke depan yang kira-kira nanti bisa meringankan saudara kita yang hewannya sakit sehingga tidak dikonsumsi," ujarnya.
Meski begitu, Heri belum memastikan upaya yang akan dilakukan.
Baca juga: Blak-blakan Dewi Perssik Ungkap Alasan Tak Sembelih Sapi di Masjid, Daging Dibagi ke Warga Sekitar
Ia hanya memastikan akan ada tindakan lain yang diambil mengingat tradisi Brandu berisiko tinggi kalau sampai warga mengonsumsi daging dengan penyakit antraks.
6. Tidak Boleh Dikonsumsi Walau Sudah Dimasak
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian (Kementan) RI Syamsul Ma'arif mengungkapkan, daging hewan yang positif antraks tidak boleh dikonsumsi meski telah dimasak matang.
"Begitu ada hewan mati kena antraks dibuka, itu bakterinya langsung membuat spora yang tahan bertahun-tahun dengan suhu berapapun. Kalau direbus aman nggak? Tidak aman dan bisa berbahaya," jelasnya dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).
Baca juga: Wagub Hadi Mulyadi jadi Tukang Jagal, Sembelih 25 Hewan Kurban Termasuk Sapi Sumbangan Jokowi
Syamsul menjelaskan, daging sapi yang terkena antraks akan langsung membentuk spora begitu mengalami perubahan iklim atau lingkungan.
Ini terjadi saat daging tersebut dibuka dari dalam tubuh sapi positif antraks.
Spora tersebut lalu akan menjaga bakteri antraks agar tetap bertahan hidup dari perubahan apapun, baik secara fisik maupun kimia.
"Jangankan direbus, membuka (daging) saja sudah tidak boleh," tambahnya.
Baca juga: Wagub Hadi Mulyadi jadi Tukang Jagal, Sembelih 25 Hewan Kurban Termasuk Sapi Sumbangan Jokowi
Bakteri Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks yang umumnya menginfeksi hewan ternak, seperti sapi dan kambing, dapat bertahan hidup sangat lama di dalam tanah.
7. Cara penularan antraks ke manusia
Syamsul menekankan, daging hewan yang positif antraks juga tetap berbahaya meskipun tidak dikonsumsi.
"Kontak yang paling berbahaya melalui hirupan spora. Spora begitu dihirup, dalam waktu 24 jam itu langsung menyebabkan kematian," ujarnya.
Baca juga: Bantah Rumahnya Digeruduk Warga Imbas Penolakan Sapi Kurban, Dewi Perssik Singgung soal RT Arogan
Sebaliknya, ia menjelaskan, orang yang mengonsumsi daging berbakteri antraks umumnya akan menunjukkan gejala seperti diare berdarah atau muntah-muntah berdarah.
Gejala ini membuat orang tersebut memiliki waktu untuk mendapatkan penanganan kesehatan.
Meski begitu, Syamsul mengungkapkan bahwa penularan terbesar antraks terjadi lewat kontak fisik melalui kulit.
"Sebanyak 95 persen kasus antraks pada manusia dalam bentuk kontak fisik melalui kulit, dan itu bisa langsung sampai ke otak sehingga menyebabkan meningiitis," jelas dia.
Jika sampai terkena antraks, Syamsul menyarankan agar penderita segera mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan atau dirujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.