Berita Nasional Terkini
KPK Minta Maaf ke Panglima TNI usai Tangkap Kepala Basarnas, Puspom: KPK Menyalahi Aturan
KPK mendadak meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, usai menangkap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Mereka memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Kepala Basarnas Henri Alfiandi: Tersangka KPK, Suap Pengadaan Alat Deteksi
Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar OTT pada Selasa (25/7/2023).
Sementara itu, Henri menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakannya sebagai Kepala Basarnas.
Ia mengaku uang yang diterima melalui Afri bukan untuk kebutuhan pribadi melainkan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com.
Baca juga: Tak Hanya ASN Kementrian, KPK Persiapkan Pemindahan 211 Pegawainya ke IKN Nusantara
Sementara itu, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengeklaim tidak dilibatkan dalam penentuan tersangka Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) RI Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Diketahui, Henri dan Afri merupakan dua personel aktif TNI yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
“Tidak ada statement digelar dua orang ini jadi tersangka. Jadi setelah konferensi pers baru muncul,” kata Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko saat dihubungi, Kamis (27/7/2023) petang.
Agung mengatakan, Puspom TNI hanya diberi tahu KPK bahwa status hukum Henri dan Afri naik, dari penyelidikan ke penyidikan.
Baca juga: KPK Ungkap Keanehan dalam Pemilu di Indonesia: 95 Persen Masyarakat Pilih Calon yang Bagi-bagi Uang
“Kalau pada saat itu dikatakan sudah koordinasi dengan POM TNI, itu benar, kami ada di situ (saat penangkapan). Tapi tadi, hanya peningkatan penyelidikan menjadi penyidikan,” ucap Agung.
Seharusnya, kata Agung, yang bisa menentukan status tersangka personel TNI adalah penyidik Puspom TNI.
Agung menyebutkan bahwa KPK telah menyalahi aturan.
“Penyidik itu kalau polisi, enggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi (yang bisa menetapkan tersangka). KPK juga begitu, enggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik, di militer juga begitu, sama. Nah untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini polisi militer,” tutur Agung.
Baca juga: Harta Menpora Ratusan Miliar Rupiah Disorot KPK, Siapa Orangtua Dito Ariotedjo? Profil Arie Prabowo
“Prosedurnya untuk menetapkan tersangka ini ya kurang tepat secara aturan sebetulnya,” kata Agung.
“UU Peradilan Militer sudah jelas bahwa kami TNI, ada kekhususan, ada undang undang tentang peradilan militer, nah itu yang kami gunakan, KPK dan lain-lain punya juga,” ujar Agung.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.