Pilpres 2024

Standar Etika Koalisi: Harusnya Cak Imin Jadi Cawapres Prabowo, Golkar Merubah Arah

Peluang Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjadi bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto, semakin menipis imbas bergabungnya Partai Golkar dan PAN

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyambangi rumah dinas Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Minggu (9/7/2023). 

TRIBUNKALTIM.CO - Peluang Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto, semakin menipis imbas bergabungnya Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Cak Imin pun harus legowo jika nantinya bukan ia yang dipilih oleh Prabowo Subianto sebagai cawapres.

Sebab, pencapresan Prabowo Subianto kini didukung oleh empat partai politik Parlemen.

Dukungan tidak hanya datang dari Gerindra dan PKB, tapi juga Partai Golkar dan PAN.

“Masuknya Golkar dan PAN di menit-menit terakhir ini, seolah menghilangkan hak veto politik PKB di dalam koalisi. Terlebih kekuatan mesin politik Golkar jauh di atas PKB,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Senin (14/8/2023).

Seharusnya, kata Umam, jika menggunakan standar etika koalisi, Muhaimin merupakan cawapres terkuat Prabowo.

Pasalnya, PKB menjadi partai pertama yang menyatakan kerja sama dengan Gerindra, membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.

Sementara, dukungan Golkar dan PAN buat Prabowo diumumkan baru-baru ini, setahun setelah koalisi Gerindra dan PKB berjalan.

Baca juga: PKB Kaltim Tetap Ingin Cak Imin Berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024

“PKB adalah yang merintis koalisi sejak awal, memberikan keyakinan sekaligus bentuk mesin Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang riil, sehingga narasi pencapresan Prabowo bisa terjaga selama ini,” ujar Umam.

Sejak awal menyepakati kerja sama dengan Gerindra, Cak Imin, demikian sapaan akrab Muhaimin, pun telah menunjukkan keinginannya menjadi calon RI-2.

Namun demikian, melihat kekuatan Golkar yang melampaui PKB, Umam menduga, kursi cawapres pendamping Prabowo tak akan diberikan ke Muhaimin.

Umam yakin, setelah ini, ihwal cawapres bakal jadi perdebatan alot di internal koalisi pendukung Prabowo.

Baca juga: Prabowo Terkena Imbas Konflik Cak Imin vs Keluarga Gus Dur, Yenny Wahid Ungkit Kudeta PKB di 2008

“Jika posisi cawapres ini membuat deadlock negosiasi koalisi, maka membuka kemungkinan diambinya nama-nama alternatif lain yg dianggap bisa menjadi titik temu kompromi antarpartai pendukung Prabowo, khususnya Gibran Rakabuming Raka,” katanya.

Terlepas dari itu, Umam menyebut, koalisi pendukung Prabowo punya kekuatan yang besar.

Dengan tambahan dukungan dari Golkar dan PAN, kekuatan koalisi ini mencapai lebih dari 46 persen.

Angka tersebut jauh melampaui ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang mensyaratkan capres-cawapres diusung partai atau gabungan partai dengan minimal perolehan 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019.

Baca juga: Yenny Wahid Sindir Cak Imin Kudeta Guru, Awal Mula Konflik Putri Gus Dur dengan Muhaimin Iskandar

Dihitung dari perolehan kursi DPR, perincian peta kekuatan koalisi pendukung Prabowo yaitu, Partai Gerindra 78 kursi (13,57 persen); Partai Golkar 85 kursi (14,78 persen); PKB 58 kursi (10,9 persen); dan PAN 44 kursi (7,65 persen).

Sehingga totalnya 46,9 persen.

Sementara, kekuatan poros pendukung Anies Baswedan berada di posisi tengah.

Dengan dukungan dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mantan Gubernur DKI Jakarta itu menghimpun kekuatan koalisi sebesar 28,35 persen.

Baca juga: Yenny Wahid Sindir Cak Imin Kudeta Guru, Awal Mula Konflik Putri Gus Dur dengan Muhaimin Iskandar

Adapun Ganjar Pranowo mengekor di urutan buntut.

Oleh karena hanya didukung PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Gubernur Jawa Tengah tersebut mengumpulkan kekuatan koalisi sebesar 25,56 persen.

Namun demikian, Umam mengatakan, koalisi menuju Pilpres 2024 belum final.

Kerja sama antarpartai politik masih mungkin berubah sebelum resmi didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Oktober mendatang.

Baca juga: 3 Nama Kuat Cawapres Prabowo Subianto, Cak Imin, Erick Thohir dan Budiman Sudjatmiko Rentan Diserang

Dia juga bilang, besar kecilnya koalisi belum tentu menjamin kemenangan capres.

“Besar koalisi tidak menentukan kemenangan capres-cawapres. Tergantung capres-cawapres mana yang mampu memenangkan hati, pikiran dan suara rakyat melalui narasi dan kampanye politiknya ke depan,” tutur Dosen Universitas Paramadina itu.

Sebagaimana diketahui, baru-baru ini, rencana pencapresan Prabowo mendapat tambahan dukungan dari dua partai politik, Golkar dan PAN.

Butuh waktu lama buat kedua partai menentukan pilihan.

Baca juga: Yenny Wahid Sindir Cak Imin yang Ngotot Jadi Cawapres Prabowo, Gusdurian Bakal Menarik Dukungan

Baik Golkar maupun PAN sebelumnya sempat berkomunikasi dengan PDI Perjuangan, parpol pengusung Ganjar Pranowo.

Namun, pada akhirnya, kedua partai menjatuhkan arah dukungan ke Prabowo.

Dari kiri ke kanan: Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar bertumpu tangan usai menandatangani kerjasama politik di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023). Hasil survei capres 2024 terbaru. Peta politik setelah PAN Golkar dukung Prabowo, bagaimana nasib Ganjar dan Anies?
Dari kiri ke kanan: Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar bertumpu tangan usai menandatangani kerjasama politik di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023). Hasil survei capres 2024 terbaru. Peta politik setelah PAN Golkar dukung Prabowo, bagaimana nasib Ganjar dan Anies? (Tribunnews/Jeprima)

Pada Minggu (13/8/2023), keempat partai resmi berkoalisi ditandai dengan penandatanganan kerja sama oleh empat ketua umum partai politik masing-masing, yakni Muhaimin Iskandar dari PKB, Zulkifli Hasan dari PAN, dan Airlangga Hartarto dari Golkar, serta Prabowo sendiri.

"Pada tanggal yang baik ini, 13 Agustus 2023, persis satu tahun tanda tangan kerja sama politik Gerindra dan PKB. Dan satu tahun kemudian kerja sama politik ini diperkuat dua partai bersejarah, partai yang besar," kata Prabowo di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023).

Baca juga: Respon Cak Imin soal Sentilan PBNU dan Yenny Wahid, PKB Bukan Representasi NU hingga Ngotot Cawapres

Di luar itu, Prabowo juga mendapat dukungan dari partai politik non Parlemen yakni Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra.

Sementara, rencana pencapresan Anies didukung oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS.

Partai Ummat besutan Amien Rais juga mendukung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Sedangkan Ganjar didukung oleh dua partai politik Parlemen yakni PDI Perjuangan dan PPP, serta dua parpol non Parlemen yaitu Partai Hanura dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved