Berita Internasional Terkini
Kekacauan Politik Hambat Penanganan Banjir Bandang Libya, Kemenlu Pastikan tak Ada WNI Jadi Korban
Libya semakin kacau setelah banjir bandang melanda negara tersebut, dan Kemenlu pastikan tidak ada WNI yang menjadi korban.
Libya berada dalam kekacauan politik sejak penguasa lama Kolonel Muammar Gaddafi digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011.
Hal ini menyebabkan negara tersebut terpecah menjadi pemerintahan sementara yang diakui secara internasional dan beroperasi dari ibu kota, Tripoli, dan satu pemerintahan lagi di wilayah timur.
Menurut jurnalis Libya, Abdulkader Assad, hal ini menghambat upaya penyelamatan karena berbagai pihak berwenang tidak mampu merespons bencana alam dengan gesit.
"Tidak ada tim penyelamat, tidak ada penyelamat terlatih di Libya. Segala sesuatu selama 12 tahun terakhir adalah tentang perang," katanya kepada BBC.
Baca juga: Polemik Banjir di Perumahan GPA Balikpapan, DPRD Usulkan Ganti Rugi Hingga Jadikan Bendali
"Ada dua pemerintahan di Libya... dan hal ini sebenarnya memperlambat bantuan yang datang ke Libya karena ini agak membingungkan. Ada orang-orang yang menjanjikan bantuan tetapi bantuan tidak kunjung datang," jelas Assad.
Chkiouat mengatakan, bantuan sedang dalam perjalanan dan pemerintah wilayah timur akan menerima bantuan dari pemerintah di Tripoli, yang telah mengirimkan pesawat berisi 14 ton pasokan medis, kantong jenazah, serta lebih dari 80 dokter dan paramedis.
Utusan khusus AS untuk Libya, Richard Norton, mengatakan Washington akan mengirim bantuan ke Libya timur melalui koordinasi dengan mitra PBB dan pihak berwenang Libya.
Mesir, Jerman, Iran, Italia, Qatar, dan Turkiye termasuk di antara negara-negara yang menyatakan telah mengirimkan atau siap mengirimkan bantuan.
Kota Derna, yang berada sekitar 250 km di sebelah timur Benghazi, dikelilingi oleh perbukitan di wilayah subur Jabal Akhdar.
Baca juga: Video Viral Banjir Wine 2 Juta Liter buat Jalanan di Portugal Memerah, Terkuak Penyebabnya
Kota ini pernah menjadi kantong kekuatan para milisi kelompok ISIS di Libya, setelah jatuhnya Gaddafi.
Beberapa tahun kemudian mereka diusir oleh Tentara Nasional Libya (LNA), pasukan Jenderal Khalifar Haftar yang bersekutu dengan pemerintahan timur.
Jenderal yang berkuasa itu mengatakan para pejabat pemerintahan wilayah timur saat ini sedang mencermati kerusakan akibat banjir sehingga jalan-jalan dapat dibangun kembali dan aliran listrik dipulihkan untuk membantu upaya penyelamatan.
"Semua badan resmi, terutama bank sentral Libya, harus memberikan dukungan keuangan mendesak yang diperlukan sehingga mereka yang melaksanakan tugas dapat melakukan pekerjaan mereka dan melanjutkan rekonstruksi," kata dia dalam pidatonya di TV, sebagaimana dikutip Reuters.
Baca juga: Andi Harun Ingin Segera Bangun Kolam Retensi di Samarinda demi Kendalikan Banjir
Tak Ada WNI Jadi Korban
Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyampaikan, tidak ada warga Indonesia yang menjadi korban banjir besar di Libya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.