Pilpres 2024
Aksi Mahasiswa Tolak Politik Dinasti, Mulai Bergerak Bagikan Stiker
Mahasiswa tolak politik dinasti, mulai bergerak gelar aksi bagikan stiker hingga ajak masyarakat untuk tak pilih orang yang terlibat politik dinasti.
TRIBUNKALTIM.CO -- Mahasiswa tolak politik dinasti, mulai bergerak gelar aksi bagikan stiker hingga ajak masyarakat untuk tidak pilih orang yang terlibat politik dinasti.
Pilpres 2024 ini diwarnai dengan politik dinasti.
Bahkan media luar negeri pun sudah menyoroti hal ini.
Kini, ratusan mahasiswa menyerukan penolakan terhadap politik dinasti dalam praktik demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Sultan Kutai Kartanegara Doakan dan Restui Anies Baswedan Maju Pilpres 2024
Baca juga: Terjawab, Rancangan KPU Jadwal Pilpres 2024 Putaran 2, Pemungutan Suara di Juni, Cek Survei Terbaru
Baca juga: Kompak di Debat Capres, Cek 5 Kode Anies dan Ganjar Bersatu Lawan Prabowo di Putaran 2 Pilpres 2024
Mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi ini menyebarkan striker dan selebaran anti-politik dinasti di depan Gedung kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat Tangerang, Kamis (10/1/2024).
"Mahasiswa menolak praktik itu dan mengajak masyarakat pengguna jalan yang melintas untuk tidak memilih orang yang terlibat dalam politik dinasti dan punya sejarah masa lalu yang kelam, yaitu penculikan aktivitas,” kata Glamora perwakilan salah satu mahasiswa kepada Kompas.com (Kamis/11/2024).
Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB itu diikuti ratusan mahasiswa Kampus UIN dan beberapa kampus sekitar Ciputat, seperti UMJ, Ganesha, Unpam.
Glamora menyebutkan, aksi serupa juga dilakukan di banyak daerah dan kota. Sampai hari ini, dia mengklaim lebih kurang ada 800 kampus di 35 provinsi di Indonesia.
“Teknisnya memang beda-beda, ada yang skalanya besar, ada yang skalanya kecil, tetapi memang kita pusatkan di UIN Jakarta karena kita yang menginisiasi dan mengonsolidasikan teman-teman kampus, aktivis, dan mahasiswa di berbagai kampus,” ucap Glamora.
Dalam selebaran poster yang dibagikan itu, terdapat data-data dan fakta-fakta sejarah yang dikumpulkan dari beberapa media.
Mahasiswa juga meminta kepada Jokowi, Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI- Polri untuk netral menjelang pemilu.
“Jangan sampai kita menemukan kecurangan dan ada keberpihakan aparat penggunaan insfastruktur negara untuk memenangkan paslon tersebut, karena kita melihat hari ini pengerahan lembaga negara itu sangat nyata, sangat terlihat,” ungkap Glamora.

Diketahui, nantinya akan ada aksi serupa yang lebih besar dan akan dipusatkan di satu titik.
Aksi pembagian poster ini termasuk dari salah satu rangkaian penolakan adanya politik dinasti di Indonesia, yang sebelumnya pernah dilakukan pada aksi penolakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan batas minimum cawapres.
Baca juga: 6 Hasil Survei Elektabilitas Capres Terbaru, Terjawab 2 Paslon yang Maju ke Putaran 2 Pilpres 2024
Disorot media asing
Pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 mengundang perhatian media asing.
Koran kredibel dari Amerika Serikat (AS) The New York Times, Minggu (7/1) bahkan mengulas potensi akan dimulainya dinasti Presiden Indonesia Joko Widodo melalui pilpres 2024 setelah Gibran mendampingi Prabowo Subianto.
Artikel berjudul ‘For Indonesia's President, a Term Is Ending, but a Dynasty Is Beginning,' mengungkapkan Gibran lolos ke perhelatan pilpres 2024 setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman.
Saat itu MK mengubah persyaratan menjadi capres atau cawapres.
The New York Times menulis ada dugaan Jokowi berada di balik layar mengatur keberlanjutan kekuasaannya melalui anaknya jelang berakhirnya masa jabatan.
Pernikahan Anwar Usman dengan adik Jokowi, Idayati, pada 2020 juga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.
"Saat itu, pakar hukum sudah memperingatkan adanya konflik kepentingan di masa depan," tulis The New York Times seperti dilansir Tribunnews.
Sorotan media terkemuka AS ini menjadi refleksi bahwa situasi demokrasi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca juga: 9 Polling/Hasil Survei Jelang Pilpres 2024 Terbaru, Inilah Elektabilitas Capres Setelah Debat
Untungkan elite tertentu
Pengamat media dan politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong Ambang Priyonggo, mengemukakan dari perspektif demokrasi, upaya mengotak-atik konstitusi, yaitu Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas usia cawapres ini telah menggoyahkan nilai kesetaraan dan keadilan atas akses berpolitik warga negara.
“Ini karena berujung pada pemberian ruang dan keuntungan hanya kepada segelintir kelompok elite tertentu demi status quo kekuasaan,” ujar Ambang, Rabu (10/1/2023).
Menurutnya, dari sudut pandang media AS yang hidup pada iklim demokrasi, tentu fenomena ini dipandang sangat memiliki nilai berita proximity (kedekatan) dan impact (dampak).
“Terlebih ini terjadi di Indonesia yang konon merupakan negara demokratis terbesar keempat di dunia,” pungkas Ambang.
Seperti diberitakan, pada 16 Oktober 2923 MK "mengizinkan: kepala daerah maju di pemilihan presiden meski belum berusia 40 tahun.
Pro dan kontra
Putusan itu menuai pro dan kontra, bahkan tak sepi dari kritik karena dinilai lembaga ini melampaui kewenangannya.
Sejumlah pihak menyebutkan, putusan MK ini semestinya menjadi wilayah pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.
Selain dinilai melampaui kewenangannya, MK juga dianggap tidak konsisten dengan putusannya tersebut.
Putusan MK yang dinilai banyak kalangan lahir dari kepentingan politik, bukan semata-mata pertimbangan hukum.
Baca juga: Megawati Ingatkan KPU dan Bawaslu Kerja yang Benar di Pilpres 2024, TNI Juga Kena Kritik Bos PDIP
Publik juga menilai putusan MK ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa upaya uji materi tersebut memang diperuntukkan guna memberi jalan politik bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk berlaga di pemilihan presiden.
Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, yang juga merupakan Paman Gibran akhirnya dicopot lewat keputusan MKMK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Mahasiswa Mulai Bergerak Bagikan Striker Tolak Politik Dinasti yang Kini Disorot Media Asing
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.