Berita Mahulu Terkini

Sejarah Berdirinya Sanggar Seni Musik Tradisional Pertama di Mahulu,Tevelaaq Nyihiraang

Sanggar Seni Tevelaaq Nyihiraang resmi dikibarkan sebagai wadah berkesenian pada awal Agustus 2023.

Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Mathias Masan Ola
Istimewa
Foto bersama anggota dan pengurus Sanggar Seni Tevelaaq Nyihiraang Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. 

TRIBUNKALTIM.CO, UJOH BILANG - Sanggar Seni Tevelaaq Nyihiraang resmi dikibarkan sebagai wadah berkesenian pada awal Agustus 2023.

Kisah terbentuknya komunitas ini berawal dari ajang coba-coba mengikuti Festival Musik Tradisional dalam ajang Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) Provinsi Kalimantan Timur 2023 di Balikpapan.

Sejak hari itu lah, Sanggar Seni Tevelaaq Nyihiraang mulai serius melangkah sebagai sebuah wadah berkesenian yang dimulai dari lima orang anggota.

Baca juga: Pemkab Mahakam Ulu Melestarikan Kekayaan Budaya Titipan Zaman Melalui Pekan Kebudayaan Daerah

Komunitas ini diawali oleh 5 pemuda asal Dayak kemudian bergabung lagi 2 pemuda sehingga menjadi 7 orang.

Mereka adalah Dominikus Irang, F Azizi Belawan, Alexander Loho, Bahalan Tigang, Yudi Jalung, Florentinus Aprilius, Vesfasianus Juan.

Tidak terasa sanggar yang didirikan 5 seniman berdarah Dayak dan lahir dari seni tari tradisional ini memantapkan langkahnya melestarikan musik tradisional Dayak, kini berusia setahun.

Pengurus komunitas musik ini awalnya berasal dari perhimpunan sanggar seni tari seperti perhimpunan Seni Budaya Bahau Pegan, Sanggar Seni Apau Punyaat, Sanggar Seni Apo Lagaan dan mantan personel band profan.

Awal yang manis, pada pertandingan pertama komunitas ini berhasil memperoleh Juara I Festival Musik Tradisi PKD 2023 Provinsi Kalimantan Timur.

 

Prestasi gemilang yang mengawali lahirnya komunitas ini menjadi awal sejarah berdirinya komunitas sanggar musik tradisional 'Tevelaaq Nyihiraang'.

"Atas hasil tersebut, ada harapan untuk tidak membubarkan komunitas ini namun tetap mempertahankannya karena mungkin ini hoki tersendiri bagi kami," kisah Dominikus Irang, Sabtu (13/1/2024).

Seperti namanya, Ia berharap komunitas yang didirikannya ini bersinar seperti ikan Tevelaaq yang memiliki kilau indah. "Artinya ikan Tevelaaq (Maser) yang berkilauan karena diterpa sinar matahari," harapnya.

Ada beberapa alasan filosofis lahirnya nama komunitas ini.

Pada umumnya komunitas budaya atau seni apapun bentuknya kerap mengambil istilah yang lazim dari bahasa daerah yang ada di Mahulu atau nama dari hewan yang ada di udara dan di darat, atau mengambil istilah dari mitologi yang berkembang di dalam suku Dayak Mahulu.

 

"Sangat jarang, bahkan belum ada satu komunitas pun yang menggunakan nama dari hewan yang ada di dalam sungai, padahal bumi kita dipenuhi dengan air baik sungai maupun laut," jelasnya.

Ikan Tevelaaq (Maser) merupakan ikan yang dianggap sebagai raja nya ikan di Sungai Mahakam oleh karena bentuknya yang begitu indah dan rasanya yang begitu nikmat.

Tapi mendapatkan ikan ini sangat sulit, ini membuat harganya mahal bahkan mencapai satu hingga dua juta per kilogram.

Seperti halnya enggang yang menjadi maskot dan ciri khas suku Dayak, ikan ini juga dianggap sebagai maskot hewan sungai yang patut dilestarikan.

"Karena unik dan hebatnya ikan ini juga mendorong kami berusaha memperkenalkan sekaligus mendorong agar ikan ini tetap dijaga kelestariannya," tutur pemrakarsa komunitas ini. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved