Sejarah
Sejarah 12 Februari: Hari Epilepsi Internasional, Apa Saja Gejala dan Bagaimana Penanganannya?
Inilah sejarah 12 Februari tentang Hari Epilepsi Internasional. Berikut ini penjelasan gejala terkena penyakit epilepsi dan penanganannya.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Nisa Zakiyah
TRIBUNKALTIM.CO - Inilah sejarah 12 Februari tentang Hari Epilepsi Internasional.
Berikut ini penjelasan apa saja gejala terkena penyakit epilepsi dan bagaimana penanganannya?
Tanggal 12 Februari diperingati sebagai Hari Epilepsi Internasional.
Sebenarnya Hari Epilepsi Internasional dirayakan setiap Senin kedua di bulan Februari.
Di tahun 2024 ini, tanggal 12 Februari jatuh pada hari Senin.
Peringatan ini digelar, untuk menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi oleh orang-orang yang hidup dengan epilepsi, sekaligus memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan kondisi tersebut.
Epilepsi adalah kondisi yang dapat menjadikan seseorang mengalami kejang secara berulang.
Penyebabnya akibat dari kelainan genetik atau cedera otak yang dialami, seperti trauma atau stroke.
Mulanya epilepsi dianggap sebagai kerasukan roh jahat pada tahun 2000 SM di era Mesopotamia.
Bahkan di era romawi kuno, orang tidak makan atau minum dari piring atau panci yang sama dengan penderita epilepsi.
Baca juga: Sejarah 10 Februari: Hari Film Sedunia, Kapan dan Apa Tujuan dari Peringatan Ini?
Hingga kemudian seiring perkembangan zaman barulah dipercaya sebagai salah satu kelainan genetik dan berkaitan dengan medis.
Hingga paruh kedua abad ke-20, di beberapa wilayah Afrika, epilepsi diyakini menular dan disebabkan oleh kerasukan, sihir, atau keracunan.
Banyak orang yang masih takut untuk menangani orang epilepsi.
Dengan adanya hari ini diharapkan bisa mengubah pola pikir buruk orang terhadap penderita epilepsi.
Mereka berhak mendapat hak dan kesetaraan yang sama.
Saat ini, Hari Epilepsi Internasional diperingati di lebih dari 120 negara di seluruh dunia.
Sejarah Hari Epilepsi Internasional
Mengutip laman National Today, Hari Epilepsi Internasional awal mulanya merupakan gagasan dari dua organisasi epilepsi yaitu Biro Internasional untuk Epilepsi dan Liga Internasional Melawan Epilepsi.
Setiap tahun, berbagai tema dipilih untuk memperingati Hari Epilepsi tersebut guna meningkatkan pengetahuan sekaligus kesadaran masyarakat akan kebutuhan pasien epilepsi.
Baca juga: Sejarah 9 Februari: Hari Pizza Sedunia, Simak Sejarah dan Tujuan dari Perayaan Ini
Dahulu dikaitkan dengan kondisi spiritual
Berdasarkan catatan sejarah, laman National Today menuliskan bahwa epilepsi merupakan salah satu kondisi medis tertua yang diketahui oleh dunia.
Dahulu, penyakit ini seringkali dihubungkan dengan kondisi spiritual seseorang.
Pada tahun 2000 SM, sebuah teks Mesopotamia kuno menggambarkan seseorang yang menjalani pengusiran setan di bawah pengaruh dewa bulan.
Stigma yang terkait dengan epilepsi tersebut, juga digambarkan dalam sejarah.
Di Roma kuno, orang tidak makan atau minum dari piring atau pot yang sama dengan orang yang hidup dengan epilepsi.
Hingga paruh kedua abad ke-20, di beberapa bagian Afrika, epilepsi diyakini menular dan akibat kepemilikan, sihir, atau keracunan.
Saat ini, Hari Epilepsi Internasional telah diperingati oleh berbagai negara di dunia.
Sedikitnya, ada sekitar 120 negara memperingati Hari Epilepsi Internasional setiap tahunnya.
Baca juga: Sejarah 9 Februari: Hari Persatuan Wartawan Indonesia, Simak Mulai dari Asal-usul Hingga Tujuannya
Gejala Epilepsi
Dikutip dari Mayo Clinic, epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis) di mana aktivitas otak menjadi tidak normal hingga menyebabkan kejang atau periode perilaku tidak biasa.
Dapat menyerang pria maupun wanita, gejala kejang pada epilepsi biasanya bisa sangat bervariasi.

Beberapa orang dengan epilepsi hanya menatap kosong selama beberapa detik saat kejang, sementara yang lain bisa sampai berulang kali menggerakkan lengan atau kakinya.
Memiliki kejang tunggal tidak berarti seseorang menderita epilepsi.
Setidaknya dua kejang yang tidak diprovokasi, baru diagnosis sebagai epilepsi.
Karena epilepsi disebabkan oleh aktivitas abnormal di otak, maka kejang dapat mempengaruhi aktivitas apapun yang dikoordinasikan otak.
Berikut ini gejalanya, yaitu:
- Kebingungan sementara
- Mata menatap kosong
- Gerakan menyentak lengan dan kaki yang tak terkendali
- Hilangnya kesadaran
- Gejala psikis seperti ketakutan, kecemasan atau deja vu.
Perlu diketahui, bahwa gejala epilepsi pada dasarnya bisa bervariasi tergantung pada jenis kejangnya.
Dalam kebanyakan kasus, seseorang dengan epilepsi akan cenderung memiliki tipe kejang yang sama sehingga gejalanya akan serupa saat kambuh.
Penanganan Epilepsi
Penanganan epilepsi biasanya melibatkan kombinasi dari beberapa pendekatan, termasuk pengobatan medis, perubahan gaya hidup, dan dukungan psikososial.
Berikut adalah beberapa aspek utama dalam penanganan epilepsi:
Pengobatan Medis Dokter biasanya akan meresepkan obat anti-kejang untuk mengontrol kejang pada pasien epilepsi.
Baca juga: Sejarah 4 Februari: Hari Kanker Sedunia, Simak Asal-Usul dan Tujuannya
Obat-obatan ini biasanya harus diminum secara teratur sesuai dengan petunjuk dokter.
Pemilihan obat biasanya disesuaikan dengan jenis epilepsi yang dialami oleh pasien.
1. Pemeriksaan dan Diagnostik
Penting untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan pemantauan yang teratur dari dokter spesialis neurologi atau epilepsi.
Ini melibatkan serangkaian pemeriksaan diagnostik, seperti EEG (elektroencefalogram), MRI (resonansi magnetik), atau CT scan, untuk membantu mengidentifikasi jenis epilepsi dan menentukan pengobatan yang paling sesuai.
2. Perubahan Gaya Hidup
Beberapa perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi risiko kejang pada pasien epilepsi.
Ini termasuk menjaga pola tidur yang teratur, menghindari stres berlebihan, menghindari konsumsi alkohol dan narkoba, dan menghindari pemicu kejang yang diketahui seperti cahaya terang atau kurangnya makanan.
3. Diet Khusus
Untuk beberapa kasus epilepsi yang tidak responsif terhadap pengobatan medis, dokter dapat merekomendasikan diet khusus seperti diet ketogenik atau diet rendah karbohidrat tinggi lemak.
Diet ini telah terbukti membantu beberapa pasien mengontrol kejang.
4. Terapi Psikososial
Dukungan psikososial dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu pasien epilepsi mengatasi stres dan kecemasan yang mungkin terkait dengan kondisi mereka.
Konseling atau terapi perilaku kognitif juga dapat bermanfaat dalam mengelola kondisi ini.
5. Operasi atau Prosedur Bedah
Untuk kasus epilepsi yang parah dan tidak responsif terhadap pengobatan medis lainnya, dokter dapat merekomendasikan operasi otak atau prosedur bedah lainnya untuk mengurangi atau menghentikan kejang.
Penting untuk bekerja sama dengan dokter spesialis epilepsi dan tim medis yang terlatih dalam mengelola epilepsi.
Setiap kasus epilepsi mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda, dan rencana penanganan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi individu pasien.
Itulah sejarah 12 Februari tentang Hari Epilepsi Internasional lengkap dengan penjelasan gejala terkena penyakit epilepsi dan penanganannya. Semoga bermanfaat. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.