Berita Nasional Terkini
Terjawab Sudah Kenapa Dus Dur Diturunkan, Cek Penyebab Gus Dur Dilengserkan MPR
Terjawab sudah kenapa Gus Dur diturunkan, cek kenapa Gus Dur lengser dan alasan dimakzulkan oleh MPR.
TRIBUNKALTIM.CO - Terjawab sudah kenapa Gus Dur diturunkan, cek kenapa Gus Dur lengser dan alasan dimakzulkan oleh MPR.
Ulasan seputar kenapa Gus Dur diturunkan atau kenapa Gus Dur lengser dan alasan dimakzulkan oleh MPR sedang menjadi sorotan.
Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur adalah Presiden Indonesia keempat yang memimpin sejak 20 Oktober 1999.
Ia disebut-sebut sebagai presiden di era Reformasi yang terkenal dengan kebijakannya yang sangat kontroversial.
Baca juga: Kata Yenny Wahid Saat Cak Imin Janji Perjuangkan Gelar Pahlawan Nasional ke Gus Dur Jika Menang
Bahkan, Gus Dur harus mundur dari jabatannya dan terhitung hanya menjabat sebagai presiden selama dua tahun.
Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada pada 23 Juli 2001.
Lantas, apa alasan MPR memberhentikan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur? simak ulasannya seperti dilansir Kompas.com di artikel berjudul "Mengapa Gus Dur Dilengserkan oleh MPR?":
Dituduh menyelewengkan dana
Lengsernya Gus Dur dipicu oleh laporan yang disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog sebesar 4 juta dollar AS.
Selain itu, Gus Dur juga diduga menggunakan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS.
Berdasarkan tuduhan tersebut, Gus Dur dianggap melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Itulah mengapa Gus Dur diberhentikan oleh MPR, meski pada akhirnya tuduhan-tuduhan tersebut tidak pernah terbukti.

Membuat kebijakan yang kontroversial
Selama menjadi presiden RI, Gus Dur mengeluarkan kebijakan yang dianggap kontroversial, sebagai berikut.
- Penghapusan Tap MPR yang membahas tentang Partai Komunis Indonesia (PKI)
- Melepas jabatan Jusuf Kalla dan Laksamana Sukardi atas tuduhan kasus korupsi, padahal tidak ada bukti yang kuat
- Mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan tentang pembubaran parlemen
Mengeluarkan Dekrit Presiden 23 Juli 2001
Konflik antara Gus Dur dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR semakin tajam setelah keluarnya Dekrit Presiden 23 Juli 2001.
Isi Dekrit Presiden 23 Juli 2001 adalah pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, serta pembekuan Golkar.
Isi dekrit yang menyatakan pembekuan DPR dan MPR menjadi salah satu pernyataan yang paling menyita perhatian publik.
Dinilai menyalahgunakan jabatan
Dekrit Presiden 23 Juli 2001 dinyatakan tidak berfungsi setelah MPR menggelar sidang istimewa.
MPR menyatakan bahwa Gus Dur sudah melanggar Tap MPR No. III/MPR/2000, karena memberhentikan Kapolri tanpa persetujuan DPR.
Banyaknya masalah yang terjadi pada masa kepemimpinannya, yang membuat Gus Dur diturunkan dari jabatannya.
Oleh sebab itu, ia diturunkan dari jabatannya oleh MPR dan presiden setelah Gus Dur adalah Megawati Soekarnoputri.
Disanjung lalu Dijatuhkan, Kisah Gus Dur Dilengserkan
23 Juli 2001, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dimakzulkan dari tampuk kekuasaan Presiden RI.
Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI selaku lembaga tertinggi negara saat itu melalui Sidang Istimewa.
Padahal, dia baru menjabat sebagai presiden selama 21 bulan, terhitung sejak 20 Oktober 1999.
Detik-detik pelengseranGus Dur terasa mencekam.
Rakyat yang mendukung presiden keempat RI itu menyemut di Istana Kepresidenan Jakarta, berhadapan dengan militer yang berseliweran di sekitarnya.
Nuansa haru juga mewarnai momen tersebut tatkala Gus Dur tak kuasa menahan air matanya.
Baca juga: Hormati Yenny Wahid Dukung Ganjar, Nusron Wahid Ingatkan Pesan Gus Dur soal Prabowo Jadi Presiden
Disanjung
Ruang sidang MPR riuh di penghujung rapat paripurna 20 Oktober 1999.
Tak terbayangkan oleh siapa pun Gus Dur bakal terpilih menjadi presiden saat itu.
Beberapa hari sebelum paripurna digelar, MPR yang dipimpin oleh Amien Rais menolak laporan pertanggungjawaban Presiden ketiga RI, BJ Habibie.
Imbasnya, Habibie mengundurkan diri dari arena pencalonan presiden.
Praktis, gelanggang pemilihan presiden menjadi milik berdua, antara Gus Dur yang mewakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Megawati Soekarnoputri yang memimpin PDI Perjuangan.
Banyak pihak mengira pertarungan akan dimenangkan oleh Megawati.
Sebabnya, selain suara PDI-P yang lebih besar dari PKB di pemilu, kondisi fisik Gus Dur kala itu sudah payah.
Namun, tak disangka, Gus Dur berhasil unggul dengan mengantongi 373 suara, 60 suara lebih banyak dari Megawati.
Beberapa hari sebelum pemilihan presiden digelar, Gus Dur seakan mendapat dukungan penuh dari Amien Rais yang saat itu baru terpilih menjadi Ketua MPR.
Demikian diceritakan Greg Barton dalam Biografi Gus Dur.
Saat itu, Amien bahkan bilang bahwa Gus Dur menjadi satu-satunya harapan untuk mempersatukan rakyat Indonesia.
"Greg, Gus Dur lah satu-satunya yang dapat mempersatukan muslim, nonmuslim, dan yang lainnya. Segalanya tergantung kepadanya. Dia adalah harapan kita satu-satunya," kata Amien Rais kepada Greg Barton seperti dilansir Kompas.com di artikel berjudul "Disanjung lalu Dijatuhkan, Kisah Gus Dur Dilengserkan MPR 21 Tahun Lalu".
Benar saja.
Selang beberapa hari setelahnya, Gus Dur betul-betul menjadi presiden.
Sementara, Megawati yang terpilih jadi wakilnya.
Dijatuhkan
Jabatan Gus Dur baru menginjak bulan ke-21 saat riak-riak politik menggoyangkan kursi kekuasaannya.
Gus Dur diterpa sejumlah isu kontroversial.
Salah satu yang paling kencang ialah tudingan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atas dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar 4 juta dollar AS.
Situasi politik makin memanas hingga akhirnya MPR mengagendakan Sidang Istimewa digelar pada 23 Juli 2001.
Mendengar kabar ini, jelang tengah malam 22 Juli 2001, Gus Dur mengadakan pertemuan dengan salah seorang Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi dan tujuh ulama sepuh di Istana Negara.
Baca juga: Cak Imin Mengaku Dikudeta Bukan Mengkudeta Gus Dur, Yenny Wahid Singgung Wasiat Abdurrahman Wahid
Dikutip dari laman resmi PBNU, pertemuan kala itu berlangsung khidmat dan penuh haru.
Gus Dur tak kuasa kuasa menahan air matanya.
Ia berkali-kali meminta maaf karena merasa tidak berterus terang ke para ulama mengenai situasi politik yang dihadapinya.
Tangis suami Sinta Nuriyah ini pecah bukan karena lemah menghadapi situasi politik saat itu.
Namun, dia memikirkan para ulama dan pendukungnya yang berkomitmen kuat untuknya.
Atas dorongan para ulama dan pengurus pondok pesantren, lewat tengah malam memasuki tanggal 23 Juli 2001, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.
Maklumat itu memuat 3 poin utama yakni pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, dan pembekuan Golkar.
Langkah Gus Dur tersebut justru membuat Parlemen kian meradang.
Dekrit itu tak memperoleh dukungan.
Akhirnya, melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais pada 23 Juli 2001, Gus Dur resmi dimakzulkan.
MPR menarik mandat yang diberikan kepada Gus Dur dan menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai pengganti presiden.
Mencekam
Jelang pelengserannya, Gus Dur dibanjiri simpati para pendukung.
Di sejumlah daerah, simpatisan Gus Dur bahkan membentuk pasukan berani mati jika presiden keempat itu diturunkan.
Laporan Kompas menyebutkan bahwa ada 300.000 relawan berani mati yang siap berangkat ke Jakarta untuk membela Bapak Pluralisme tersebut.
Namun, kala itu Gus Dur menahan massanya.
Dia tidak mau ada kerusuhan, apalagi pertumpahan darah sesama anak bangsa.
Putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, pernah mengungkapkan kesaksiannya ketika detik-detik jelang pelengseran Gus Dur.
Dia bilang, sebelum Sidang Istimewa digelar MPR, ratusan moncong panser TNI sudah mengarah ke Istana.
Gus Dur pun meminta Alissa untuk membawa Sinta Nuriyah dan adik-adiknya pulang ke kediaman di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Dia mengaku tak bisa tenang jika keluarganya tetap berada di Istana.
Apalagi, cucu pertama Gus Dur yang tak lain adalah anak Alissa, baru berumur 40 hari.
Namun, Alissa enggan meninggalkan ayahnya.
Dia dihantui kisah Bung Karno yang diasingkan dan sulit bertemu keluarga jelang akhir kekuasaannya.
Gus Dur dan putrinya pun berdebat sampai-sampai Alissa menangis karena tak mau pergi.
"Keadaan sudah bahaya, biar Bapak sendiri saja yang hadapi di Istana. Karena ingat nasib Bung Karno, saya melawan. Eyel-eyelan. Apa pun yang terjadi, kalau Bapak ditangkap kami akan ikut. He wouldn't be alone (dia tidak akan sendiri)," kata Alissa dikutip dari laman resmi NU.
Lega, kekhawatiran Alissa rupanya tak jadi nyata.
Kala itu, rakyat bahkan berbondong-bondong ke Istana untuk melindungi ayahnya.
"Rakyat membanjiri istana, bertekad lindungi Gus Dur. Lalu beliau umumkan akan keluar Istana," tutur Alissa.
Di hari pemakzulan, rakyat pula yang akhirnya mengawal Gus Dur angkat kaki dari Istana Presiden.
"Besoknya rakyat menjemput dan mengawal beliau lewat pintu gerbang depan Istana, menuju panggung rakyat di Monas. Kalah politik, tetap bermartabat," kenang Alissa.
Hingga Gus Dur turun tahta, kasus hukum yang dituduhkan kepadanya tak pernah terbukti.
Bahkan, Jaksa Agung dan Kepolisian sendiri sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terkait dengan kasus yang dituduhkan kepadanya.
Pascaperistiwa itu, dalam sejumlah kesempatan Gus Dur menyatakan bahwa yang menimpa dirinya murni persoalan politik kekuasaan yang dimanfaatkan oleh sejumlah orang.
Oleh karenanya, upaya pelengseran ini merupakan tindakan inkonstitusional.
Itulah tadi ulasan kenapa Gus Dur diturunkan, atau kenapa Gus Dur lengser dan alasan dimakzulkan oleh MPR.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.