Pilpres 2024
Kubu Ganjar Menilai Yusril tak Konsisten, Dulu Sebut Putusan MK Tentang Batas Usia Cacat Hukum
Yusril Ihza Mahendra tak menampik keputusan yang diambil MK, membuat gaduh publik, dan memuluskan jalannya Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres
TRIBUNKALTIM.CO - Di sidang sengketa gugatan Pilpres 2024, Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengakui penetapan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat usia capres-cawapres merupakan keputusan yang problematik.
Yusril Ihza Mahendra tak menampik keputusan yang diambil MK, membuat gaduh publik, dan memuluskan jalannya Gibran Rakabuming Raka maju dalam kontestasi Pilpres 2024.
Kendati mengaku keputusan tersebut problematik, namun menurut Yusril Ihza Mahendra keputusan tetap harus diambil MK.
Keputusan tetap harus dilakukan MK guna memberikan kepastian hukum.
Baca juga: Akhirnya Yusril Akui di Sidang MK, Andai Jadi Gibran Dirinya Memilih Tak Maju ke Pilpres 2024
Baca juga: Ketua Majelis Hakim PN Balikpapan Sakit, Sidang Gugatan CLS Kekosongan Jabatan Wawali Ditunda
Hal itu diungkapkan Yusril ketika menjawab pertanyaan anggota Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Luthfi Yazid.
Yusril Ihza Mahendra, mengaku Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres itu problematik.
Pasalnya putusan tersebut jauh dari etik filsafat hukum.
Karena peraturan tersebut mengikat jika dilihat dari sudut pandang kepastian hukum.
"Ketika kita berbicara dalam konteks penyelenggaraan negara, kita tidak mungkin mencari sesuatu yang tak berujung, tapi kita harus mengambil sebuah keputusan."
"Bahwa betul putusan 90 itu problematik kalau dilihat dari pesawat hukum etik dan lain-lain, tapi dari segi kepastian hukum, putusan 90 itu jelas sekali," kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Menurut Yusril, pembahasan soal mencari keadilan yang sempurna tidak akan semudah yang dibayangkan.
Keadilan sempurna, lanjut Yusril, akan terus dikejar dan proses pencariannya tidak akan berujung.
Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Kini Minta MK Panggil Kapolri di Sidang Sengketa Pilpres 2024, Ini Alasannya
"Kita tahu dalam filsafat hukum, persoalan keadilan dan kepastian hukum itu sesuatu yang sulit dipertemukan, tapi ketika kita dihadapkan pada kasus yang konkrit, lalu apakah kita harus berdebat pada sesuatu yang tidak berujung atau kita harus mengakhirinya dengan kepastian hukum," tegas Yusril.
Sebelumnya, Luthfi mempertanyakan sikap Yusril yang seolah tidak konsisten terhadap pernyataannya sendiri.
Luthfi menjelaskan, Yusril dulu kerap menyebutkan bahwa putusan 90 cacat hukum.
Bahkan pernyataan tersebut diucapkan oleh Yusril di berbagai media.
"Dia (Yusril) mengatakan bahwa putusan nomor 90 MK itu cacat hukum secara serius."
"Bahkan mengandung penyelundupan hukum karena itu dia berdampak panjang putusan MK itu," kata Luthfi, dalam persidangan, Selasa.
Pendapat Yusril ini juga dibarengi dengan sikap Yusril yang mengingatkan Gibran Rakabuming Raka untuk tak maju sebegai calon wakil presiden (cawapres).
Menurut Yusril, Gibran sebaiknya tidak mencalonkan diri sebagai cawapres setelah putusan 90 diterbitkan MK.
Baca juga: Dituding Sebagai Aktor Kecurangan Pilpres 2024, Jokowi Diminta Hadir ke Sidang Mahkamah Konstitusi
"Sebab itu, Saudara Yusril mengatakan, andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pen-cawapres-annya. Saya mohon tanggapan dari Saudara (Yusril)," ucap Luthfi.
Terkait hal itu, MK menegaskan, putusan 90 secara hukum telah berlaku sejak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.
Sehingga seperti putusan MK lainnya, bersifat final dan mengikat.
Hal itu dinyatakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023, di ruang sidang gedung MK RI, pada Rabu (29/11/2023) lalu.
"Jika dikaitkan dengan ketentuan norma Pasal 10 dan Pasal 47 UU MK serta Pasal 77 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, maka Mahkamah berpendapat Putusan a quo adalah putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final," kata Enny Nurbaningsih.
Dengan demikian, MK menolak uji ulang syarat batas minimal usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.
Dikeyahui Brahma, selaku pemohon, memohonkan uji materil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya berubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
"Terhadap putusannya tidak dapat dilakukan upaya hukum. Hal tersebut dikarenakan, Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan konstitusi di Indonesia tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk 'upaya hukum'," jelas Enny.
Baca juga: Idul Fitri 2024 Muhammadiyah dan Pemerintah Diprediksi Bakal Sama, Jadwal Sidang Isbat Lebaran
Jokowi Punya Desain Sistematis Pengaruhi Pemilih
Masih terkait sidang gugatan sengketa Pilpres di MK, Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Suharko, menilai pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempunyai desain sistematis untuk memengaruhi perilaku pemilih agar memilih pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Suharko beranggapan, Jokowi menjadi faktor penting dalam pemenangan Prabowo-Gibran melalui dua variabel.
Kedua variabel tersebut adalah kondisi atau kinerja ekonomi nasional dan variabel kepemimpinan atau ketokohan.
Namun, variabel ketokohan ini terlihat ketika Prabowo-Gibran tidak unggul dalam perolehan suara di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sumatera Barat.
"Justru itu memperkuat variabel ketokohan. Variabel ketokohan di Pemilu 2019 ketika Pak Prabowo menang di sana, saya kira cukup kuat karena afiliasi atau identity oleh Pak Prabowo mengarah kepada afiliasi muslim," ucap Suharko saat memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres di MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Dukungan kepada Prabowo di dua wilayah itu akhirnya bergeser ke paslon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar saat Pilpres 2024.
Menurut Suharko, ini terjadi karena sosok Prabowo Subianto terlihat lekat dengan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Refly Harun Kaget Pertanyaan Yusril di Sidang MK Terlalu Sederhana, Kok Bisa Tanya Begitu?
"Jadi pergeseran ini saya kira justru memperkuat variabel ketokohan tadi. Jadi masyarakat tidak diam tetapi juga berpikir secara kritis seolah-olah, mohon maaf ini menghukum paslon nomor urut 2 karena dianggap mungkin beralih dukungan menuju pada Pak Jokowi yang dulu mungkin tidak menang di Sumatera Barat dan di Aceh," kata Suharko.
Sebelumnya, dari keseluruhan provinsi yang sudah melakukan rekapitulasi, pasangan calon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul di 24 provinsi, sementara dua sisanya dipimpin oleh pasangan 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
Hasil rapat pleno yang berlangsung di Kantor KPU RI, Jakarta, AMIN unggul di provinsi Sumatra Barat (Sumbar) dan Aceh.
Di Aceh, AMIN meraih 2.369.534, Prabowo-Gibran mendapatkan 787.024 suara.
Sedangkan pasangan nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD berada di urutan terkahir dengan raupan 64.677 suara.
Sementara di Sumbar, AMIN memperoleh 1.744.042 suara.
Sementara, Prabowo Gibran menyusul dengan 1.217.314 suara.
Lalu Ganjar dan Mahfud dengan total 124.044 suara.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan batasan sebanyak 19 saksi dan ahli yang dapat dihadirkan Pemohon.
Kuasa hukum Pemohon II, Todung Mulya Lubis menyampaikan, pihaknya menggunakan sepenuhnya kuota yang ditetapkan MK.
"Ada 10 saksi fakta dan 9 ahli. Total ada 19 ya," kata Todung, di gedung MK, Jakarta, Selasa ini. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Akui Putusan Batas Usia Capres-cawapres Probelamtik, Yusril: Harus Ada Keputusan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.