Berita Berau Terkini

Mau Lihat Pantai Derawan Harus Bayar Rp 30 Ribu, Pemerintah Kampung: Belum Ada Persetujuan Pungutan

Ada dugaan pungutan uang masuk terhadap masyarakat dan pengunjung yang hendak masuk ke daerah pantai ujung Pulau Derawan sebesar Rp 30.000 per kepala

Penulis: Renata Andini Pengesti | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO/HO
KESELAMATAN - Polsek Pulau Derawan terus melakukan patroli keamanan dan keselamatan di sekitar pesisir pantai untuk memastikan keselamatan masyarakat. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Ada dugaan pungutan uang masuk terhadap masyarakat dan pengunjung yang hendak masuk ke daerah pantai ujung Pulau Derawan sebesar Rp 30.000 per kepala dewasa.

Tepatnya saat hendak melewati pantai pada lokasi resort BMI.

Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Disbudpar Berau, Ilyas Natsir. Kegaduhan tersebut telah terdengar olehnya. Ia kemudian langsung menelpon Kepala Kampung dan Camat

Baca juga: Polsek Pulau Derawan Berau Gelar Patroli untuk Ingatkan Potensi Air Pasang dan Gelombang Tinggi

20240412_adanya dugaan pungutan uang
Tangkapan layar adanya dugaan pungutan uang untuk masuk ke pantai ujung Pulau Derawan.

“Iya saya memang mendengar kabar itu, sudah menanyakan kepada pihak kampung,” bebernya kepada Tribunkaltim.co, Jumat (12/4/2024).

Laporan kepada Ilyas, bahwa pihak kampung tidak setuju dengan adanya pungutan sebesar Rp 30.000 per orang.

Apalagi, diakui Ilyas bahwa jumlah tersebut termasuk mahal untuk masyarakat yang sudah berkunjung ke Pulau Derawan.

“Kepala kampung tegas belum setuju dengan adanya pemasangan tarif itu. Memang di daerah sana ada resort milit BMI,” ungkapnya.

Kendati demikian, pihaknya tidak bisa menegur langsung pihak BMI, Disbudpar Berau meminta agar pihak pemerintah kampung dan kecamatan bisa membicarakan terkait penarikan uang tersebut.

Ilustrasi lokasi wisata Pulau Derawan Berau. Lokasi Derawan menjadi saksi bisu proses deklarasi pemekaran wilayah, terbentuknya provinsi baru, Kalimantan Utara.
Ilustrasi lokasi wisata Pulau Derawan Berau. (TRIBUNNEWS.COM)

Sementara, diakui Ilyas saat ini, penarikan retribusi di Pulau Derawan tidak ada hingga saat ini. Jadi, masyarakat memang bebas masuk ke Pulau Derawan.

“Kalau wacana penarikan retribusi ini ada, tapi kalau yang saat ini terjadi, itu bukan penarikan retribusi. Tidak tau uangnya nanti masuk kemana,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kampung Pulau Derawan, Indra mengatakan pihaknya memang tidak setuju dan jangan melakukan tindakan itu tanpa persetujuan masyarakat dan pemerintahan kampung.

“Jangan memungut sebelum adanya peraturan kampung dan kesepekatan dari BUMKnya,” tegasnya.

Meski begitu, Indra juga tidak bisa mengakui tindakan tersebut sebagai pungli. Lantaran, diakuinya diwilayah tersebut berdiri resort BMI.

Ilustrasi keadaan cuaca di Berau, Kalimantan Timur.
Ilustrasi keadaan cuaca di Berau, Kalimantan Timur. (TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI)

“Bangunan yang ada di atas tanah itu statusnya milik resort, ini yang menjadi kesulitan kami,” bebernya.

Memang pihaknya sudah memiliki wacana untuk penarikan retribusi, tetapi harus ada kesepakatan bersama. Aturannya harus rasional dan menguntungkan banyak pihak.

Begitu juga, terkait penarikan retribusi, harus ada kesepakatan dinas terkait, contohnya Disbudpar Berau, Bapenda Berau dan sektor yang terkait.

“Kemarin sudah kami sidak di hari lebaran pertama, tapi selalu bilang itu lahan mereka. Hari ini kami bersama pihak yang terkait, juga aparat keamanan akan mendatangi pihak tersebut, tegasnya.

Adapun wacana pihaknya jika penarikan retribusi dilakukan, berada di pintu masuk dermaga utama Pulau Derawan.

Keberadaan hiu paus di Pulau Derawan maupun Talisayan, Kabupaten Berau, jadi daya tarik bagi para wisatawan.
Keberadaan hiu paus di Pulau Derawan maupun Talisayan, Kabupaten Berau, jadi daya tarik bagi para wisatawan. (HO/TRIBUNKALTIM.CO)

Sementara itu, Mantan Bupati Berau, Agus Tantomo menegaskan kepemilikan bangunan resort dan tanah memang menjadi hak milik. Tetapi untuk pantai dan jalan masuk pantai bukan milik mereka melainkan milik negara.

“Pantai tidak bisa disertifikat,” tegasnya.

Ia juga meminta agar pemerintah setempat cepat bergerak untuk menangani kejadian itu. Apalagi, momentum hari lebaran sangat disayangkan terjadi kegaduhan di salah satu lokasi wisata unggulan.

“Yang jelas, karena pantai itu ruang publik. Hanya negara yg boleh memungut. Pemerintah kampung atau BUMK yang boleh memungut mewakili negara,” tuturnya. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved