Berita Nasional Terkini
Ada yang Kepedean? Dahnil Anzar Tegaskan Dirangkul Bukan Berarti Diajak Masuk Kabinet Prabowo-Gibran
Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar tegaskan dirangkul bukan berarti diajak masuk Kabinet Prabowo-Gibran.
TRIBUNKALTIM.CO - Juru Bicara (Jubir) Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihak-pihak yang ingin dirangkul oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto tidak lantas langsung bergabung ke dalam kabinet Prabowo-Gibran atau pemerintahan mendatang.
Prabowo sebelumnya mengajak pihak-pihak yang sempat berhadapan dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 buat bekerja sama.
Sampai saat ini Partai Nasdem disebut-sebut siap bekerja sama dengan Prabowo.
Begitu juga halnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan tidak menutup pintu dialog dengan kubu Prabowo.
Baca juga: Peluang Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran, Ini Kata Gerindra
Padahal sebelumnya Nasdem, PKB, dan PKS berada dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung pasangan Capres-Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyatakan sikap partai terhadap pemerintahan mendatang akan diputuskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas).
Dahnil mengatakan, Prabowo terus berupaya merangkul berbagai kelompok buat bekerja sama untuk bangsa, tetapi tidak semuanya akan dilibatkan dalam pemerintahan.
“Dalam konteks safari kemudian silahturahmi Pak Prabowo ke partai politik, ke tokoh, itu tidak selalu harus dimaknai merangkul kemudian berada di dalam kabinet, merangkul iya, tapi berada di dalam satu kabinet itu belum tentu,” kata Dahnil dikutip dari program dialog Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Jumat (10/5/2024).
Dahnil menyampaikan, jika Prabowo mengajak sejumlah parpol di luar koalisi untuk bergabung tentu dengan syarat sudah ditetapkan.
Syarat-syarat itu, kata Dahnil, adalah integritas, kompetensi, dan sepakat dengan visi dan jalan pembangunan yang sudah dirancang Prabowo.
“Pak Prabowo tentu punya syarat, tidak membuka pintu begitu saja kemudian berada di dalam," ujar Dahnil.

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran
Wacana penambahan kementerian pada kabinet pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menuai polemik.
Jumlah kementerian yang akan ditambah, yakni dari semula 34 menjadi 40 kementerian.
Wacana penambahan tersebut disebut sudah mendapat dukungan dari elite Partai Gerindra.
Namun demikian, wacana ini dituding kental akan aroma politik guna mengakomodir partai politik yang berada di barisan Koalisi Indonesia Maju.
Selain itu, penambahan kementerian ini dinilai hanya memboroskan keuangan negara.
Restu Gerindra Dilansir pemberitaan Kompas.id, Senin (6/5/2024), wacana menambah jumlah kementerian untuk pemerintahan Prabowo kelak sudah mendapatkan dukungan dari elite Partai Gerindra.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman pun tidak memungkiri ada wacana menambah jumlah kementerian dari saat ini yang berjumlah 34 menjadi 41 kementerian.
Menurut Habiburokhman, dalam konteks Indonesia, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya.
"Jadi, wajar kalau kami perlu mengumpulkan banyak orang (untuk) berkumpul di dalam pemerintahan sehingga menjadi besar," ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Masih digodok Wacana penambahan kementerian pada pemerintahan berikutnya hingga masih dalam tahap penggodokan.
Hal ini pun diakui langsung oleh Gibran.
"Itu nanti ya. Masih dibahas, masih digodok lagi. Tunggu saja ya," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/5/2024).
Gibran mengatakan, salah satu kementerian yang disiapkan untuk dibentuk adalah kementerian yang akan menangani program makan siang gratis.
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Yandri Susanto, Diusung PAN jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran
Menurut dia, program makan siang gratis mesti ditangani oleh satu kementerian khusus karena pelaksanaan program tersebut cukup kompleks.
"Ya karena melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah, logistiknya tidak mudah, monitoringnya juga tidak mudah. Ini makannya harus dibahas. Ya kita ingin program ini benar-benar bisa berjalan karena kita ingin program ini benar-benar bisa impactful, benar-benar bisa dirasakan oleh anak sekolah," kata Gibran.
"Tapi, tunggu dulu ya. Ini belum pasti kok masalah kementeriannya. Ditunggu saja dulu," ujar putra sulung Presiden Joko Widodo itu.
Kental aroma politik Wacana penambahan kementerian lantas menuai kritik publik.
Penambahan ini dinilai kental aroma politik guna mengakomodir partai politik yang berada dalam barisan koalisi Prabowo-Gibran.
Seperti diketahui, ada 11 partai peserta pemilu yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju pendukung Prabowo-Gibran, belum ditambah dengan Partai Nasdem dan Partai Kebangkintan Bangsa yang belakangan mendukung pasangan tersebut.
"Karena yang di bangun banyak, jadi harus banyak pihak, banyak partai yang berkepentingan harus mendapatkan kursi di jatah menteri itu," kata pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin kepada Kompas.com.
Ujang mengatakan, penambahan jumlah menteri memang merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden.
Namun, ia mengingatkan agar Prabowo juga memperhatikan batin masyarakat yang sedang susah.
"Tidak salah juga kalau kementeriannya itu ditambah. Tapi kan rakyat menilai itu akan banyak anggaran negara yang terserap ke situ, di saat masyarakat banyak yang susah," kata dia.
Pemborosan Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari berpandangan wacana menambah kementerian memang bakal memboroskan uang negara karena harus ada beragam aturan yang dibuat untuk membentuk kementerian baru.
Ia menyebutkan, penambahan kementerian akan berimplikasi pada pembentukan undang-undang baru dan penambahan beragam aturan terkait tugas pokok, fungsi dan kewenangan kementerian yang baru.
"Jadi betapa banyaknya pemubaziran yang terjadi kalau kemudian kita mengubah Undang-Undang," kata Feri saat ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Tak hanya itu, negara nantinya juga harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendirikan kantor-kantor wilayah kementerian baru di 38 provinsi serta membiayai operasional kementerian tersebut.
Oleh karena itu, menurut Feri, nomenklatur kementerian yang ada saat ini sudah ideal dan sesuai dengan batas maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
"Saya tidak pernah mendengar satu pun setelah Undang-Undang 39 Tahun 2008 ada kekurangan menteri sampai hari ini, yang kurang adalah hasrat kepentingan membagi-bagi kekuasaan," kata dia.
Baca juga: Isu Kabinet Prabowo-Gibran, Golkar dan Gerindra Dapat Jatah 5 Menteri, Dahnil: Tunggu Versi Resminya
Untuk diketahui, UU Kementerian Negara mengatur bahwa jumlah maksimal kementerian adalah 34.
Akan tetapi, aturan ini bisa saja berubah, terlebih revisi UU Kementerian Negara sudah masuk dalam Program Legilasi Nasional DPR 2019-2024.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com, Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.