Berita Samarinda Terkini
Imbauan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Samarinda Mengenai Sampah di Sungai Karang Mumus
DLH Kota Samarinda Endang Liansyah, sampah-sampah yang ada di bantaran anak Sungai Mahakam ini timbul lantaran kebiasaan masyarakat setempat.
Penulis: Ata | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kegiatan pungut sampah dan susur Sungai Karang Mumus (SKM), menjadi rutinitas yang terus digencarkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda yang juga melibatkan berbagai pihak.
Mulai dari komunitas nelayan, mahasiswa, hingga masyarakat setempat turut andil dalam kegiatan ini.
Meski berkali-kali melakukan giat peduli lingkungan, sampah-sampah yang mengapung di perairan SKM juga tak kunjung usai.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda Endang Liansyah, sampah-sampah yang ada di bantaran anak Sungai Mahakam ini timbul lantaran kebiasaan masyarakat setempat.
Baca juga: 200 Lapak di Harapan Baru Samarinda Seberang Masih Kosong, Bisa Tampung Pedagang Liar di Pasar Baqa
Ia pun menyayangkan hal tersebut terjadi.
“Dibersihin, kotor, dibersihin, kotor. Kalau masyarakatnya nggak sadar-sadar sampai kiamat enggak bersih-bersih SKM ini,” ungkap Endang saat ditemui hari ini, Sabtu (18/5/2024).
Endang mengaku bahwa dalam hal kebersihan lingkungan memang masih menjadi PR baginya. Terlebih, harus menghadapi pola dan kebiasaan masyarakat yang masih saja membuang sampah tidak pada tempatnya.
Meski tak mudah, Endang mengaku pihaknya terus berupaya untuk mengatasi hal ini dengan berbagai langkah, seperti memasang penjaring sampah dengan pelampung di beberapa titik.
Metode pemasangan jaring tersebut akan terus dipantau pihaknya, khususnya pada saat air sungai mulai pasang.
“Saat air mau pasang kita pasti pasang pelampung itu. Kita cegat sampahnya supaya lari ke tengah supaya gak masuk ke SKM, kita belokkan baru kita angkat sampahnya,” papar Endang.
Di samping itu juga, Endang kembali menegaskan masyarakat agar mengubah kebiasaan membuang sampah sembarangan. Mengingat, SKM merupakan sumber bahan baku air.
“Jadi intinya kalau gak mau membantu bersihkan, minimal jangan ngotorin. Ini sudah gak mau bersihkan tetapi rajin buang. Buang sampah ke tempatnya lah,” tutupnya.
Terkait dengan kegiatan pungut sampah yang kembali digelar kali ini, Sabtu (18/5/2024), puluhan perahu telah disiapkan untuk menyusuri SKM. Di mulai dari Jalan Tongkol Kelurahan Sungai Dama Kecamatan Samarinda Ilir, hingga ke muara Sungai Mahakam.
Menurut pantauan TribunKaltim di lapangan, jumlah sampah yang terkumpul hari ini pun tak sedikit. Sekian kubik sampah berhasil ditampung dalam tiga bak truk DLH Samarinda.
Universitas Gadjah Mada ( UGM ) memiliki lima cara untuk mengolah sampah yang ramah lingkungan yang mungkin bisa diterapkan di Yogyakarta.
Berikut caranya:
1. Pengolahan sampah organik jadi kompos
Koordinator bidang Kehumasan UGM, Dina W Kariodimedjo Ph.D mengatakan, UGM telah mengembangkan strategi pengolahan sampah secara mandiri dan berwawasan lingkungan.
“Hal menjadi komitmen UGM dalam menyukseskan program pemerintah dalam mewujudkan terbentuknya kota berkelanjutan seperti dalam rencana aksi SDGs poin ke-11 dengan salah satu indikator kota berkelanjutan adalah pengelolaan sampah solid yang baik,” kata Dina kepada wartawan, Selasa (25/7/2023).
Ia menjelaskan, salah satu langkah yang dilakukan UGM dalam pengelolaan sampah secara mandiri adalah pengembangan fasilitas pengolahan sampah organik menjadi kompos sejak 2011 silam di Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) UGM, di Desa Kalitirto, Kapanewon Berbah, Sleman.
2. Pendirian Rumah Inovasi Daur Ulang
PIAT UGM pun masih beroperasi hingga 2023 ini sebagai wujud darma bakti UGM kepada masyarakat.
Kemudian, pada tahun 2016, UGM mendirikan Rumah Inovasi Daur Ulang (RinDU) yang menjadi laboratorium daur ulang sampah dan limbah.
“Konsep pengolahan sampah berbasis 3R atau Reduce, Reuse, Recycle,” beber Dina.
Adapun pengelolaan sampah dilakukan dengan beberapa metode.
Metode tersebut diantaranya adalah komposting untuk pengolahan sampah organik menjadi pupuk, metode pirolisis untuk pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar, dan mengguankan incinerator untuk pengolahan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
3. Penciptaan sistem pengelolaan limbah masker dan sarung tangan plastik
Tak hanya itu, PIAT UGM berkolaborasi dengan sejumlah mitra juga membuat sistem pengelolaan limbah masker dan sarung tangan plastik selama pandemi Covid-19.
Sistem tersebut adalah Dropbox-Used Mask (Dumask) yang bertujuan menyediakan jalur pembuangan masker dan sarung tangan bekas dari masyarakat umum yang aman dan ramah lingkungan.
Dropbox diletakkan di sejumlah lokasi lalu petugas akan mengambil sampah medis untuk dihancurkan dengan pemanasan bersuhu tinggi (pirolisis).
4. Pembuatan mesin pencacah plastik
“Ada juga mesin pencacah plastik yang bisa dipakai sebagai bahan campuran aspal. Alat itu diciptakan oleh peneliti Fakultas Teknik UGM,” terang Dina.
Peneliti itu adalah Muslim Mahardika, Ph.D dan melibatkan peneliti lain.
Mesin pencacah plastik kresek ini dibuat pada awal 2018 silam untuk mengolah sampah plastik menjadi produk bernilai tambah, termasuk mengurangi sampah plastik yang ada di masyarakat.
Hasil cacahan plastik tersebut sebagai bahan daur ulang plastik yang digunakan oleh pabrik daur ulang plastik dan juga sebagai bahan campuran aspal.
“Mesin ini menghasilkan cacahan plastik kresek yang bisa disesuaikan kebutuhan, ukuran cacahan bisa disetel 1-4 milimeter. Sedangkan pada mesin pencacah plastik di pasaran bisanya menghasilkan ukuran sekitar 0,5 cm,” jelas Muslim Mahardika pada tahun 2019.
Tidak hanya itu, mesin pencacah plastik ini juga memiliki sejumlah keunggulan lain yakni berdaya rendah yakni 2-5 HP. Sementara mesin serupa di pasaran biasanya berdaya 7-10 HP. Satu HP setara dengan 745,7 watt.
Mesin ini dibuat dari enam komponen utama, yaitu tempat penampung hasil cacahan plastik kresek (hopper), motor listrik, roda gila (fly wheel), belt, poros, serta pisau statis dan pisau dinamis.
Bentuk mesin dibuat tidak jauh berbeda dengan mesin yang ada di pasaran. Memiliki ukuran panjang mesin 1 meter, tinggi 1,7 meter, dan lebar 1 meter.
“Sebagian besar mesin ini dibuat dengan memanfaatkan komponen lokal,” jelasnya.
5. Biogas Power Plant Gamping
“Inovasi lain yang dikembangkan peneliti UGM adalah Biogas Power Plant Gamping yang ada di Pasar Buah Gemah Ripah, Gamping, Yogyakarta,” terang Dina lagi.
Instalasi ini dibangun pada 2011 lalu Waste Refinery Center UGM bersama dengan Koperasi Gemah Ripah Gamping, Pemda Sleman, serta Pemerintah Swedia untuk mengolah sampah buah di pasar tersebut menjadi biogas sekaligus mengurangi pembuangan sampah yang akan dibawa ke TPA Piyungan.
Lewat pengolahan sampah buah menjadi biogas mampu membangkitkan listrik yang dimanfaatkan oleh pedagang pasar di kawasan tersebut.
Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), UGM membantu masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangga.
“Dalam tahap awal program ini dilakukan di sekitar kampus UGM dan nantinya akan digerakkan secara lebih luas di berbagai daerah di tanah air,” jelas Dina.
Mahasiswa KKN UGM akan membantu warga dalam mengelola sampah yang baik di tingkat desa sebelum dibuang ke TPA.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan keunikan masyarakat di wilayah masing-masing.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul 5 Cara Mengolah Sampah ala UGM, Siapa Tahu Bisa Diterapkan di Yogyakarta,
DPRD Kaltim Minta Program Makanan Bergizi Gratis di Kota Samarinda Dievaluasi |
![]() |
---|
Fotografer Running Menjamur di Tempat Olahraga di Kota Samarinda |
![]() |
---|
Infrastruktur Jalan Kaltim Butuh Perhatian, DPRD: Jangan Mengejar Angka Saja |
![]() |
---|
Wujudkan Generasi Emas 2045, PKK Samarinda Luncurkan Program Unggulan DASTER |
![]() |
---|
Curanmor di Jalan Mas Penghulu Gang 3, Polsek Samarinda Seberang Amankan Seorang Pemuda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.