Pilkada Kaltim 2024

Tanggapan Pengamat Komunikasi Politik Fisipol Unmul Terkait Maraknya Survei di Pilkada Kaltim 2024

Hasil survei dari lembaga yang belum diketahui kredibilitas dan legalitasnya di Pilkada Kaltim 2024 makin bertebaran

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Pengamat Komunikasi Politik, Akademisi yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) dari Universitas Mulawarman (Unmul) Dr. Silviana Purwanti, menanggapi fenomena soal survei atau hasil jajak pendapat di Pilkada 2024. 

Kemudian PSI menunjukkan persentase terpilihnya Rudy-Seno sebesar 51,6 persen, dan Isran-Hadi hanya 30,1 persen saja. 

Tentu ini jadi tanda tanya besar di tengah masyarakat, terkait mana hasil jajak pendapat yang bisa dipercaya.

Terlebih konstelasi politik pilkada, hasil survei bisa mempengaruhi opini hingga berujung pada hasil pemilihan.

Silvi berharap, KPU bisa memastikan lembaga survei mana yang tidak masuk kualifikasi, termasuk menampilkan sepak terjang lembaga tersebut seperti apa. 

Bukan tidak mungkin ada lembaga survei yang dibuat–buat saat baru mendekati momen pilkada kali ini saja. 

Apalagi dalam pilkada kali ini ia melihat ada simbiosis mutualisme antara paslon dan lembaga survei.

“Lembaga survei perlu pendanaan, sementara paslon perlu stimulus dari hasil survei. Maka, KPU perlu memastikan lembaga mana saja yang layak agar bisa dipercaya masyarakat,” menurut Silvi.

Ia meminta KPU juga, membuat kampanye yang diarahkan pada publik dan target jangkauan audiens luas. 

Mengangkat tema, jargon atau yang merangsang masyarakat agar terbangun kesadarannya sebagai pemilih, sehingga literasi politik terbangun.

“Maka seharusnya penyenggara jeli mengenai hal ini dan saya rasa masih efisien. Seperti kata-kata menghindari hoaks, hindari politik uang dan sebagainya,” ungkapnya.

Momen Pilkada sendiri yang telah masuk dalam masa kampanye membuat masyarakat sebagai pemilih, mesti memakai logika berpikir yang benar. 

Tentu mengingat bahayanya word of mouth (dari mulut ke mulut) yang memungkinkan terjadi reduksi dalam menangkap informasi politik, agar masyarakat terhindar dari misinformasi yang bertebaran di berbagai platform media. 

“Sekali lagi, ini berkaitan dengan daya baca dan tingkat literasi tiap individu. Saya kira hanya ini yang bisa dilakukan dalam waktu dekat ini,” jelasnya.(*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved