Berita Nasional Terkini

Pakar Ungkap Kejanggalan Kasus Impor Gula Tom Lembong, Kejagung: Tersangka Tak Harus Terima Uang

Pakar ungkap kejanggalan dalam kasus impor gula Tom Lembong, Kejagung sebut tersangka tak harus terima uang.

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong ditahan terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Pakar ungkap kejanggalan dalam kasus impor gula Tom Lembong, Kejagung sebut tersangka tak harus terima uang. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pakar ungkap kejanggalan dalam kasus impor gula Tom Lembong, Kejagung sebut tersangka tak harus terima uang.

Status tersangka mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kini ramai jadi polemik di tengah publik.

Diketahui sebelumnya Tom Lembong ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dalam kasus impor gula.

Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, kasus tersangkanya Tom Lembong mengandung kejanggalan karena kebijakan impor gula merupakan keputusan kolektif yang diterapkan oleh beberapa Menteri Perdagangan di era Presiden Jokowi.

Baca juga: Data Impor Gula Indonesia, tak Hanya di Era Tom Lembong, Daftar Mendag di Masa Pemerintahan Jokowi

"Sejak 2013, menteri-menteri perdagangan lain, seperti Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, dan Muhammad Lutfi, juga memberikan izin impor gula dengan alasan yang beragam, dari stabilisasi harga hingga menjaga pasokan dalam negeri," papar Achmad kepada Tribun, Kamis (31/10/2024).

Namun, Achmad menyebut, hanya Tom Lembong yang ditahan, sementara izin impor gula pada masa menteri-menteri lain berjalan tanpa tindakan hukum serupa.

Menurutnuya, keputusan menahan Lembong memberi kesan adanya standar ganda dalam penegakan hukum. 

Jika alasan utama penahanan adalah surplus gula pada 2015 saat izin diberikan, maka kondisi serupa pada masa menteri lainnya juga seharusnya dievaluasi. 

Hal ini, Achmad menilai semakin aneh mengingat data tahun-tahun berikutnya menunjukkan pola kebijakan yang sama, meskipun pemerintah sering mengklaim swasembada gula atau surplus gula, seperti pada 2018, 2021, dan 2022. 

"Namun, izin impor terus diberikan dan bahkan mencapai angka tertinggi pada 2022. Kondisi ini mengundang spekulasi bahwa ada unsur tebang pilih dalam proses hukum terhadap Lembong," ucapnya.

Data impor gula 2013-2023 yang dirangkum Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat.
Data impor gula 2013-2023 yang dirangkum Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat. (HO via Tribunnews)

Kejagung: Jadi Tersangka Tak Harus Terima Uang

Hingga kini masih belum terungkap kepastian apakah ada aliran dana dari kasus dugaan korupsi impor gula yang mengalir ke Tom Lembong.

Tom Lembong juga dijadikan tersangka karena berperan dalam membuat kebijakan untuk impor gula disaat kondisi gula dalam negeri sedang surplus.

Baca juga: Daftar Kritik yang Pernah Dilontarkan Tom Lembong, dari IKN Kaltim hingga Hilirisasi Nikel

Banyak yang mempertanyakan, apakah seseorang benar-benar bisa dijadikan tersangka hanya karena berperan dalam pembuatan kebijakan saja.

Lalu muncul juga dugaan adanya politisasi dalam kasus dugaan korupsi impor gula ini.

Menanggapi polemik tersebut, Kejagung pun menegaskan bahwa seseorang tetap bisa dijadikan tersangka tindak pidana korupsi tanpa harus terbukti menerima aliran dana.

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengenakkan rompi tersangka dari Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi impor gula di tahun 2015. | Kejagung buka suara soal status tersangka yang diberikan pada eks Mendag Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengenakkan rompi tersangka dari Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi impor gula di tahun 2015. | Kejagung buka suara soal status tersangka yang diberikan pada eks Mendag Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula. (Kompas.com/ Tatang Guritno)

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar.

“Penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi ini, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3, tidak mensyaratkan seseorang harus menerima uang,” kata Abdul Qohar dilansir Kompas.com, Jumat (1/11/2024).

Abdul Qohar menjelaskan, saat seseorang melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenangnya demi menguntungkan pihak lain, maka itu sudah bisa memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

“Ketika perbuatan melawan hukum dilakukan atau kewenangan disalahgunakan untuk menguntungkan pihak lain atau korporasi, hal itu sudah memenuhi unsur pidana,” jelas Abdul Qohar.

Lebih lanjut Abdul Qohar menuturkan, penyidikan kasus yang menjerat Tom Lembong ini masih baru dimulai, sehingga prosesnya masih panjang.

Kini Kejagung pun tengah berusaha mengungkap seluruh aspek yang relevan dalam kasus korupsi ini.

“Penyidikan ini masih baru, baru dua hari sejak Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka."

“Prosesnya masih panjang, dan fokus kami adalah mengungkap seluruh aspek yang relevan sesuai unsur-unsur dalam pasal korupsi,” terang Abdul Qohar.

Untuk saat ini, yang menjadi fokus Kejagung dalam penyidikan kasus impor gula adalah periode 2015-2016 ketika Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Meski demikian Abdul Qohar tak menutup kemungkinan bahwa penyidik akan memeriksa keterlibatan pejabat lain dari periode selanjutnya.

“Saat ini, fokus penyidikan ada pada periode 2015-2016. Seiring berjalannya waktu, pemeriksaan terhadap pejabat yang terkait dalam kebijakan impor gula di periode selanjutnya juga mungkin dilakukan. Sabar, kami akan terus mendalami,” imbuh  Abdul Qohar.

Peran PT PPI dalam Kebijakan Impor Gula

PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebuah BUMN, telah aktif dalam impor gula sejak 2009, untuk mengatasi kekurangan stok gula nasional. 

Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, PPI diberikan mandat untuk menstabilkan persediaan gula domestik, tetapi keanehan muncul ketika tuduhan dari Kejaksaan Agung mengungkap bahwa gula yang diimpor dijual ke pihak swasta, bukan langsung ke publik.

"Jika benar terjadi kekurangan transparansi dalam praktik ini, maka PPI bukanlah satu-satunya pihak yang seharusnya bertanggung jawab, apalagi jika kebijakan impor gula ini telah berlangsung selama satu dekade di bawah berbagai kepemimpinan," katanya.

Lebih lanjut Ia menyampaikan, mengingat bahwa izin impor diberikan oleh berbagai Menteri Perdagangan dalam periode tersebut, logisnya seluruh pihak terkait, termasuk menteri-menteri lain, harus diperiksa. 

"Dengan hanya menahan Lembong, proses hukum tampak tidak konsisten," ujarnya.

Pada 2022, impor gula mencapai angka tertinggi selama satu dekade, menunjukkan bahwa pola impor dengan melibatkan PPI tetap berlangsung meskipun kondisi pasokan dalam negeri kerap kali cukup. 

"Kebijakan ini hanya membawa Lembong ke meja hijau, sementara menteri-menteri lain yang memprakarsai izin serupa tetap bebas dari tindakan hukum," tuturnya.

Tuduhan Terkait Surplus Gula yang Tidak Konsisten

Kejaksaan menuduh bahwa penetapan Lembong sebagai tersangka terkait dengan izin impor yang diberikan saat Indonesia dalam kondisi surplus gula berdasarkan rapat antarkementerian pada Mei 2015. 

Meskipun begitu, kata Achmad, kejanggalan muncul karena keputusan serupa berulang kali dilakukan oleh menteri perdagangan lainnya di era yang sama tanpa konsekuensi hukum.

Misalnya, pada 2018, pemerintah mengumumkan swasembada gula, namun tetap memberikan izin impor sebesar 4,6 juta ton.

Pada 2021 dan 2022, surplus gula nasional kembali diklaim, tetapi angka impor mencapai rekor tertinggi pada 2022 dengan lebih dari 6 juta ton. 

"Bahkan kebijakan impor beras menunjukkan pola serupa, pemerintah sering mengklaim swasembada, tetapi tetap mengimpor dengan alasan menjaga harga atau persediaan," tuturnya.

Tuduhan Manipulasi Transaksi dengan PT PPI

Kejaksaan menuduh bahwa Lembong memberikan izin impor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton kepada PT AP, sebuah perusahaan swasta, meskipun aturan mengharuskan impor gula dilakukan oleh BUMN. 

"Yang menjadi keanehan, Direktur Pengembangan Bisnis PPI, Charles Sitorus, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Jika benar Lembong yang memberikan izin, maka tanggung jawab seharusnya berada padanya, dan peran PPI perlu dipertanyakan secara lebih rinci," paparnya.

Sebagai BUMN, Achmad menyampaikan, PPI bertugas melaksanakan kebijakan dan distribusi gula yang diimpor sesuai izin dari kementerian, bukan untuk mengalihkan distribusi ke pihak swasta. 

"Tuduhan bahwa PPI menjual gula yang seharusnya didistribusikan ke masyarakat tanpa koordinasi juga menimbulkan pertanyaan," ucapnya.

"Jika PPI aktif dalam distribusi atau transaksi yang melanggar aturan, maka semestinya tanggung jawab operasional berada pada PPI, dan peran Lembong seharusnya terbatas pada pemberian izin," sambungnya.

Ia menyampaikan, tuduhan ini menimbulkan asumsi bahwa keterlibatan PPI dalam impor gula mungkin lebih besar dari sekadar pelaksana kebijakan dan bahwa dinamika internal PPI juga berpotensi mempengaruhi arah kasus ini.
 
Lebih lanjut Achmad mengatakan, kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum. 

"Untuk menjaga kredibilitas lembaga penegak hukum, sangat penting memastikan bahwa setiap pihak yang memiliki tanggung jawab atau pengaruh dalam pelaksanaan impor gula diperiksa," papar Ahcmad.

"Tanpa pemeriksaan menyeluruh, tindakan menahan Lembong seorang diri tampak sebagai upaya pengalihan tanggung jawab dan mencerminkan standar ganda dalam proses hukum," sambungnya.

Kejagung Dalami Kemungkinan Adanya Aliran Dana ke Tom Lembong di Kasus Impor Gula

Kejagung telah menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula.

Dalam kasus ini Tom Lembong berperan sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016 yang saat itu membuat kebijakan impor gula saat stok gula dalam negeri masih mencukupi.

Akibat kebijakan impor gula tersebut, negara pun mengalami kerugian hingga mencapai Rp 400 miliar.

Meski Kejagung telah menaksir total kerugian negara dalam kasus impor gula ini, Kejagung masih belum bisa memastikan ada tidaknya aliran dana yang mengalir ke Tom Lembong.

Menurut Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, pihaknya kini masih mencoba mendalaminya.

Namun yang jelas, Kejagung akan terus menghitung total kerugian negara serta dugaan aliran dana yang ada dalam kasus impor gula ini.

"Nah, terkait dengan kerugian keuangan negara yang sudah disampaikan, bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa."

"Dan mengenai aliran dana itu akan didalami juga. Apakah, karena kalau kita lihat, kan, tersangka sebagai regulator bersama dengan dari PT PPI dan perusahaan-perusahaan itu."

"Nah, apakah ada misalnya di situ unsur aliran dana tentu nanti akan terus didalami," kata Harli, Kamis (31/10/2024).

Duduk Perkara Kasus Impor Gula

Sebagai informasi, Kejagung sebelumnya mengungkap bahwa pada 2016 lalu Tom Lembong telah menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia).

Surat tersebut berisikan tugas untuk pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula.

Di antaranya dengan cara melakukan kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah Gula Kristal Murni impor menjadi Gula Kristal Putih sebanyak 300.000 ton.

Hal itu dilakukan karena pada tahun 2016, Indonesia disebut dalam keadaan kekurangan Gula Kristal Putih sebanyak 200.000 ton.

Kemudian Charles Sitorus yang merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI diduga melakukan kongkalikong dengan 8 perusahaan swasta dalam melakukan impor.

Usai melakukan impor, delapan perusahaan swasta itu lalu mengolah Gula Kristal Mentah menjadi Gula Kristal Putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut.

Padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg.

Kerjasama mereka itulah yang kemudian diduga merugikan negara Rp 400 miliar.

Atas dasar itulah kini Kejagung masih mencoba menelusuri detail aliran dana dalam kasus impor gula ini.

"Nah, nanti itu juga bagian yang didalami, itu yang saya bilang tadi. Kenapa harus PT PPI harus membeli, lalu (dijual oleh perusahaan swasta) di atas harga HET (harga eceran tertinggi)."

"Misalnya dari 8 perusahaan itu, kan dia mendapat keuntungan. Nah, apakah misalnya ada aliran dana terhadap siapa saja? Nah, itu nanti sangat tergantung dengan keterangan yang akan berkembang," terang Harli.

Harli menegaskan, hingga kini pemeriksaan Kejagung terkait kasus impor gula ini masih berlangsung.

Untuk itu ia meminta publik untuk menunggu perkembangan kasus ini selanjutnya.

"Itu yang saya sebut tadi, bahwa pemeriksaan ini, kan, belum berhenti, kan, sangat terkait dengan bagaimana keterangan dari perusahaan-perusahaan ini. Nanti kita lihat lah," imbuh Harli.

Rugikan Negara Rp400 Miliar

Tom Lembong diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar terkait kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016.

Kejagung telah menetapkan Tom Lembong dan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara itu.

"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.

Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.

Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.

"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.

Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.

Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kejagung Bicara Soal Kasus Impor Gula Tom Lembong, Tegaskan Status Tersangka Tak Harus Terima Uang dan Tom Lembong Tak Sendirian, Menteri Perdagangan Lainnya Ikut Impor Gula: Harus Diperiksa

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved