Berita Nasional Terkini

Pengumuman UMP 2025 Ditunda hingga Akhir November, Menaker Bertemu Prabowo Dulu untuk Konsultasi

Pengumuman UMP 2025 ditunda hingga akhir November 2024, Menaker bertemu Presiden Prabowo Subianto dulu untuk konsultasi.

KOMPAS.com/FIRDA JANATI
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli saat ditemui dalam acara Jaknaker Expo 2024 di Balai Sudirman, Menteng Dalam, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2024). Pengumuman UMP 2025 ditunda hingga akhir November 2024, Menaker bertemu Presiden Prabowo Subianto dulu untuk konsultasi. 

Namun, Yassierli menyebut penetapan UMP menanti jadwal kepulangan Presiden Prabowo Subianto dari rangkaian lawatan luar negeri.

Saat Yassierli menyampaikan keterangan pada Selasa, Presiden Prabowo masih berada di Brasil untuk menghadiri KTT G20.

Sementara itu, pada Minggu pagi ini, Presiden Prabowo sudah mendarat di Tanah Air setelah menempuh perjalanan dari Uni Emirat Arab (UEA).

Pastikan UMP bakal naik

Menaker Yassierli sebelumnya juga mengisyaratkan besaran UMP 2025 mengalami kenaikan dari besaran UMP 2024.

Namun, ia belum dapat menyebutkan beberapa kepastian kenaikan itu.

Yassierli bilang, Presiden Prabowo sebelumnya berpesan agar UMP 2025 ditetapkan dengan memperhatikan kondisi buruh saat ini.

"Saya katakan Insya Allah pasti naik. Naik itu kan berapa? Naik 1 persen, 2 persen kan juga naik," katanya pada Selasa.

Ia pun menyebut menyatakan, besaran UMP yang bakal ditetapkan dalam waktu dekat akan membahagiakan buruh.

Di sisi lain menurutnya UMP tahun depan tidak akan membuat pengusaha (industri) khawatir.

Baca juga: Perkiraan Kenaikan UMP 2025, Besaran UMP Kaltim 2 Tahun Terakhir, Perbandingan di 37 Provinsi Lain

"Insya Allah itu (UMP 2025) membahagiakan buruh dan sekaligus juga teman-teman di industri enggak usah khawatir," ungkap Yassierli.

Ia juga mengonfirmasi kabar yang menyebut UMP 2025 bakal naik sebesar 5 persen dari UMP 2024.

Yassierli menegaskan, bisa saja kenaikan UMP lebih dari 5 persen atau di bawah angka itu.

 Sebab besaran UMP yang ada saat ini bervariasi dari berbagai provinsi.

Selain itu, UMP yang ada juga sebagian lebih tinggi daripada persentase KHL atau kebutuhan hidup layak.

"Jadi kami melihat satu angka enggak bisa. Jadi kita harus memberikan range, sehingga memberikan ruang sesuai dari amar dari MK itu adalah memberikan penguatan kepada Dewan Pengupahan Provinsi untuk dia memutuskan itu. Jadi bukan satu angka," tegasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved