Berita Bontang Terkini

Ketua Pengadilan Agama Bontang: KDRT dan Faktor Ekonomi Pemicu Tingginya Perceraian di Kota Taman

Menurut Ketua Pengadilan Agama Bontang, Nor Hasanuddin, jumlah ini menurun dibandingkan 2023 yang mencatat sekitar 450 perkara

Penulis: Muhammad Ridwan | Editor: Nur Pratama
IST via TribunJabar
Ilustrasi perceraian 

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi faktor utama tingginya angka perceraian di Kota Bontang. Sepanjang 2024, Pengadilan Agama Kota Bontang mencatat menangani 361 perkara, dengan 340 di antaranya merupakan kasus perceraian.

Menurut Ketua Pengadilan Agama Bontang, Nor Hasanuddin, jumlah ini menurun dibandingkan 2023 yang mencatat sekitar 450 perkara.

Namun, dominasi perceraian tetap menjadi perhatian serius.

“Ada 361 kasus selama 2024. Kalau perceraian saja ada 340 kasus, selain masalah perceraian ada 21 kasus,” ujarnya saat dihubungi Tribunkaltim.co, Rabu (18/12/2024).

Baca juga: 149 Jiwa Warga Bontang Masuk Kategori Miskin Ekstrem, Ini Cara Pemkot untuk Nolkan Tahun Ini

Menurutnya, KDRT dan masalah ekonomi jadi faktor utama perceraian selain itu perselingkuhan menjadi penyebab ketiga dan mayoritas gugatan diajukan perempuan berusia di bawah 40 tahun.

“Paling banyak yang mengajukan perceraian adalah perempuan usia 40 tahun ke bawah.

Mereka sebenarnya berada di usia produktif, tapi banyak dipicu masalah seperti KDRT, pihak ketiga, dan ekonomi,” jelasnya.

Hasanuddin menjelaskan Pengadilan Agama Bontang terus berupaya menekan angka perceraian dengan memaksimalkan mediasi. 

Dalam beberapa kasus, lembaga seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) juga dilibatkan, khususnya jika terdapat persoalan narkoba yang melibatkan pihak-pihak dalam perceraian.

“Kami mediasi sebaik mungkin, bahkan kalau ada suami yang terjerat narkoba, kami koordinasikan dengan BNN untuk rehabilitasi. Hak asuh anak, hak perempuan, dan masa iddah juga jadi pertimbangan penting,” tambah Hasanuddin.

Dari 340 kasus perceraian, sebanyak 76 di antaranya menjalani mediasi. Hasilnya, 6 pasangan berhasil berdamai, sementara 70 pasangan tetap memutuskan bercerai.

Hingga akhir 2024, sisa perkara yang belum selesai tercatat 15 kasus. Hasanuddin berharap angka perceraian dapat terus ditekan melalui berbagai langkah pencegahan.

“Kami berharap tren menurun ini berlanjut di tahun-tahun mendatang. Kesadaran masyarakat untuk menjaga keharmonisan rumah tangga perlu terus ditingkatkan,” tutupnya.(*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved