Tribun Kaltim Hari Ini
Komisi XI Kecipratan CSR Bank Indonesia, Anggota DPR RI Akui Dipakai untuk Kegiatan di Dapil
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai NasDem, Satori.
TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai NasDem, Satori.
Penyidik lembaga antirasuah memeriksa Satori sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Dalam pemeriksaan itu Satori menyampaikan dirinya menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan dana PSBI dan anggota Komisi XI DPR.
Satori, yang saat ini bertugas di Komisi VIII DPR, sempat menjadi anggota Komisi Keuangan DPR periode 2019-2024.
Baca juga: Biodata Heri Gunawan, Anggota DPR Fraksi Gerindra yang Diperiksa KPK Soal Dana CSR Bank Indonesia
Menurut Satori, seluruh anggota Komisi XI mendapatkan Program Sosial Bank Indonesia.
"Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat," kata Satori saat meninggalkan Gedung KPK Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan seusai pemeriksaan pada Jumat (27/12) malam.

Meski begitu, Satori mengatakan tidak ada suap dalam penggunaan dana PSBI.
"Enggak ada. Enggak ada uang suap itu," ucap dia.
Satori menyampaikan dana PSBI digunakan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihan (Dapil).
Ia mengatakan dana PSBI mengalir ke yayasan yang menyelenggarakan program-program sosial.
Namun Satori tidak menyebutkan yayasan apa saja yang menerima dana tersebut. Satori juga tidak menjawab pertanyaan soal nilai dana PSBI.
Selain memeriksa Satori, KPK juga memeriksa Heri Gunawan, anggota Fraksi Partai Gerindra.
Satori dan Heri merupakan anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024. Heri Gunawan telah menjabat sebagai anggota DPR RI sejak 2014.
"Hari ini saya dipanggil oleh KPK, sebagai warga negara yang baik tentunya saya hadir. Yang pasti hari
ini saya dipanggil sebagai saksi. Dan penjelasan sudah disampaikan kepada pihak KPK, sudah selesai
pemeriksaannya," kata Heri usai menjalani pemeriksaan di KPK selama kurang lebih selama 5,5 jam.
Heri yang datang ke KPK mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana bahan kelir hitam itu
mengaku hanya ditanya kurang lebih lima pertanyaan oleh penyidik.
Saat ditanya mengenai dirinya yang akan menjadi calon tersangka, Heri hanya tertawa.
"Hahaha, enggak tahu lah kalau itu, tanya penyidik saja ya," kata Heri.
Kepada awak media, Heri juga mengaku belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Belum (terima SPDP). Panggilannya kan sebagai saksi, baru kali ini. Jadi kalau ada berita yang
kemarin ke mana-mana, bingung saja. Nanti biar pihak penyidik yang menjelaskan," tuturnya.
Heri mengatakan penyidik KPK juga menyelisik dugaan keterlibatan seluruh anggota DPR RI Komisi XI.
Hal itu dikarenakan Komisi XI merupakan mitra BI.
"Semua, semua (anggota Komisi XI DPR). Itu kan sebagai mitra. Biar nanti pihak KPK yang menjelaskan," katanya.
Pada periode pertamanya, Heri sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI. Pada 2019,
Heri kembali terpilih sebagai anggota DPR dan menjabat sebagai Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi)
Partai Gerindra di Komisi XI yang merupakan mitra kerja Bank Indonesia.
Dia kembali terpilih dalam Pemilu 2024 dan kini menjadi anggota Komisi II DPR RI.
Dugaan Modus
KPK sempat membeberkan modus dugaan korupsi terkait dengan penyalahgunaan dana CSR dari Bank Indonesia.
Dijelaskan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan, dana CSR dari BI diduga digunakan tidak sesuai peruntukan. Jenderal polisi bintang dua itu menyebut ada yayasan yang tidak tepat
menerima dana CSR BI.
"BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen daripada sebagian itu diberikan ke yang tidak proper, kurang lebihnya seperti itu," kata Rudi di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).
"Yayasan, ada yayasan yang kita duga tidak tepat untuk diberikan," sambungnya.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu pernah menjelaskan bahwa CSR sendiri sejatinya tidak
masalah.
Tapi dalam perkara ini yang jadi persoalan adalah peruntukannya.
"Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Artinya, ada beberapa, misalkan CSR-nya ada 100, yang digunakan hanya 50, dan 50 sisanya tidak digunakan," kata Asep.
"Yang masalah 50 yang tidak digunakan tersebut. Dan ini digunakan misalkan untuk kepentingan pribadi, nah itu yang menjadi masalah. Kalau itu digunakan, misalkan yang tadinya untuk bikin rumah, ya bikin rumah. Bikin jalan dan bangun jalan, ya itu nggak jadi masalah," tambahnya.
KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk perkara ini pada 16 Desember 2024.
Kasus ini diduga melibatkan anggota DPR RI Komisi Xl periode 2019–2024.
Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah kantor pusat Bank Indonesia pada Senin, 16 Desember 2024.
Termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga turut diperiksa. Kemudian pada Kamis, 19 Desember 2024, penyidik KPK menggeledah kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK melakukan penyitaan berupa dokumen dokumen, surat-surat, barang bukti elektronik (BBE) dan catatan-catatan yang diduga punya keterkaitan dengan perkara.
Bank Indonesia melalui Kepala Departemen Komunikasi, Ramdan Denny Prakoso, mengakui adanya
penggeledahan oleh KPK.
"Bank Indonesia menerima kedatangan KPK di Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta pada 16 Desember 2024.
Kedatangan KPK ke Bank Indonesia untuk melengkapi proses penyidikan terkait dugaan penyalahgunaan CSR Bank Indonesia yang disalurkan," jelas Ramdan dalam keterangan tertulis, Selasa (17/12).
Ramdan menegaskan komitmen BI mendukung proses hukum yang berjalan.
"Bank Indonesia menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang dilaksanakan oleh KPK sebagaimana prosedur dan ketentuan berlaku, mendukung upaya-upaya penyidikan, serta bersikap kooperatif kepada KPK," tegasnya. (tribun network/ham/dod)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.