Berita Internasional Terkini

7 Orang Ditemukan Tewas dalam Serangan Israel di Gaza Usai Kesepakatan Gencatan Senjata

Tujuh orang ditemukan tewas dalam serangan Isareal di Gaza usai kesepakatan genjata senjata.

Editor: Nisa Zakiyah
Anadolu Agency/Ehssan Alsharıf
Tujuh orang ditemukan tewas dalam serangan Isareal di Gaza usai kesepakatan genjata senjata. 

TRIBUNKALTIM.CO - Tujuh orang ditemukan tewas dalam serangan Isareal di Gaza usai kesepakatan genjata senjata.

Hal ini dikonfirmasi oleh Badan pertahanan sipil Gaza, yang mengatakan bahwa sedikitnya tujuh orang tewas dalam serangan Israel terbaru di wilayah Palestina tersebut.

Serangan Israel ini diketahui terjadi hanya beberapa jam sebelum kabinet Israel bersiap untuk memberikan suara pada kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

"Kru kami mengeluarkan 5 orang yang tewas dan lebih dari 10 orang yang terluka dari bawah reruntuhan rumah... yang dibom oleh tentara Israel di daerah Al-Rimal di sebelah barat Kota Gaza," kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP.

Selain itu menurut pengakuan mereka, telah ditemukan jenazah dua orang lainnya yang tewas dalam sebuah serangan di "persimpangan Al-Sha'biya di pusat Kota Gaza".

Serangan itu terjadi sehari setelah Qatar dan Amerika Serikat mengumumkan gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas.

Untuk itu kesepakatan gencatan senjata ini diharapkan akan membuka jalan bagi berakhirnya perang di Gaza secara permanen.

20250116_Ilustrasi Militan Hamas
Ilustrasi. Badan pertahanan sipil Gaza mengatakan bahwa sedikitnya tujuh orang tewas dalam serangan Israel terbaru di wilayah Palestina tersebut.

Kesepakatan gencatan senjata tersebut akan dimulai pada hari Minggu (19/1) mendatang, bersamaan dengan pertukaran sandera dan tahanan.

Pada tahap awal gencatan senjata, seperti disepakati Israel dan Hamas, baru 33 orang sandera yang akan dibebaskan. 

Houthi dan Militan Irak Tangguhkan Operasi ke Israel setelah Gencatan Senjata Gaza Disepakati

Pasukan militan di Irak dan Yaman mengumumkan penangguhan serangan mereka terhadap Israel sebagai tanggapan atas kesepakatan gencatan senjata yang dicapai antara Israel dan gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza.

"Dengan perkembangan penting ini, kami mengumumkan bahwa kami akan menangguhkan operasi militer kami terhadap entitas tersebut sebagai bentuk solidaritas atas penghentian operasinya di Palestina, dan untuk memperkuat kelanjutan gencatan senjata di Gaza," kata Akram al-Kaabi, sekretaris jenderal Gerakan Nujaba, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada hari Rabu (15/1/2025) dan dibagikan kepada Newsweek oleh kantor pers kelompok Irak tersebut.

"Namun, beri tahu entitas perampas itu bahwa setiap kebodohan yang dilakukannya di Palestina atau kawasan itu akan ditanggapi dengan keras, dan bahwa kami masih siap sedia dan rudal serta pesawat nirawak kami telah dipersiapkan sepenuhnya," tambah Kaabi.

"Jika mereka kembali, kami akan kembali."

Mohammed Abdul Salam, juru bicara Ansar Allah Yaman, yang juga dikenal sebagai gerakan Houthi, menyatakan bahwa pertempuran kelompok itu mencapai puncaknya dengan deklarasi gencatan senjata di Gaza.

Namun, ia juga mengeluarkan peringatan kepada Israel.

Abdul Salam menyebut Israel sebagai entitas yang berbahaya bagi semua orang, karena agresinya yang terus-menerus atas Palestina merupakan ancaman bagi keamanan dan stabilitas kawasan.

Sumber lain dalam Ansar Allah mengatakan kepada Newsweek bahwa posisi resmi kelompok tersebut akan segera diumumkan oleh pemimpin kelompok, Abdul Malek al-Houthi.

Rincian Gencatan Senjata

Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah dikonfirmasi oleh Hamas serta mediator Mesir dan Qatar.

Israel belum secara terbuka mengonfirmasi kesepakatan tersebut.

Israel akan melaksanakan pemungutan suara dalam Kabinet Keamanan dan parlemen Israel pada hari Kamis (16/1/2025) sebelum meresmikan gencatan senjata.

Meskipun beberapa anggota garis keras dari koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menentang kesepakatan gencatan senjata, Netanyahu diperkirakan tidak akan mengalami kesulitan mendapatkan persetujuan mayoritas, menurut The Times of Israel.

Gencatan senjata diharapkan mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025, bersamaan dengan pembebasan sandera pertama yang akan dilakukan pada hari tersebut.

Kesepakatan kompleks tersebut menguraikan fase awal gencatan senjata selama enam minggu, yang mencakup penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza dan pembebasan sandera yang ditukar dengan tahanan Palestina di Israel.

Setelah kesepakatan diberlakukan, Hamas akan secara bertahap membebaskan 33 sandera Israel selama 42 hari pertama gencatan senjata, menurut beberapa media.

Tiga sandera pertama akan dibebaskan pada hari pertama, dan empat sandera lainnya akan dibebaskan pada hari ketujuh.

Setelah itu, tiga sandera akan dibebaskan setiap tujuh hari, dan 14 sandera terakhir akan dibebaskan pada minggu terakhir tahap pertama.

Lebih dari 1.000 warga Palestina di penjara-penajra Israel akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan 33 sandera tersebut.

Sandera Israel lainnya, yang berjumlah 65 orang, hanya akan dibebaskan jika kedua belah pihak dapat menyetujui tahap kedua gencatan senjata.

Negosiasi tahap kedua baru akan dimulai sekitar dua minggu setelah pertempuran berhenti. (*)

 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Houthi dan Militan Irak Tangguhkan Operasi ke Israel setelah Gencatan Senjata Gaza Disepakati

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Setelah Kesepakatan Gencatan Senjata, 7 Orang Ditemukan Tewas dalam Serangan Israel di Gaza

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved