Berita Nasional Terkini

Dugaan Korupsi Pertamina di Eranya, Jokowi Ngaku Tak Curiga: Kalau Ada, Sudah Digebuk dari Dulu!

 Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi merespons soal kasus korupsi Pertamina yang terjadi di eranya.

KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati
KASUS KORUPSI PERTAMINA - Potret Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Jokowi respons soal kasus korupsi Pertamina yang terjadi di eranya, ngaku tak curiga. (KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati) 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi merespons soal kasus korupsi Pertamina yang terjadi di eranya.

Kata Jokowi, ia tidak menaruh kecurigaan terhadap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

Pernyataan ini disampaikan Jokowi menyusul penyelidikan kasus blending pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang terjadi pada 2018-2023.

"Ya, kalau ada kecurigaan sudah digebuk (sejak) dulu," ungkap Jokowi saat berada di Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (6/3/2025).

Baca juga: Kejagung Sebut Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Berpeluang Dituntut Hukuman Mati

Jokowi Bicara soal Manajemen Pertamina dan Korupsi

KASUS KORUPSI PERTAMINA - Potret Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Jokowi respons soal kasus korupsi Pertamina yang terjadi di eranya, ngaku tak curiga. (KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati)
KASUS KORUPSI PERTAMINA - Potret Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Jokowi respons soal kasus korupsi Pertamina yang terjadi di eranya, ngaku tak curiga. (KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati) (KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati)

Jokowi menjelaskan bahwa Pertamina, sebagai perusahaan besar yang berada di bawah naungan BUMN, memerlukan manajemen yang kuat dalam mengelola semua proses yang ada.

Ia menekankan pentingnya proses seleksi yang ketat bagi manajemen, termasuk direksi dan komisaris.

"Dilihat oleh menteri BUMN, dilihat oleh menteri SDM, kemudian lewat TPA, baru masuk ke saya. Jadi semuanya lewat proses. Tidak bisa, apa semuanya secara ujug-ujug," katanya.

Jokowi juga menegaskan bahwa pengelolaan aset Pertamina sangat besar sehingga kasus yang muncul harus diselidiki secara menyeluruh.

"Kemudian kalau sekarang ada masalah tahun 2018 sampai 2023, ya diproses saja. Sesuai dengan proses hukum yang ada," tegasnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menambahkan, sepengetahuannya bahwa semua produk Pertamina telah diverifikasi dan diperiksa kelayakannya untuk dijual oleh Lemigas.

"Jadi semuanya ada proses. Produknya juga semuanya dites, dicek semuanya. Tapi ya apa pun namanya nyelewengan itu bisa aja, terjadi," jelasnya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya kecolongan terkait kasus yang baru terungkap pada tahun 2025, Jokowi menilai hal tersebut berkaitan dengan manajemen yang telah dijelaskan sebelumnya.

"Ya, sekarang ini manajemen besar ya, manajemen besar, manajemen besar. Saya kira manajemen kontrol oleh komisaris, manajemen kontrol oleh direksi harus detail," tutupnya.

Kejagung Sebut Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Berpeluang Dituntut Hukuman Mati

Tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga bisa dituntut hukuman mati.

Pasalnya peristiwa pengoplosan BBM Pertamax itu diduga dilakukan dalam periode 2018-2023.
Di mana dalam periode tersebut terjadi di Indonesia sedang dihantam pandemi Covid-19.

Peluang tuntutan hukuman mati itu disampaikan Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Kamis (6/3).

Kendati demikian, kata Burhanuddin, penyidik dari Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus melakukan pengembangan penyelidikan terkait kasus korupsi ini.

Baca juga: Kejagung Sebut Tak Ada Fakta Boy dan Erick Thohir Terlibat Kasus Korupsi Pertamina

Termasuk menilai apakah para tersangka layak untuk dituntut hukuman mati atau tidak.

"Kita akan melihat hasil nanti selesai penyelidikan ini, kita melihat dulu apakah ada hal-hal yang
memberatkan dalam situasi Covid melakukan perbuatan itu tentunya hukumannya lebih berat."

"Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati, tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini," ujar Burhanuddin.

Lebih lanjut, Burhanuddin mengatakan belum ada temuan baru dari penyidik terkait kasus mega korupsi ini.

Namun, ia mendesak agar penyidik dari Jampidsus Kejagung bekerja cepat untuk menyelesaikan kasus ini sehingga bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.

"Sampai saat ini masih seperti yang kemarin, belum ada hal-hal yang baru atau mungkin tersangka baru, belum."

"Saya minta kepada Jampidsus agar perkara ini segera selesai sehingga masyarakat lebih tenang lagi,
ditambah akan menghadapi hari raya seperti itu," jelas Burhanuddin.

Seperti diketahui, Kejagung telah mengungkap kerugian negara akibat korupsi di Pertamina yang
jumlahnya ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun.

Kerugian tersebut diyakini jauh lebih besar karena perkara tersebut berlangsung sejak 2018 hingga 2023.

Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus ini.

Dilakukan di Depo

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengonfirmasi, penyidik menemukan fakta hukum bahwa terjadi
pembelian dan pembayaran BBM RON 92 (Pertamax) oleh Pertamina Patra Niaga, namun jenis BBM yang diterima adalah RON 88 (Premium) atau RON 90 (Pertalite).

BBM RON 88 dan 90 kemudian di-blending atau diplos dan disimpan di depo milik PT Orbit Terminal Merak.

“Namun, perlu kami tegaskan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini telah dinyatakan tersangka dan ditahan,” ujar ST Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Kamis (6/3).

Ia menambahkan, terbongkarnya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang merupakan bentuk sinergitas dan kolaborasi antara Kejagung dengan Pertamina.

Hal tersebut dilakukan untuk membersihkan Pertamina supaya perusahaan pelat merah ini mencapai good corporate governance dan untuk perbaikan tata kelola BUMN.

ST Burhanuddin juga menegaskan, Kejagung tidak mendapat intervensi dari pihak manapun ketika
membongkar maupun menyidik kasus korupsi Pertamina Patra Niaga.

“Tidak ada intervensi dari pihak manapun melainkan murni sebagai penegakan hukum asta cita
pemerintahan Indonesia Emas 2045,” ujar ST Burhanuddin.

“Saat ini penyidik fokus menyelesaikan untuk bekerja sama dengan ahli keuangan untuk menghitung
kerugian keuangan negara yang benar dari 2018-2023,” tambahnya.

ST Burhanuddin menegaskan, BBM yang beredar saat ini sudah sesuai dengan spesifikasi karena praktik pengoplosan Pertalite jadi Pertamax terjadi pada 2018-2023.

Ia menjelaskan bahwa BBM adalah barang habis pakai dengan masa stok selama 21-23 hari sehingga
Pertamax hasil oplosan sudah tidak ada pada 2024 hingga seterusnya.

Peluang Tersangka Bertambah

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengungkapkan ada kemungkinan penambahan jumlah tersangka.

Penambahan ini bisa terjadi setelah penyidik melakukan pendalaman dalam kasus korupsi minyak mentah tersebut.

"Oh iya nanti kan dalam pengembangan bisa kita lihat (apakah ada penambahan jumlah tersangka)," kata Febrie setelah mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Rabu (5/3).

Febrie mengatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga masih menghitung angka kerugian negara
akibat perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023.

"Kerugian negara yang disampaikan itu baru perhitungan penyidik dan ini akan diperiksa dengan auditor BPK."

"Hingga saat ini kan masih didiskusikan, apakah ini nanti bisa bertambah atau berkurang, dilihat
komponen-komponennya didiskusikan," sambung Febrie.

Meski begitu, Febrie belum dapat mengungkapkan lebih jauh terkait hal tersebut.

"Nanti BPK secara resmi menyampaikan berapa kerugian negara terhadap kasus ini," kata Febrie.
(tribunnews/kps)

 
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi Bicara soal Manajemen Pertamina dan Korupsi"

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved