Berita Kaltim Terkini

Kajati Kaltim Bahas Masa Depan KUHAP di Unmul Samarinda, Revisi Sangat Penting

KUHAP yang baru nantinya harus mampu menciptakan keseimbangan dan harmonisasi antara institusi penegak hukum.

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
HO/Kejati Kaltim
BAHAS KUHAP - Pusat Kajian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) menggelar seminar bertajuk "Rencana Penerapan Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia" di Unmul Samarinda, Rabu (16/4/2025). (HO/Kejati Kaltim) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Pusat Kajian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) sukses menggelar seminar bertajuk "Rencana Penerapan Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia" pada Kamis (17/4/2025).

Di acara tersebut, dihadiri akademisi dan mahasiswa. Dalam kesempatannya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim, Iman Wijaya didapuk sebagai keynote speech.

Kegiatan yang diselenggarakan di Gedung Serbaguna Lantai IV Rektorat Universitas Mulawarman, Samarinda, dinilainya sebagai momen krusial reformasi hukum acara pidana Indonesia. 

Diketahuai Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menjadi panduan selama lebih dari 40 tahun.

Baca juga: Revisi UU KUHAP Pasal Penghinaan Presiden, Kasus Dapat Diselesaikan dengan Restorative Justice

Ini memerlukan pembaharuan sebagaimana sifat dari hukum yang senantiasa dinamis serta memerlukan perubahan untuk dapat beradaptasi dengan dinamika yang berkembang di dalam masyarakat.

Di sisi lain, perubahan hukum acara pidana merupakan suatu konsekuensi yuridis dengan akan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Januari 2026.

KUHAP yang baru nantinya harus mampu menciptakan keseimbangan dan harmonisasi antara institusi penegak hukum.

Koordinasi yang efektif sekaligus check and balance yang proporsional antara Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, serta institusi lain bukan sekadar pilihan.

"Melainkan keharusan dalam sistem Peradilan pidana modern,” ungkap Iman.

Revisi KUHAP Sangat Penting 

Ivan Zairani, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mulawarman sebagai narasumber juga sempat menyampaikan pentingnya pendekatan akademis dalam menelaah Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah menjadi perdebatan publik.

“Kita melihat bahwa dalam pembahasan KUHAP ke depan, terdapat banyak persoalan yang perlu dikaji lebih dalam secara akademis," tegasnya.

Ini penting agar ketika undang-undang tersebut disahkan dan mulai diberlakukan.

Baca juga: Tegaskan Bakal Tindak Tegas Jaksa Main Proyek, Kajati Kaltim: Kami Akan Terus Awasi

"Tidak langsung menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat yang berkepentingan dengan proses keadilan,” kata Ivan.

Menurutnya, perubahan paradigma hukum acara pidana seharusnya tidak lagi berlandaskan pada sistem kolonial, tetapi mengacu pada prinsip-prinsip KUHP nasional yang baru.

Ia berharap agar para legislator dapat menangkap isu-isu strategis yang muncul dalam diskusi akademik dan menjadikannya bahan pertimbangan dalam proses legislasi.

Prinsip dasar dalam KUHAP seharusnya sejalan dengan KUHP baru.

"Jangan sampai KUHAP disebut nasionalisasi, tapi substansinya masih kolonial,” imbuhnya.

Di samping itu, Ivan turut menberi perhatian terkait sistem penegakan hukum yang terintegrasi.

Mulai dari tahap penyelidikan, penuntutan, hingga proses peradilan. 

Hal ini dinilainya ada ketidaksinambungan antara tahapan tersebut dapat menghambat terwujudnya keadilan yang menyeluruh.

Baca juga: Kajati Kaltim Kunjungi PPU, Letakkan Batu Pertama Wisma Adhyaksa dan Rumah Rehabilitasi Narkotika

Sementara itu, Imelda, mahasiswa semester enam Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, turut menyampaikan pandangannya dari sudut mahasiswa.

Dia melihat revisi KUHAP sangat penting untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

“Perubahan pokok dalam KUHAP sangat diperlukan, terutama untuk menciptakan hukum acara pidana yang lebih substansial dan mengedepankan keadilan,” kata Imelda.

Sorotan juga dilihatnya pada perlunya harmonisasi antara KUHP dan KUHAP, serta menekankan pentingnya pengaturan baru seperti pemberian keputusan pemaaf oleh hakim.

Tentu ini mencerminkan prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanusiaan.

Tidak semua perbuatan pidana dilakukan karena niat jahat. Ada juga yang terjadi karena keadaan tertentu. 

"Oleh karena itu, penting adanya ruang bagi hakim untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut,” tuturnya. 

Imelda menutup dengan harapan agar kritik dari kalangan mahasiswa dan akademisi bisa menjadi masukan berarti bagi DPR RI dalam menyempurnakan RUU KUHAP.

“Kami juga ingin ini sebagai refleksi, sehingga hasil akhirnya benar-benar berpihak pada keadilan masyarakat,” katanya. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved