Berita Nasional Terkini

Bukan Pemulung, 9 Warga Sipil Korban Ledakan Amunisi Garut Jadi Buruh Buka Selongsong yang Dibayar

Bukan pemulung, 9 warga sipil korban ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut menjadi buruh buka selongsong yang dibayar Rp 150 per hari.

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA
LEDAKAN AMUNISI GARUT - Foto-foto bekas bungkusan mortir yang diledakan di Garur tersimpan di halaman rumah warga Desa Sagara, Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Selasa (13/5/2025). Bukan pemulung, 9 warga sipil korban ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut menjadi buruh buka selongsong yang dibayar Rp 150 per hari. (KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA) 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Kabupaten Garut, Jawa Barat menjadi tragedi 13 orang tewas termasuk di antaranya 9 warga sipil

Keluarga warga sipil yang jadi korban ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut membantah menjadi pemulung.

Keluarga menyebut bahwa warga sipil yang menjadi korban ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut adalah buruh buka selongsong yang dibayar Rp 150 per hari.

Tragedi ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut ini pun menyingkap praktik pelibatan warga sipil dalam aktivitas berisiko tinggi. 

Baca juga: Penyebab dan Kronologi Ledakan di Garut, Dudung Abdurachman Sebut Bukan karena Amunisi Kedaluwarsa

Salah satu warga, Agus Setiawan, mengungkap bahwa dirinya dan warga lainnya biasa dipekerjakan untuk membuka selongsong amunisi yang hendak dimusnahkan.

Agus (55), kakak kandung Rustiwan, salah satu korban tewas dalam ledakan amunisi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (12/5/2025), menolak adiknya disebut sebagai pemulung.

Menurut Agus, Rustiwan telah bekerja selama 10 tahun membantu TNI dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa, bukan hanya di Garut, tetapi juga di Yogyakarta dan daerah lainnya.

"Saya sebagai keluarga tak terima kalau adik saya disebut pemulung besi saat kejadian ledakan.

Adik saya sudah 10 tahun kerja ke TNI bantu pemusnahan amunisi," ungkap Agus saat ditemui di Kamar Mayat RSUD Pameumpeuk, Garut, Selasa (13/5/2025). 

Agus menyampaikan kebenaran tersebut saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang datang menjenguk keluarga korban di rumah sakit.

“Kami jadi buruh, Pak, buruh buka selongsong.

Per hari dibayar Rp150 ribu,” kata Agus kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat ditemui di rumah duka di Kampung Cimerak, Desa Sagara, Selasa (13/5/2025). 

LOKASI PEMUSNAHAN AMUNISI - Penampakan lokasi pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut Selatan, Jawa Barat. Lokasinya juga jauh dari permukiman warga sekitar. Papan peringatan tanda bahaya juga sudah terpasang di lokasi. Papan peringatan tersebut diletakkan di sisi jalan akses keluar masuk menuju lokasi pemusnahan bahan peledak. Papan peringatan tanda bahaya itu bertuliskan 'Dilarang Masuk, Daerah Penghancuran, Kecuali Tim Penghancuran' disertai gambar tengkorak. (Tangkapan Layar X(twitter)/@umbisambat)
PEMUSNAHAN AMUNISI GARUT - Penampakan lokasi pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut Selatan, Jawa Barat. Lokasinya juga jauh dari permukiman warga sekitar. Papan peringatan tanda bahaya juga sudah terpasang di lokasi. Bukan pemulung, 9 warga sipil korban ledakan amunisi kedaluwarsa di Garut menjadi buruh buka selongsong yang dibayar Rp 150 per hari.  (Tangkapan Layar X(twitter)/@umbisambat) (Tangkapan Layar X(twitter)/@umbisambat)

Agus mengaku pekerjaan itu bisa berlangsung belasan hari tergantung pada jumlah amunisi yang akan dihancurkan.

Selain menerima upah harian, ia juga mengandalkan penjualan sisa-sisa material amunisi seperti tembaga atau besi kepada pengepul.

Baca juga: Cerita Ilmansyah, Selamat dari Ledakan Amunisi di Garut, Tapi Kakaknya Jadi Salah Satu Korban Tewas

“Kadang Rp50 ribu, kadang Rp100 ribu dari jual rongsokan. Ada pengepulnya,” ujarnya.

Bahkan, menurut Agus, mereka yang sudah dianggap senior atau sesepuh bisa mendapatkan bayaran lebih tinggi, yakni sekitar Rp200.000 per hari. 

Penjelasan Kapuspen TNI

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menyatakan bahwa peristiwa ledakan ini terjadi saat tim TNI tengah memusnahkan amunisi aktif tak layak pakai di Gudang Pusat Munisi (Gupusmun) III Cibalong, Garut.

Kristomei membenarkan bahwa warga kerap mendatangi lokasi pemusnahan untuk mengambil sisa-sisa material, meski biasanya sudah ada imbauan agar menjauh.

“Mereka datang dengan tujuan mengambil sisa-sisa serpihan amunisi. Tembaga atau besi bekas dari granat atau mortir, itu yang biasanya masyarakat ambil,” ujar Kristomei.

Namun pada Senin (13/5/2025), aktivitas itu berubah menjadi bencana.

Ledakan hebat terjadi saat tim TNI menyusun sisa detonator di lubang ketiga. 

Tiga belas orang tewas, terdiri dari sembilan warga sipil dan empat prajurit TNI.

Identitas Korban Sipil

Berikut adalah sembilan warga sipil yang meninggal dunia:

  1. Agus bin Kasmin – Kp. Cimerak, Kec. Cibalong
  2. Ipan bin Obar – Kp. Cimerak, Kec. Cibalong
  3. Anwar bin Inon – Kp. Cidahon, Kec. Pameungpeuk
  4. Endang – Singajaya
  5. Yus Ibing bin Inon – Kp. Cidahon, Kec. Pameungpeuk
  6. Iyus Rijal – Kp. Cimerak, Kec. Cibalong
  7. Toto – Kp. Cimerak, Kec. Cibalong
  8. Dadang – Kp. Sakambangan, Kec. Cibalong
  9. Rustiawan – Kp. Cimerak, Kec. Cibalong

Baca juga: Tak Terima Korban Ledakan Amunisi di Garut Disebut Pemulung, Keluarga: Puluhan Tahun Kerja untuk TNI

Janji Gubernur: Tanggung Hidup Anak Korban 

Menanggapi tragedi ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan duka mendalam dan berjanji menanggung biaya hidup serta pendidikan anak-anak korban.

“Untuk anak-anaknya yang belum menikah, itu menjadi tanggung jawab gubernur. Pendidikannya, kehidupan sehari-harinya, biar nanti kami yang ambil alih,” ujarnya.

Selain itu, Pemprov Jabar akan memberikan santunan sebesar Rp50 juta per korban, termasuk biaya pemulasaraan jenazah dan bantuan lanjutan bagi anak-anak yang masih sekolah hingga kuliah.

Seluruh jenazah telah diserahkan ke keluarga dan dimakamkan di kampung halaman masing-masing. Sekretaris Daerah (Sekda) Garut, Nurdin Yana, mengungkapkan bahwa pemakaman berlangsung penuh haru.

“Kami atas nama Pemkab Garut mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya,” kata Nurdin.

Kepala DPPKBPPPA Kabupaten Garut, Yayan Waryana, menambahkan bahwa pihaknya menurunkan sembilan petugas untuk mendampingi keluarga korban dalam proses trauma healing.

Peledakan Amunisi Ketiga Jadi Titik Bencana

Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, menjelaskan bahwa tim pemusnah amunisi awalnya telah menyiapkan dua titik ledakan dan semuanya berjalan sesuai prosedur.

"Tim penyusun menyiapkan dua lubang sumur dan dinyatakan aman. Peledakan berhasil dilakukan," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Namun, saat mempersiapkan lubang ketiga untuk menghancurkan sisa detonator, tiba-tiba terjadi ledakan besar.

"Tiba-tiba terjadi ledakan hingga akibatkan 13 orang meninggal dunia," ungkapnya.

Mayjen Kristomei menyebut lokasi tersebut rutin digunakan sebagai tempat pemusnahan amunisi yang sudah kadaluarsa dan berada jauh dari permukiman.

Namun, warga sering datang untuk mencari logam sisa ledakan seperti tembaga dari granat atau mortir. "Itu yang biasanya masyarakat ambil," jelasnya.

Sebelum ledakan terjadi, warga disebut telah mendapat imbauan untuk menjauh. Namun kali ini, bencana tak terelakkan.

Hingga kini, pihak TNI dan aparat terkait masih menyelidiki penyebab pasti ledakan serta alasan keberadaan warga sipil di lokasi berbahaya tersebut.

"Lokasi disterilkan karena dikhawatirkan masih ada bahan berbahaya. Penyebab masih dalam penyelidikan," ujar Brigjen Wahyu.

Baca juga: Menhan hingga Dedi Mulyadi Berduka, 13 Orang di Garut Tewas dalam Ledakan Amunisi Kedaluwarsa

(*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved