Tahun Baru Islam

Kenapa Malam 1 Suro Tidak Boleh Keluar? Ini Amalan Malam Tahun Baru Islam 1 Muharram dan Pantangan

Salah satu kepercayaan yang banyak berkembang adalah larangan keluar rumah saat malam 1 Suro. 

Tribunnews.com
MALAM 1 SURO - Kirab malam satu suro. Kenapa malam 1 suro tidak boleh keluar? Ini amalan malam tahun baru islam 1 Muharram dan pantangannya (Tribunnews.com) 

TRIBUNKALTIM.CO - Malam 1 Suro atau 1 Muharram dalam kalender Hijriah selalu menjadi malam yang penuh makna bagi umat Islam, khususnya di Indonesia.

Adapun malam 1 Suro jatuh pada Rabu (26/6) malam.

Tidak hanya sebagai penanda Tahun Baru Islam, malam ini juga diselimuti berbagai tradisi, keyakinan, hingga amalan yang diyakini membawa keberkahan maupun perlindungan spiritual.

Bagi sebagian masyarakat, terutama di Jawa, malam ini dianggap sakral dan penuh aura mistis.

Salah satu kepercayaan yang banyak berkembang adalah larangan keluar rumah saat malam 1 Suro

 Konon, malam tersebut adalah waktu di mana energi spiritual sangat kuat, dan berbagai makhluk halus atau kekuatan gaib dipercaya sedang berkeliaran.

Karena itu, banyak orang tua menganjurkan agar anak-anak maupun anggota keluarga tidak melakukan aktivitas di luar rumah saat malam tersebut.

Baca juga: 9 Amalan Dianjurkan di Malam Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H, Lengkap Doa Akhir dan Awal Tahun

Namun di sisi lain, Islam juga mengajarkan bahwa malam 1 Muharram adalah momen penting untuk memperbanyak doa, muhasabah diri, dan melakukan amalan-amalan baik sebagai pembuka tahun yang baru.

Di antara amalan yang dianjurkan adalah membaca doa akhir dan awal tahun, memperbanyak istighfar, salat sunnah, serta bersedekah. Amalan tersebut bertujuan agar kita memasuki tahun baru dengan hati yang bersih dan penuh harapan kepada Allah SWT.

Peringatan Malam Satu Suro biasanya dilakukan setelah Magrib pada hari sebelum tanggal 1 Suro

Hal ini selaras dengan perhitungan dalam kalender Jawa dan Islam, di mana pergantian hari dimulai sejak terbenamnya matahari, bukan pukul 00.00 seperti dalam kalender Masehi.

Berikut deretan pantangan Malam 1 Suro yang dirangkum dari beragam sumber :

 1. Larangan Menikah di Malam 1 Suro

 Ilustrasi malam 1 Suro tidak bersamaan dengan malam 1 Muharam. (Tribun Jogja)
Larangan menikah di malam 1 Suro khususnya diberlakukan bagi masyarakat di Solo dan Yogyakarta.

Beberapa dari mereka mempercayai jika mengadakan hajatan pernikahan di bulan Suro akan mendatangkan malapetaka.

Dalam buku berjudul Panduan Syahadat (2015) oleh Taufiqurrohman, larangan malam 1 Suro dengan mengadakan hajatan pernikahan, dinilai akan membawa kesialan bagi pasangan pengantin dan seluruh orang yang terlibat dalam acara.

Ada pula yang mengatakan larangan menikah di malam 1 Suro, karena ini bulan "menantu" bagi Nyi Roro Kidul. Maka dari itu masyarakat setempat tidak diperkenankan mengadakan pernikahan karena akan membuat penguasa laut selatan murka dan meminta tumbal.

2. Larangan Bicara atau Berisik

Larangan malam 1 Suro yang paling sakral adalah “Tapa Bisu” atau berupa larangan berbicara.

Masyarakat di Solo dan Yogyakarta masih banyak yang melakukannya, khususnya di sekitar lingkungan keraton.

Masyarakat dilarang berbicara sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang buruk, hingga memanjatkan doa buruk karena diyakini bulan Suro segala ucapan dikabulkan. Selain dilarang berbicara, larangan malam satu Suro lainnya adalah makan, minum, bahkan merokok.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjelaskan, di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada peringatan malam satu Suro, melakukan arak benda pusaka mengelilingi benteng kraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Selama melakukan ritual mubeng beteng inilah masyarakat tidak diperkenankan atau ada larangan malam 1 Suro untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Ritual ini juga dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.

3. Larangan Membangun Rumah di Malam 1 Suro

Masyarakat Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta, ada larangan malam 1 Suro seperti membangun rumah.

Melansir dari berbagai sumber, hal ini tidak diperkenankan karena bisa membawa kesialan bagi pemiliknya.

Seperti akan mendatangkan sakit, penderitaan, seretnya rezeki, dan lain sebagainya.

4. Larangan Pindah Rumah di Malam 1 Suro

Larangan malam 1 Suro yang mirip adalah tidak diperbolehkan pindah rumah.

Dampak buruk dari melanggar larangan pindah rumah, sama dengan akibat ketika membangun rumah di malam satu Suro. Masyarakat menyebutnya pamali dan bisa mendatangkan kesialan.

5. Larangan Keluar Rumah di Malam 1 Suro

Keluar rumah di malam 1 Suro dilarang karena beberapa alasan.

Masyarakat Jawa mempercayai jika arwah leluhur yang sudah meninggal akan datang kembali ke rumah keluarganya pada malam satu Suro.

Ini alasan mengapa ada larangan malam 1 Suro seperti tidak boleh keluar rumah.

Selain itu, beberapa sumber menyatakan di malam satu Suro banyak jin yang berkeliaran dan dapat mencelakai manusia hingga membuat mereka sial.

6. Larangan Mengadakan Acara Lainnya di Malam 1 Suro

Larangan menggelar acara pernikahan di malam 1 Suro sudah sangat umum, ini termasuk larangan menggelar acara atau hajatan lainnya di malam satu Suro. Seperti hajatan sunatan, hajatan kelahiran, dan hajatan sejenisnya.

Mengapa larangan malam 1 Suro ini ada? Dalam buku berjudul Sajen dan Ritual Orang Jawa (2010) oleh Wahyana Giri, malam 1 Suro adalah malam yang suci serta bulannya penuh rahmat.

Di malam 1 Suro, beberapa orang Jawa Islam percaya, ini momen yang tepat mendekatkan diri kepada Tuhan bisa dengan cara membersihkan diri serta melawan nafsu manusiawinya.

Berikut adalah amalan-amalan utama yang dapat dilakukan pada malam 1 Muharram, yaitu pada Kamis malam, 26 Juni 2025, setelah waktu Maghrib:

1. Membaca Doa Akhir dan Awal Tahun
 
Amalan ini dimulai sejak akhir bulan Dzulhijjah, yakni pada tanggal 29 atau 30 Dzulhijjah, menjelang Maghrib. 

Bacaan doa akhir tahun dianjurkan dibaca sebelum waktu Maghrib. Sedangkan doa awal tahun dibaca setelah Maghrib pada tanggal 1 Muharram.

Contoh doa yang dianjurkan:

"Ya Allah, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah: 201).

Doa ini menjadi permohonan perlindungan dan harapan agar tahun baru diisi dengan kebaikan dunia dan akhirat.

2. Puasa Sunnah di Tanggal 1 Muharram
 
Puasa sunnah pada hari pertama bulan Muharram juga memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah SAW bersabda: "Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram." (HR Muslim).

Bagi yang mampu, disarankan untuk memulai tahun baru Islam dengan ibadah puasa sebagai bentuk kesungguhan dalam beribadah.

3. Memperbanyak Dzikir dan Membaca Al-Quran

Malam 1 Muharram juga menjadi waktu yang baik untuk memperbanyak dzikir serta membaca Al-Qur’an. 

Hal ini sebagai bentuk refleksi diri dan penguatan spiritual menyongsong tahun baru.

4. Melakukan Shalat Sunnah

Beberapa shalat sunnah yang bisa dikerjakan pada malam ini antara lain:

Shalat Tahajjud

Shalat Hajat

Shalat Taubat

Melalui shalat-shalat ini, umat Muslim bisa memohon ampunan, berkah, dan hidayah dalam menjalani tahun yang akan datang.

5. Bersedekah

Bersedekah di malam 1 Muharram termasuk amalan yang sangat dianjurkan. 

Selain memberi manfaat bagi sesama, sedekah juga menjadi sarana untuk membersihkan diri dari dosa-dosa masa lalu.

6. Memperbanyak Istighfar dan Memohon Ampunan

Tahun baru menjadi momentum tepat untuk memohon ampunan kepada Allah SWT. 

Perbanyak membaca istighfar dan berdoalah agar kesalahan yang telah lalu diampuni, serta diberikan kekuatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

7. Introspeksi Diri dan Muhasabah

Malam pergantian tahun Hijriah adalah waktu yang sangat baik untuk muhasabah atau introspeksi diri. 

Renungkan kembali amal perbuatan selama satu tahun terakhir dan buatlah tekad untuk memperbaiki diri di tahun yang baru.

8. Menyambung Silaturahmi

Tahun baru juga bisa dijadikan momentum untuk mempererat hubungan dengan keluarga, saudara, tetangga, dan sahabat. 

Silaturahmi yang tulus akan membuka pintu rezeki dan memperpanjang umur, sebagaimana disebutkan dalam hadis.

9. Berdoa untuk Keberkahan Tahun Baru Islam

Akhirnya, jangan lupa untuk memanjatkan doa dan harapan terbaik di awal tahun Hijriah. 

Mohonlah kepada Allah SWT agar diberikan kesehatan, kelapangan rezeki, keberkahan usia, dan keselamatan dunia-akhirat sepanjang tahun ini.

Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Islam

Dikutip dari Habib Sayid Utsman bin Yahya dalam kitab Maslakul Akhyar, berikut bacaan doa Nabi Muhammad saat pergantian tahun baru Islam:

Doa Akhir Tahun Islam

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْه وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّي وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ

Allâhumma mâ ‘amiltu min ‘amalin fî hâdzihis sanati mâ nahaitanî ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta fîhâ ‘alayya bi fadhlika ba‘da qudratika ‘alâ ‘uqûbatî, wa da‘autanî ilat taubati min ba‘di jarâ’atî ‘alâ ma‘shiyatik. Fa innî astaghfiruka, faghfirlî wa mâ ‘amiltu fîhâ mimmâ tardhâ, wa wa‘attanî ‘alaihits tsawâba, fa’as’aluka an tataqabbala minnî wa lâ taqtha‘ rajâ’î minka yâ karîm.

Artinya:

“Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Karenanya aku memohon ampun kepada-Mu. Ampunilah aku. Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah pupuskan harapanku. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”

Doa Awal Tahun Islam

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

Allâhumma antal abadiyyul qadîmul awwal. Wa ‘alâ fadhlikal ‘azhîmi wa karîmi jûdikal mu‘awwal. Hâdzâ ‘âmun jadîdun qad aqbal. As’alukal ‘ishmata fîhi minas syaithâni wa auliyâ’ih, wal ‘auna ‘alâ hâdzihin nafsil ammârati bis sû’I, wal isytighâla bimâ yuqarribunî ilaika zulfâ, yâ dzal jalâli wal ikrâm.

Artinya:

“Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”

Waktu yang Tepat untuk Membaca

Doa akhir tahun biasanya dibaca menjelang waktu Maghrib pada hari terakhir bulan Zulhijah, yang tahun ini jatuh pada Kamis sore, 26 Juni 2025.

Waktu tersebut menjadi momen yang tepat bagi umat Islam untuk merenungkan segala amal perbuatan yang telah dilakukan selama setahun penuh.

Sedangkan, untuk doa awal tahun yaitu setelah matahari terbenam pada tanggal 27 Juni 2025, umat Islam memasuki tahun baru 1 Muharam 1447 Hijriah. Pada saat inilah doa awal tahun dibaca, sebagai bentuk permohonan perlindungan dan bimbingan dalam menapaki tahun yang baru.

Keutamaan Bulan Muharram

1. Menghapus dosa setahun lalu dengan puasa Asyura

Puasa sunnah di bulan Muharam sangat dianjurkan, sebagaimana Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulan Muharam dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam," (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan mulia ini, terutama pada hari ke-10 yang disebut dengan puasa Asyura. Puasa di hari Asyura dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Qatadah r.a.:

Rasulullah SAW. pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab, "Puasa Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat," (H.R. Muslim).
 
Selain puasa 10 Muharam, umat Islam juga dianjurkan berpuasa pada tanggal 9 Muharam (puasa tasu’a) dan 11 Muharam. Inilah yang membedakan umat Islam dengan umat Yahudi, yang mana mereka hanya berpuasa di hari Asyura.

2. Dilapangkannya rezeki bagi yang menafkahi keluarga

Amalan sunnah yang dapat dilakukan oleh kaum muslimin pada tanggal 10 Muharam ialah menafkahi atau menambah uang belanja untuk keluarga.

Momentum ini dapat dimanfaatkan bagi para kaum muslimin yang memberi kelapangan untuk keluarganya di hari Asyura, maka insyaallah rezekinya akan dilapangkan oleh Allah.

3. Bulan terjadinya peristiwa-peristiwa agung

Bulan Muharram dianggap mulia terutama pada hari Asyura dikarenakan banyak peristiwa agung bagi para nabi yang terjadi pada bulan tersebut. Beberapa di antaranya ialah:

- Diterimanya taubat Nabi Adam as setelah sebelumnya dikeluarkan dari surga

- Diselamatkannya Nabi Nuh as dan kaumnya dari kapal setelah banjir bandang

- Diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari Raja Namrud yang membakar tubuhnya

- Dibelahnya laut merah untuk Nabi Musa as dan Bani Israil, serta ditenggelamkannya raja Fir’aun dalam lautan

- Dikeluarkannya Nabi Yunus as dari perut ikan nun (ikan paus yang sangat besar)

- Disembuhkannya Nabi Ayyub as atas penyakitnya yang menjijikan

- Diampuninya Nabi Muhammad SAW dari kesalahan yang telah lewat dan yang akan datang.

Sejarah Peristiwa 1 Muharram
Muharam adalah bulan pertama yang ada di kalender Islam.

Kalender ini disebut juga dengan penanggalan Qomariyah atau Hijriyah.

Jika ditelusuri dari riwayat para ulama pakar tarikh yang terkemuka, tarikh Islam mula-mula ditetapkan oleh Umar bin Khattab Ra ketika ia menjadi khalifah pada tahun 17 Hijriyah.

Ditinjau kisahnya, hal ini terjadi dikarenakan pada suatu hari, Umar menerima sepucuk surat dari sahabatnya yang bernama Abu Musa Al-Asyari RA.

Tetapi surat tersebut tanpa dibubuhi tanggal dan hari pengirimannya.

Kondisi ini tentu menyulitkan bagi Umar untuk menyeleksi surat yang mana terlebih dahulu yang harus diurusnya.

Karena ia tidak menandai antara surat yang lama dan yang baru.

Dengan demikian, Umar mengadakan musyawarah dengan orang yang terpandang dikala itu untuk membicarakan serta menyusun masalah tarikh Islam.

Singkatnya, musyawarah ini diselenggrakan Umar bersama para sahabatnya dan menghasilkan beberapa pilihan tahun bersejarah untuk dijadikan sebagai patokan memulai tarikh Islam tersebut.

Diantaranya, tahun kelahiran Nabi Muhammad, tarikh kebangkitannya menjadi Rasul, tahun wafatnya, atau ketika Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah.

Dari berbagai pilihan tersebut, akhirnya ditetapkanlah bahwa tarikh Islam dimulai dari hari hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Makkah menuju Madinah menjadi awal tarikh Islam, yaitu awal tahun Hijriyah.

Sejarah 1 Suro

Tradisi peringatan 1 Suro bermula pada masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam. 

Dalam sistem penanggalan Jawa, bulan Suro dimaknai sebagai bulan yang penuh kesucian dan diyakini memiliki kekuatan spiritual yang tinggi.

 Selama bulan ini, masyarakat Jawa—terutama yang masih memegang nilai-nilai Kejawen—dianjurkan untuk melakukan perenungan diri, serta berdoa agar diberi keselamatan dan keberkahan dalam menyongsong tahun yang baru. 

Karena nilai sakral inilah, muncul sebuah larangan tidak tertulis yang menyatakan bahwa menyelenggarakan pesta atau acara besar pada bulan Suro dianggap kurang tepat.

Larangan ini bukan sekadar mitos. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja ketiga Mataram Islam yang memerintah pada 1613–1645, adalah tokoh penting di balik lahirnya kalender Jawa yang dipadukan dengan unsur kalender Hijriah. 

Penyatuan kedua sistem kalender ini terjadi pada Jumat Legi, Jumadil Akhir 1555 Saka, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1633 Masehi.

Sultan Agung ingin menciptakan satu momentum khusus bagi seluruh rakyat—dari berbagai lapisan—untuk menyucikan diri dari hal-hal negatif dan mengevaluasi perjalanan hidup mereka. 

Maka, bulan Suro pun dipilih sebagai waktu yang tepat untuk memperkuat sisi batiniah masyarakat, jauh dari hiruk-pikuk urusan duniawi.

Dari sinilah asal muasal mengapa masyarakat Jawa menghindari pesta meriah di bulan Suro, dan lebih memilih menarik diri untuk introspeksi dan mendekatkan diri secara spiritual.

Hingga kini, nilai-nilai tradisi Suro masih dijaga dan diwariskan, terutama di kota-kota seperti Yogyakarta dan Surakarta (Solo). 

Bahkan, berbagai rangkaian acara bulan Suro tak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tapi juga telah menjadi daya tarik wisata yang kuat di kedua daerah tersebut.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Kapan 1 Muharram? Daftar 9 Amalan Bisa Dikerjakan saat Tahun Baru Islam

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Baru Islam 1447 H, Lengkap dengan Sejarah dan Keutamaannya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kapan Waktu yang Tepat Baca Doa Akhir dan Awal Tahun Baru Islam 1 Muharam 1447 H? Ini Penjelasannya"

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Kapan Malam 1 Suro 2025 dan Daftar Pantangannya, Dilarang Keluar Rumah di Momen Sakral Ini?

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved