Berita Nasional Terkini

Kasus Juliana Marins Jatuh di Gunung Rinjani akan Dibawa ke Pengadilan Internasional? Langkah Brasil

Kasus Juliana Marins yang jatuh di Gunung Rinjani bakal dibawa ke Pengadilan Internasional? Langkah Brasil usai jenazah Juliana Marins tiba di Brasil

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM
KEMATIAN JULIANA MARINS - Jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil tiba di RS Bhayangkara Mataram. Kasus Juliana Marins yang jatuh di Gunung Rinjani bakal dibawa ke Pengadilan Internasional? Langkah Brasil usai jenazah Juliana Marins tiba di Brasil. (KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM) 

TRIBUNKALTIM.CO - Kasus kematian Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan dibawa ke Pengadilan Internasional

Jenazah Juliana Marins yang jatuh di Gunung Rinjani, Lombok, NTB  tiba di kampung halamannya di Brasil Senin (1/7/2025) waktu setempat. 

Setelah jenazah Juliana Marins tiba di kampung halamannya, Pemerintah Brasil melakukan sejumlah upaya untuk menyelidiki kematian warganya.

Selain itu, pengacara keluarga menyebutkan akan langkah seseuai dengan kerangka hukum Brasil.

Baca juga: Serbuan Rating 1 Google Maps Hutan Amazon, Netizen Indonesia vs Brasil Usai Kematian Juliana Marins

Jenazah Juliana Marins (26) yang jatuh di Gunung Rinjani, Lombok, NTB telah tiba di kampung halamannya di Rio de Janeiro, Brasil, pada Selasa (1/7/2025) malam waktu setempat. 

Jenazah pendaki Brasil itu diangkut menggunakan pesawat militer Angkatan Udara Brasil (FAB) dari Bandara Internasional Guarulhos, setelah sebelumnya tiba di Pulau Governador, Zona Utara Rio, dengan penerbangan Emirates dari Dubai.

Setibanya di Rio, jenazah langsung dibawa ke Institut Medis Hukum Afrânio Peixoto (IML) dengan pengawalan polisi dan dukungan dari Departemen Pemadam Kebakaran.

Meskipun autopsi pertama telah dilakukan di Bali, keluarga Juliana meminta autopsi ulang karena merasa penyebab kematiannya belum sepenuhnya jelas.

Menurut pengacara keluarga, Taísa Bittencourt Leal Queiroz, permintaan autopsi kedua dilandasi oleh kekhawatiran terkait ketidakjelasan waktu dan penyebab pasti kematian.

"Sangat penting [untuk melakukan analisis baru pada jenazah] guna mengklarifikasi penyebab kematian.

Ini adalah cara untuk memastikan bahwa keluarga menerima penilaian dalam kerangka hukum Brasil," ujar Taísa kepada media Brasil Globo.

Autopsi pertama terhadap jenazah dilakukan pada Kamis (26/6/2025) di sebuah rumah sakit di Bali, segera setelah proses evakuasi dari kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani selesai.

Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Juliana meninggal akibat sejumlah patah tulang dan luka dalam.

Ia tidak mengalami hipotermia dan diperkirakan sempat bertahan hidup selama sekitar 20 menit setelah mengalami trauma fisik.

Namun, keluarga merasa hasil tersebut belum memberikan penjelasan memadai, terutama terkait dugaan keterlambatan penanganan dan penyelamatan oleh otoritas Indonesia.

Bakal Ada Penyelidikan Internasional?

Kantor Pembela Umum Federal Brasil (DPU) telah meminta Kepolisian Federal (PF) untuk membuka penyelidikan atas kasus kematian Juliana.

Jika ditemukan dugaan kelalaian oleh otoritas Indonesia dalam memberikan bantuan, kasus ini dapat dibawa ke Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika (IACHR), sebuah lembaga independen yang berbasis di Washington, DC.

"Kami menunggu laporan [dari pihak berwenang Indonesia], dan begitu laporan itu tiba, kami akan menentukan langkah selanjutnya," kata Taísa.

Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mendukung keluarga dalam langkah hukum yang mereka pilih, termasuk kemungkinan menggugat secara internasional jika ditemukan pelanggaran hak asasi manusia.

Apa Itu Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika (IACHR)?

IACHR adalah badan otonom di bawah Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) yang didirikan pada tahun 1959.

Misinya adalah melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia di negara-negara anggota OAS, termasuk Brasil.

IACHR tidak memiliki wewenang eksekusi seperti pengadilan, tetapi memiliki kekuatan moral dan politik untuk mendesak negara-negara memperbaiki kebijakan atau praktik yang melanggar hak asasi manusia.

Jika IACHR menerima pengaduan dan mengakui adanya pelanggaran, mereka dapat mengeluarkan rekomendasi kepada negara yang bersangkutan.

Meskipun tidak mengikat secara hukum, keputusan IACHR kerap memberikan tekanan diplomatik dan opini publik yang besar.

Bapak Juliana Marins: Anakku Mati Sendirian di Gunung

Juliana, perempuan 26 tahun yang tengah menjalani perjalanan keliling Asia, terjatuh dari tebing setinggi 600 meter di kawasan Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. 

Ia sempat hilang dan baru ditemukan empat hari kemudian oleh tim SAR Indonesia dalam keadaan tak bernyawa.

Kini, Manoel mendesak agar dilakukan autopsi ulang terhadap jasad anaknya dan menyalahkan langsung pemandu pendakian serta pengelola taman nasional atas kelambanan proses penyelamatan yang fatal.

Ayah Juliana: Putri Saya Ditinggal Sendirian, Tak Ada yang Menjaga

Dalam wawancara dengan stasiun TV Brasil Fantástico, Manoel menyebut nama pemandu pendakian, Ali Musthofa, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab setelah pengelola taman nasional.

“Menurut saya, pemandunya lalai karena meninggalkan Juliana sendiri selama hampir satu jam hanya untuk merokok,” kata Manoel.

Ia juga mengkritik pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani karena terlambat menghubungi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), padahal waktu penyelamatan sangat krusial.

“Yang paling saya anggap bertanggung jawab adalah koordinator taman nasional. Mereka lambat bertindak, dan nyawa anak saya tak terselamatkan,” ujarnya.

Ali Musthofa, pemandu lokal yang mendampingi Juliana dalam perjalanan mendaki, telah memberikan klarifikasi dan membantah bahwa dirinya lalai.

Dalam wawancara dengan media Brasil O Globo, Musthofa mengakui memang Juliana tertinggal karena merasa lelah, namun ia membantah keras meninggalkannya terlalu lama.

“Saya hanya menjauh selama 3 menit, dan saya terus melihat ke belakang. Saat saya kembali, Juliana sudah tidak ada,” ujar Musthofa.

Ia menyebut melihat cahaya senter di bawah tebing dan mendengar suara minta tolong.

“Saya dengar Juliana berteriak. Saya bilang padanya: tunggu bantuan. Saya mencoba terus berteriak, agar dia tetap sadar,” tambahnya.

Musthofa kini menjadi bagian dari proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian Lombok.

Polisi telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk relawan dan petugas taman nasional, untuk mencari tahu apakah ada unsur pidana dalam insiden ini.

Autopsi Ulang di Brasil: Kami Tak Yakin dengan Rumah Sakit Indonesia

Setelah jenazah Juliana dipulangkan ke Brasil pada 1 Juli 2025, keluarga langsung meminta autopsi ulang dilakukan di Rio de Janeiro.

Manoel menyampaikan keraguan atas kualitas pemeriksaan medis di rumah sakit Indonesia.

“Kami perlu memastikan waktu dan penyebab pasti kematian. Kami tak yakin rumah sakit di sana memiliki fasilitas memadai,” ujarnya dalam wawancara dengan TV Globo.

Bagi Manoel, kehilangan Juliana adalah luka terdalam dalam hidupnya. Ia menggambarkan hari-hari pencarian sebagai pengalaman paling menyakitkan.

“Kami lihat video saat dia masih hidup, masih bergerak. Kami pikir bantuan akan cepat datang. Tapi kenyataannya tidak ada yang datang tepat waktu,” ucapnya, nyaris tak bisa menahan air mata.

Juliana adalah anak semata wayangnya. Lulusan jurusan Periklanan ini tengah melakukan perjalanan keliling Asia sejak awal tahun. Sebelum ke Indonesia, ia telah menjelajahi Filipina, Vietnam, dan Thailand.

Juliana Ditemukan Terlambat, Keluarga Ungkap Fakta Baru

Jenazah Juliana ditemukan pada Selasa, 24 Juni, di dasar tebing Gunung Rinjani. Ia sempat hilang selama empat hari sebelum akhirnya ditemukan oleh tim SAR.

Keluarga meyakini, jika penyelamatan dilakukan lebih cepat, kemungkinan besar nyawa Juliana bisa diselamatkan.

“Ini bukan sekadar kecelakaan, ini kelalaian yang berujung pada kematian. Kami tidak akan berhenti sampai kebenaran terungkap,” tegas Manoel.

Dalam pertemuan resmi dengan otoritas Indonesia, Manoel mendesak agar protokol keselamatan pendakian ditinjau ulang. Ia tak ingin kematian anaknya terjadi sia-sia.

“Saya bilang ke mereka: kalau kalian sungguh memperbaiki sistem, saya bisa sedikit tenang. Karena kematian anak saya bisa menyelamatkan banyak nyawa lain di masa depan,” ujarnya.

Profil Singkat Juliana Marins

Nama: Juliana Marins

Asal: Niterói, Rio de Janeiro, Brasil

Umur: 26 tahun

Profesi: Penari pole dance, lulusan jurusan Periklanan

Tujuan: Melakukan perjalanan keliling Asia

Negara yang dikunjungi: Filipina, Vietnam, Thailand, Indonesia

Tanggal kecelakaan: 21 Juni 2025

Tanggal ditemukan: 24 Juni 2025

Tanggal jenazah tiba di Brasil: 1 Juli 2025

Baca juga: Update Pendaki Brasil Tewas di Gunung Rinjani, Ini Pesan Menyentuh Ayah Juliana Marins di Instagram

(*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Tribunnews.com dengan judul ‘Anakku Mati Sendiri di Gunung Rinjani, Ditinggal Pemandu dan Telat Diselamatkan, Autopsi Diulang’,

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved