Polisi Tewas di NTB
Kematian Brigadir Nurhadi, Sosok Misri dan Melanie Putri, Kaitan dengan Ipda Haris dan Kompol Yogi
Kematian Brigadir Nurhadi, anggota polisi di Polda NTB seret dua wanita, Misri dan Melanie Putri. Hubungan 2 wanita dengan Ipda Haris dan Kompol Yogi
TRIBUNKALTIM.CO - Kematian Brigadir Nurhadi, anggota Polda NTB di villa Gili Trawangan menyeret dua wanita yakni Misri Puspitasari dan Melanie Putri.
Dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi, Misri Puspitasari ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Ipda Haris dan Kompol Yogi.
Lalu apa hubungan Misri Puspitasari dan Melanie Putri dengan Ipda Haris dan Kompol Yogi yang jadi tersangka dalam kematian Brigadir Nurhadi?
Meski sama-sama ada di lokasi vila Gilli Trawangan tempat kematian Birgadir Nurhadi, namun hanya Misri Puspitasari yang ikut menjadi tersangka bersama Ipda Haris dan Kompol Yogi.
Sedangkan Melanie Putri meski ikut berada di TKP dugaan pembunuhan Brigadir Nurhadi di villa Gili Trawangan, namun tidak dijadikan tersangka.
Nama Melanie Putri disebut menjadi motif dibalik kematian Brigadir Muhammad Nurhadi.
Kompol I Made Yogi dan Ipda Haris Chandra diduga mengaku nekat menghabisi bawahannya tersebut karena persoalan yang sangat sepele.
Sosok Melani Putri adalah wanita sewaan yang dibawa Ipda Haris Chandra ke pesta vila di Gili Trawangan, Lombok Utara, pada malam nahas 16 April 2025.
Namun dalam kasus tersebut, meski sama-sama berstatus wanita sewaan dalam pesta narkoba tersebut, Melani Putri lebih beruntung dibandingkan Misri Puspita Sari yang telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam pembunuhan Brigadir Nurhadi.
Dalam kondisi mabuk, Brigadir Nurhadi sempat mencium Melanie di kolam renang, momen yang kemudian menjadi pemicu ketegangan.
Diketahui polisi tengah menyelidiki penyebab dan peran ketiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi.
Mereka adalah Kompol I Made Yogi, Ipda Haris Chandra, dan Misri Puspita Sari.
Padahal sejatinya ada satu orang lagi yang berada di TKP, yakni Melanie Putri.
Hal tersebut diungkap Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat jika ada lima orang di villa tersebut.
Syarif menjelaskan Yogi dan Haris mengajak Brigadir Nurhadi bersama dua wanita yakni tersangka Misri dan saksi berinisial P alias Melanie Putri.
Sosok Melanie Putri lantas menjadi sosok pencarian utama.
Siapakah Melanie Putri?
Tak banyak hal yang diungkap ke publik.
Namun Misri melalui kuasa hukumnya, Yan Mangandar Putra, mengaku datang ke Lombok menggunakan speedboat pada 16 April 2025 dengan tujuan Pelabuhan Senggigi, Lombok.
Misri langsung dijemput oleh Brigadir Nurhadi dan masuk ke dalam mobil disusul Kompol Yogi dan Ipda Haris.
Di tengah perjalanan, mereka mampir ke pusat perbelanjaan dan menjemput Melanie Putri.
Dijelaskan Yan, Melanie Putri adalah teman wanita Haris.
Haris, Putri, dan almarhum Nurhadi menginap di Villa Natya.
Sedangkan Misri dan Yogi berada di Villa Tekek.
Mereka sempat berpesta Rikolona dan Ekstasi di Villa Tekek.
Putri disebut sempat digoda oleh Nurhadi. Kejadian tersebut terjadi saat mereka sudah kehilangan kesadaran.
"Saat semua mengalami kondisi kurang sadar, Misri sempat melihat Nurhadi mendekati sampai menciumi Melanie Putri di atas kolam. Misri menegur Nurhadi dengan mengatakan 'Jangan begitu, itu cewek abangmu'," ujar Yan.
Misri mengingatkan Nurhadi agar tidak mengganggu teman wanita dari seniornya itu.
Setelah pesta, Putri dan tersangka Haris kembali ke villa tempatnya menginap, sementara tiga orang lainnya tetap berada di Villa Tekek.
Detik-detik Nurhadi Ditemukan Tewas di Kolam
Setelah kejadian saling menggoda, Misri sempat merekam korban dengan durasi singkat.
"Pukul 19.55 WITA, Misri membuat video tujuh detik karena dia kan di bawah kesadaran, tiba-tiba melihat korban (Nurhadi) di kolam 'Kok lucu?'. Jadi video tersebut membuktikan kondisi korban masih sehat pukul 19.55 WITA," kata Yan.
Misri kemudian masuk ke kamar dan melihat Haris berada di pinggir kolam dan mencoba membangunkan Yogi.
"Karena mungkin dia merasa kalau ada yang penting makanya Haris ini berulang kali ke kamar, makanya dia membangunkan Yogi," kata Yan.
Setelah itu Misri masuk ke kamar mandi dan berada di dalam sekitar 40 menit.
Keluar dari kamar mandi, Misri melihat Kompol Yogi berada di atas kasur dengan kaki menjuntai ke lantai.
Sekira pukul 21:00 WITA Misri sempat berjalan menuju kolam namun ia tidak melihat siapa-siapa.
Semakin dekat dengan kolam, ia baru melihat Nurhadi yang sudah berada di dasar kolam.
"Ia spontan histeris dan membangunkan Yogi dan Yogi langsung berlari menuju kolam untuk mengangkat Nurhadi," kata Yan.
Yan mengatakan, pada pukul 21:05 WITA, Haris datang dan menelepon dengan handphone-nya.
15 menit berselang dokter Klinik Warna datang memberikan bantuan.
"Klien saya tidak bisa mengingat jelas kejadian setelah pukul 19.55 WITA.
Dia sempat bangunkan Yogi, kemudian masuk ke kamar mandi cukup lama, lebih dari 20 menit. Kejadian sesaat sebelum masuk kamar mandi dan kejadian sesaat setelah keluar dari kamar mandi, dia benar-benar enggak bisa ingat," ujar Yan.
"Sedangkan di waktu itu adalah waktu yang dimungkinkan meninggalnya korban antara pukul 20.00 sampai dengan 21.00 WITA," kata Yan.
Keterangan Misri, Yogi, dan Haris, menurut Yan, sama: Mereka tidak tahu kejadian tersebut padahal hasil visum et repertum-nya adalah korban mengalami kekerasan yang cukup parah.
"Anehnya, tiga orang ini enggak ada yang menyaksikan kejadian itu, sebagaimana pengakuan di BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Makanya dianggap tiga orang ini bekerja sama," ujar Yan.
Bisa Jadi Justice Collaborator seperti Bharada Eliezer?
Misri Puspitasari alias MPS, perempuan asal Jambi, menjadi satu dari tiga tersangka dalam kasus penganiayaan menyebabkan kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB.
Keterlibatannya menjadi pro kontra dalam kasus tersebut, lantaran terdapat sejumlah versi yang menggambarkan kehadirannya di lokasi kejadian.
Kepada ibunya, Misri mengaku membantu korban Brigadir Nurhadi.
Versi polisi, Misri bersama dua tersangka lainnya, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, turut serta dalam penganiayaan terhadap Nurhadi.
Yan Mangandar Putra, dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB, mengungkapkan Misri sangat rentan mengalami diskriminasi dan korban stigma.
"Kami melihat adanya kejanggalan dalam proses hukum yang sedang berjalan."
"Ada potensi peradilan sesat terhadap Saudari M, seorang perempuan muda yang tidak memiliki relasi kekuasaan maupun posisi strategis dalam perkara ini," ungkap Yan.
Keterbatasan bukti petunjuk membuat penyidik Ditreskrimum Polda NTB belum menetapkan pelaku penganiayaan yang menyebabkan Brigadir Nurhadi tewas di Gili Trawangan.
Dari tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, tak ada satupun yang mengaku sebagai pelaku penganiayaan terhadap Brigadir Nurhadi.
Buramnya petunjuk ini membuat Yan Mangandar, berencana mengajukan justice collaborator.
"Saya sudah komunikasi dengan pihak LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), sudah saya menyerahkan beberapa dokumen," kata Yan, Rabu.
Namun, masih ada sesuatu yang dikomunikasikan, berkaitan dengan bunyi di Peraturan Perundang-undangan (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang justice collaborator.
"Syaratnya harus mengakui, ini yang masih komunikasi dengan LPSK maksud mengakui ini seperti apa, dia harus mengakui sesuai pasal yang disangkakan atau mengakui yang sebenarnya versinya dia," kata Yan.
Tapi, jika syarat mengakui harus sesuai pasal yang disangkakan, kemungkinan kuasa hukum tidak akan mengajukan justice collaborator.
Bandingkan dengan Kasus Bharada E
Niat yang diungkap Yan Mangandar untuk Misri di atas bisa serupa dengan kasus Bharada Richard Eliezer yang awalnya ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Agustus 2022.
Namun, pada 8 Agustus 2022, Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator melalui LPSK.
Permohonan ini disetujui pada 15 Agustus 2022 karena Bharada E dianggap memenuhi syarat, yakni bukan pelaku utama dan bersedia memberikan keterangan yang signifikan untuk mengungkap kasus.
Keputusan Bharada E untuk menjadi justice collaborator didasari oleh pengakuannya, ia hanya mengikuti perintah Ferdy Sambo, atasannya, karena takut akan konsekuensi jika menolak.
Keterangannya konsisten dan memberikan bukti baru, seperti foto, yang membantu mengungkap fakta sebenarnya, termasuk Ferdy Sambo adalah otak pembunuhan.
Hal ini membuat kasus menjadi terang benderang, membongkar skenario palsu yang dibuat Sambo.
Akibatnya, Bharada E mendapatkan perlindungan dari LPSK dan keringanan hukuman.
Pada 15 Februari 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Bharada E dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa selama 12 tahun, karena statusnya sebagai justice collaborator dan penyesalannya atas perbuatan tersebut.
Bharada E mendapatkan status justice collaborator karena beberapa alasan berikut:
- Bukan Pelaku Utama: Bharada E bukan otak atau pelaku utama pembunuhan. Ia hanya menjalankan perintah Ferdy Sambo, yang dianggap sebagai aktor intelektual.
- Konsistensi Keterangan: Keterangannya selama penyidikan dan persidangan konsisten, termasuk pengakuan bahwa tidak ada baku tembak dan bahwa ia diperintahkan Sambo untuk menembak. Ia juga memberikan bukti tambahan yang signifikan, seperti foto.
- Kontribusi Pengungkapan Kasus: Pengakuan Bharada E membantu mengungkap skenario rekayasa Sambo, termasuk fakta bahwa Sambo menembak dinding dan mengoleskan jelaga untuk memalsukan TKP. Hal ini memungkinkan penetapan Sambo sebagai tersangka pada 9 Agustus 2022.
- Penyesalan dan Permintaan Maaf: Bharada E menyatakan penyesalan dan meminta maaf kepada keluarga Brigadir J, yang menjadi pertimbangan meringankan vonis.
(*)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Misri Bisa Seperti Bharada Richard Eliezer Berstatus Justice Collaborator, tapi? dan SerambiNews.com dengan judul Sosok Melanie Putri, Wanita yang Dicium Brigadir Nurhadi Pemicu Dibunuh Kompol Yogi dan Ipda Haris
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.