Berita Samarinda Terkini

Disdikbud Samarinda Larang Sekolah Paksa Orangtua Beli Seragam yang tak Wajib

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda mulai membahas mengenai harga atribut dan seragam sekolah yang sebelumnya dikeluhkan sejumlah orangtu

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
SERAGAM SEKOLAH -  Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin, Senin (21/7/2025). Ia  menjelaskan rencana penetapan standar harga atribut sekolah usai rapat bersama DPRD Samarinda. (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI) 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDADinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda mulai membahas mengenai harga atribut dan seragam sekolah yang sebelumnya dikeluhkan sejumlah orangtua siswa.

Polemik ini mencuat usai sejumlah laporan dari wali murid mengenai tingginya biaya perlengkapan sekolah yang dinilai tidak rasional, termasuk dalam hal penjualan buku kesehatan dan atribut non-esensial lainnya didengar  Walikota Samarinda Andi Harun. 

Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin, mengungkapkan bahwa sebelumnya pihaknya juga telah turun langsung meninjau salah satu sekolah yang menjadi model maraknya penjualan atribut tersebut bersama Walikota Andi Harun. 

Hasil temuan lapangan mengonfirmasi bahwa memang belum ada standar resmi yang mengatur harga atribut sekolah, khususnya yang dijual oleh koperasi di lingkungan satuan pendidikan.

Baca juga: DPRD Balikpapan Ingin Seragam Sekolah Gratis untuk Seluruh Siswa

“Kami sudah ke salah satu sekolah yang memang itu menjadi sampling atau model maraknya penjualan atribut sekolah dan seragam,” jelas Asli, Senin (21/7/2025).

Menurutnya, meskipun standar harga baku belum ditetapkan secara formal, prinsip dasar terkait praktik jual beli di koperasi sekolah sebenarnya telah disampaikan berulang kali.

Salah satunya adalah penyesuaian harga dengan mekanisme pasar umum, serta larangan untuk mengambil keuntungan yang terlalu besar dari siswa dan orang tua.

“Sebenarnya kita akui bahwa kita memang belum memiliki standar, cuma kalau secara makro sudah sering disampaikan bahwa koperasi itu kalau melakukan penjualan lihat mekanisme pasar. Jangan untungnya besar-besar, kalau perlu harganya sama seperti di pasar,” tegasnya.

Asli juga mengingatkan bahwa koperasi sekolah tidak boleh memaksakan transaksi kepada siswa.

Ia menekankan pentingnya penghormatan terhadap kondisi ekonomi keluarga, termasuk membolehkan siswa yang belum memiliki seragam baru untuk tetap mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pakaian dari jenjang sebelumnya.

“Tidak boleh dipaksa. Kalau misal ada siswa SMP belum punya pakaian seragam, masih memiliki seragam SD-nya, pakai saja tidak apa. Bahkan saya pesan di awal bulan jangan bicara itu.

Namun ternyata ada beberapa sekolah yang sudah tidak sabar memberikan list harga yang dilaporkan ke Pak Wali Kota oleh orang tua siswa. Sehingga beliau menyidak,” ujarnya.

Menindaklanjuti hal itu, Disdikbud telah merumuskan rancangan konsep harga atribut sekolah yang memuat rentang harga terendah dan tertinggi berdasarkan perbandingan dari berbagai sumber, termasuk platform e-commerce.

Rancangan tersebut kini sedang menunggu persetujuan dari Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

“Sekarang kita sudah membuat konsep. Tapi saya belum berani menyampaikan satuan harga, sehingga range terendah dan tertingginya. Itu dasarnya kita lihat dari online saja, misalnya untuk sampul rapor yang isi 20 dalamnya berapa.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved