Berita Samarinda Terkini
Dapat Penolakan Warga, DPRD Minta Dikaji Ulang Rencana Bangun Insinerator di Samarinda Seberang
Rencana pembangunan insinerator di Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang, masih menyisakan masalah
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA — Meski telah dilakukan tiga kali pertemuan antara pihak kecamatan dan warga, rencana pembangunan insinerator di Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang, masih menyisakan masalah.
Warga yang telah bermukim di lahan tersebut selama lebih dari dua dekade menyatakan berat hati terhadap proyek pengelolaan sampah itu, lantaran dinilai mengancam keberadaan tempat tinggal mereka.
Bahkan Komisi I DPRD Kota Samarinda turun langsung ke lokasi pada Senin (4/8) untuk menyerap aspirasi masyarakat sekaligus meninjau kondisi eksisting di lapangan.
Ketua Komisi I, Samri Shaputra, menegaskan bahwa kunjungan tersebut merupakan bentuk tanggapan serius atas laporan warga yang selama ini menghuni lahan milik pemerintah tersebut.
“Untuk itu jelas masyarakat ada sedikit keberatan atas rencana itu karena mereka merasa sudah lama mendiami tempat ini, sehingga agak keberatan. Kami ke lapangan untuk memastikan kondisi lapangan, ternyata sudah padat penduduk,” ujar Samri.
Baca juga: Proyek PLTSa Butuh 1.000 Ton Sampah, Samarinda Baru Capai 610 Ton per Hari
Menurut Samri, keberatan warga merupakan respons yang wajar, mengingat banyak dari mereka telah membangun hunian permanen dan menetap selama puluhan tahun.
Ia menyampaikan bahwa persoalan ini memerlukan penanganan serius melalui mekanisme dialog terbuka antara seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah.
Demi mencari solusi yang berkeadilan, DPRD Samarinda berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mempertemukan pihak-pihak terkait.
RDP ini diharapkan mampu mengkaji urgensi proyek insinerator, sekaligus mempertimbangkan alternatif lokasi lain yang tidak menimbulkan konflik sosial.
“Termasuk pemerintah, bagaimana program pemerintah apakah ini urgen untuk dilakukan pembangunan di sini atau masih ada kesempatan untuk mencari lahan lain. Karena bagaimanapun, masyarakat yang tinggal di sini selama puluhan tahun itu juga masyarakat kita yang harus dilindungi,” sambungnya.
Lebih lanjut, Samri menyoroti status hukum lahan yang saat ini diklaim sebagai aset milik Perumdam dengan estimasi luas mencapai 10 hektare.
Ia menyebut, masyarakat pun tidak sepenuhnya menolak klaim kepemilikan tersebut, namun keberadaan mereka di lokasi tersebut didasari oleh asumsi bahwa tanah tersebut dulunya merupakan lahan kosong tanpa pengelolaan.
“Pada dasarnya masyarakat mengakui bahwa ini bukan lahan mereka. Ini hanya memanfaatkan lahan yang menurut masyarakat itu lahan kosong yang bahkan sempat dikatakan lahan tidak bertuan, kemudian ditempati oleh mereka selama lebih daripada 20 tahun,” ungkap Samri.
Namun dalam pandangan kritisnya, Samri menilai bahwa akar permasalahan justru terletak pada lemahnya pengelolaan aset oleh pemerintah di masa lalu.
Ketidaktegasan dan minimnya pengawasan sejak awal dinilai turut berkontribusi terhadap terbentuknya kawasan permukiman padat penduduk di lahan yang seharusnya dilindungi sebagai aset negara.
Kata Samri, mestinya ketika masyarakat menempati lahan tersebut sejak awal, pemerintah secepatnya melakukan penertiban agar tidak menjadi masalah yang berlarut di kemudian hari.
“Masalah tanah itu muncul biasanya 10 atau 20 tahun mendatang, bukan setahun dua tahun. Ini sudah dibiarkan, sampai membangun rumah permanen, ada yang sudah sampai meninggal di sini, beranak pinak, baru kemudian tiba-tiba mau dipindahkan. Ini kan berat rasanya. Kalau diantisipasi dari awal, tidak akan seperti ini. Akhirnya pemerintah saat ini juga yang repot,” tegasnya.
Politikus PKS itu juga menambahkan bahwa situasi ini menjadi cerminan dari kurangnya disiplin dalam pengawasan aset. Ia mencontohkan bahwa kelengahan pemerintah mendorong tumbuhnya rasa aman dan kepemilikan di benak masyarakat.
Baca juga: Pemkot Samarinda Beri Waktu Sebulan dan Bantuan Sewa Rumah untuk Warga Terdampak Proyek Insinerator
“Saya bisa katakan ini kelalaian pemerintah dari awal. Sebenarnya kalau masyarakat mulai membangun dan ditegur, mungkin mereka tidak meneruskan. Ini karena ada yang bangun satu, aman. Datang lagi satu, aman. Akhirnya jadi perkampungan. Tidak pernah ditegur, tidak pernah diingatkan, akhirnya mereka merasa nyaman,” katanya.
Terakhir, Samri menekankan pentingnya menjadikan polemik ini sebagai pelajaran strategis bagi pemerintah untuk lebih disiplin dalam menjaga aset daerah ke depan, serta memastikan setiap program pembangunan tidak melahirkan persoalan sosial baru. (*)
Camat Samarinda Seberang Tawarkan Solusi Kolaboratif untuk Penataan PKL di Jalan APT Pranoto |
![]() |
---|
Polresta Samarinda Amankan 3 Pelaku Penyalahgunaan BBM, Begini Modusnya |
![]() |
---|
Plaza 21 Samarinda Direncanakan jadi Gedung Parkir, Dinas PUPR Diminta Kaji Ulang Perencanaan |
![]() |
---|
Sinyal Pemprov Kaltim Siap Ambil Alih Rumah Sakit H Darjad, Rudy Mas'ud Tertarik, Beber 1 Syarat |
![]() |
---|
Revitalisasi Pasar Pagi Samarinda Masuki Tahap Uji Coba Listrik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.