Berita Ekbis Terkini

Ekonom Soroti Data BPS Pertumbuhan Ekonomi 5.12 Persen, Pemerintah Bantah Intervensi

Sejumlah ekonom menyoroti data BPS yang menyebut pertumbuhan ekonomi 5,12 persen di triwulan kedua. Pemerintah bantah intervensi

Editor: Amalia Husnul A
Grafis dengan AI Copilot
DATA BPS DISOROT - Ilustrasi. Sejumlah ekonom menyoroti data BPS yang menyebut pertumbuhan ekonomi 5,12 persen di triwulan kedua. Pemerintah bantah intervensi. (Grafis dengan AI Copilot) 

Menurut Andry, ada ketidaksesuaian data kinerja industri nasional yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II seperti pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan, perdagangan besar dan eceran, konstruksi serta pertambangan.

Data BPS menunjukkan pertumbuhan di industri pengolahan 5,68 persen, pertanian 1,65 persen, perdagangan 5,37 persen, konstruksi tumbuh 4,98 persen dan pertambangan tumbuh 2,03 persen.

Padahal menurut pada Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur, kinerja industri masih pada tahap kontraksi yakni 49,2 atau di bawah batas aman 50.

"Nah ini kembali lagi kita patut bertanya dan BPS patut menjelaskan terkait dengan apa itu mekanisme ataupun pengambilan data? Karena tidak cukup mencerminkan kondisi real di lapangan," tutur dia.

Pada pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto yang menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, kata Andry turut berkontribusi pada penurunan kinerja industri akomodasi dan makan minum dalam negeri.

"Kita tahu bahwa efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah, bagaimana banyak sekali kita ASN dan juga pemerintah daerah tidak melakukan kunjungan ke daerah-daerah.

Kita tahu bahwa dengan restriksi tersebut dan juga efisiensi yang dilakukan pemerintah, pertumbuhan dari penyediaan akomodasi itu menurun, tetapi ini sangat mencengangkan," ucapnya.

Pertumbuhan ekonomi sebuah negara biasanya diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan nasional riil, dan mencerminkan seberapa besar aktivitas ekonomi meningkat dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan ekonomi ditandai oleh tren naiknya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, bertambahnya produksi barang dan jasa, berkurangnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta meningkatnya daya beli masyarakat.

Bertentangan dengan Proyeksi Lembaga Kredibel

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai angka pertumbuhan ekonomi yang diumumkan BPS bertolak belakang dengan proyeksi suram yang telah disuarakan hampir seluruh lembaga kredibel, dari IMF dan Bank Dunia yang memproyeksikan di kisaran 4,7-4,8 persen, hingga para ekonom domestik yang melihat langsung lesunya denyut nadi perekonomian.

Adapun rinciannya, Dana Moneter Internasional (IMF), dalam laporan World Economic Outlook Update edisi Juli 2025, memproyeksikan angka 4,8 persen. 

Senada dengan itu, Bank Dunia melalui Global Economic Prospects edisi Juni 2025 bahkan memberikan estimasi yang lebih konservatif di angka 4,7 persen. 

Dari dalam negeri, Bank Indonesia memberikan rentang proyeksi antara 4,7 persen hingga 5,1 persen, di mana angka realisasi BPS justru melampaui batas atas skenario paling optimis sekalipun. 

Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Keuangan, menargetkan pertumbuhan di kisaran 5,0 persen dalam asumsi APBN. 

Sementara itu, lembaga riset independen seperti INDEF dan LPEM FEB UI juga memberikan proyeksi yang jauh di bawah realisasi, masing-masing di angka 4,8 dan  4,95 persen. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved