8 Hal yang Paling Disorot Buruh Dalam UU Cipta Kerja, Berkurangnya Pesangon Sampai Hak Cuti

Mereka menganggap ada sejumlah poin-poin dalam UU Cipta Kerja yang merugikan buruh.Hal ini memancing unjuk rasa di sejumlah daerah.

Tribunnews.com/ Seno Tri Sulistiyono
Ilustrasi Penolakan Omnibus Law: Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020). 

TRIBUNKALTIM.CO - Pengesahan Rancangan Undang Undang ( RUU ) Cipta Kerja menjadi Undang Undang menuai protes dari para buruh.

Mereka menganggap ada sejumlah poin-poin dalam UU Cipta Kerja yang merugikan buruh.

Hal ini memancing unjuk rasa di sejumlah daerah.

Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menemukan delapan poin dalam Bab Ketenagakerjaan Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh.

Delapan poin itu ditemukan berdasarkan hasil kajian FBLP setelah UU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna di DPR, Senin (5/10/2020).

"Setelah membaca undang-undang nir-partisipasi tersebut, kami menemukan setidaknya delapan bentuk serangan terhadap hak-hak buruh yang dilegitimasi secara hukum," ujar Ketua Umum FBLP Jumisih dalam keterangan kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

 LENGKAP Jadwal Liga Italia Pekan ke-4: BIG MATCH Inter Milan vs AC Milan, Debut Chiesa di Juventus

 Beredar Video Rizki DA Cium Pipi Wanita Lain, Ridho DA Jelaskan Wanita yang Bersama Suami Nadya

 Siapa Bilang UU Cipta Kerja Rugikan Buruh, Cek 8 Kelebihannya, Termasuk untuk PKWT dan Outsourching

 TURUN JAUH! LENGKAP Perhitungan Pesangon PHK Sesuai UU Cipta Kerja, Kurang 1 Tahun - 24 Tahun Kerja

Delapan poin yang mendapat sorotan dalam UU Cipta Kerja, yakni:

1. Masifnya kerja kontrak

Dalam Pasal 59 ayat 1 huruf b disebutkan bahwa pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Pergantian batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi "tidak terlalu lama" bisa menyebabkan pengusaha leluasa menafsirkan frasa tersebut.

Berdasarkan Pasal 59 ayat 4, pengaturan mengenai perpanjangan PKWT dialihkan untuk diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Sementara, pelanggaran penerapan kerja kontrak selama ini cenderung tidak pernah diusut secara serius oleh pemerintah.

Dengan demikian, PP yang akan dibentuk ke depan sangat berpotensi memperburuk jaminan kepastian kerja.

2. Outsourcing pada seluruh jenis pekerjaan

Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, praktik outsourcing hanya dibatasi pada jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan produksi.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved