HUT Kemerdekaan RI

Kisah Veteran, Pertama Kalinya Pengibaran Bendera Merah Putih RI di Samarinda

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lanschaap Hospital, RS Umum lama, lokasi masa kini di RS Islam. Tempat dimana pengibaran bendera pertama di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Hamzah AF (86), merupakan pejuang zaman kemerdekaan dan revolusi yang kala itu berada di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. 

Saat ditemui TribunKaltim.co, Hamzah bercerita mengenai persiapan penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Samarinda. 

Kala itu, tentara sekutu, terutama tentara Australia mengadakan patroli sepanjang Mahakam, sedangkan tentara Belanda belum kelihatan batang hidungnya. 

Maklumlah, mereka hanya membonceng dan hanya akan muncul apabila keadaan telah memungkinkan bagi mereka.

Baca juga: Kesaksian Veteran di Samarinda, Radio jadi Andalan untuk Mengabarkan Kemerdekaan Indonesia

Pusat tentara sekutu berada di Balikpapan, dari sana Belanda memulai siasat penjajahannya kembali.

Usai tentara sekutu yang diboncengi Belanda berhasil merebut kekuasaan Jepang di Kota Samarinda.

Lalu para pemuda menunjuk Dr. Soewadji Prawiroharjo sebagai Ketua Pergerakan yang sebelumnya juga mendengar kabar Indonesia telah merdeka dengan membentuk Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) pada 19 September 1945.

Mengenai Dr. Soewadji Prawiroharjo, dia adalah Kepala Rumah Sakit Sakit Umum (Landschap Hospitaal) yang terletak di Jalan Gurami, Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda.

Kai' Hamzah mengenalnya dan mengatakan beliau ditangkap dengan beberapa orang yang ikut dalam pengibaran bendera merah putih yang diingatnya pada pertengahan September 1945, sebulan pascaproklamasi dan sehari setelah P3KRI dibentuk.

Baca juga: Dealsy Agnesia Beber Metode Latihan Pembawa Baki Replika Bendera Pusaka di Kantor Gubernur Kaltim

Dr. Soewadji Prawiroharjo tokoh awal yang mengibarkan bendera merah putih itu diintai.

Lalu ditahan dan ditangkap Belanda.

"Beliau yang menaikkan bendera disini (Samarinda) pada pertengahan bulan September 1945. Ada yang melaporkan (sehingga ditangkap)," ungkapnya.

Pendukungnya juga ditangkap, tokoh seperti Hj Nafiah ditangkap saja tidak diasingkan.

"Termasuk Abdoel Madjid, Imansjah dan beberapa orang dipenjara," ungkapnya.

Imansjah kala itu adalah pekerja rumah sakit, tapi jangan salah, dia juga wartawan media saat perang pasifik.

"Abdoel Madjid dan Hj. Nafiah adalah perawat di RS Umum," imbuh Kai' Hamzah.

Baca juga: Apel Kehormatan dan Renungan Malam di TMP Kusuma Bangsa Samarinda, Lampu Dipadamkan 30 Menit

Atas prakarsa Dr. Soewadji Prawiroharjo dan beberapa tokoh Nasionalis di Samarinda dibentuk suatu badan yang dinamakan, “Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) yang diketuai oleh Dr. Soewadji, yang didukung oleh rakyat Samarinda.

Dr. Soewadji Prawiroharjo kepala rumah sakit umum yang juga pemimpin gerakan, sebelum ditangkap, dia selalu diawasi gerak-geriknya hingga akhirnya mendapat hukuman yaitu diasingkan ke Morotai, Maluku Utara sekarang, kemudian ditempatkan ke Palopo, Sulawesi Selatan.

Putra daerah bagian dari pendukung pengibaran bendera merah putih waktu itu. RS Islam sekarang lokasinya, itulah RS Umum (tempat pengibaran bendera).

"Bersama rakyat mengibarkannya," tegas Kai' Hamzah

Perlu dicatat bahwa di Kalimantan Timur, selain dr Soewadji Prawiroharjo, dari keterangan Kai' Hamzah ada empat orang dokter yang dianggap rakyat sebagai tokoh perjuangan. 

Ada Dr. Sendok di Bulungan, Dr. Rivai di Berau, Dr. Soewondo di Tenggarong dan Dr. Soewadji Prawiroharjo di Samarinda. 

Dr. Soewondo tercatat sebagai pelopor berdirinya Gerakan Rakyat Kutai yang salinan bukunya diberikan pada Reporter Tribun Kaltim untuk secara gamblang dipelajari sebagai bagian kelengkapan fakta pergerakan perjuangan di Tenggarong.

Adapun berdirinya Gerakan Rakyat Kutai awal September 1945 tercatat ada nama Hasanuddin Sultan Larangan, Abdul Gani, dan Sultan Baginda Hoesain.

Tidak hanya pengibar bendera pertama di Samarinda ditangkap, nyatanya Gerakan Rakyat Kutai yang dipimpin Dr. Soewondo juga dilumpuhkan Belanda.

Baca juga: Sambut HUT ke 76 RI, Erdogan Barber Shop Gelar Potong Rambut Gratis Bagi Veteran

"Bulan Oktober 1945, Hasanuddin Sultan Larangan dipindah ke Muara Muntai, Abdul Gani ke Samboja, Sultan Baginda Hoesain dipindah ke Berau dan terakhir pemimpin gerakan Dr. Soewondo dipindah ke Palu, Sulawesi Tenggara," beber Kai' Hamzah.

"Dengan kepindahan keempat tokoh pimpinan Gerakan Rakyat Kutai, diharapkan akan lumpuh semangat juang pemuda di Tenggarong dan sekitarnya," sambungnya.

Melihat sekelumit kisah dari legiun veteran Kai' Hamzah ini, dia pun juga berpesan agar pemuda saat ini yang sudah banyak diberi kemudahan agar dapat meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulu.

Semangat 1945, semangat juang untuk meraih kesuksesan dan menjadikan Indonesia bangsa maju, menjadi pesan penting dalam pertemuan bersama beliau.

"Meneruskan perjuangan yang sudah dilakukan (pendahulu). Pejuangan dulu tanpa pamrih," ucapnya. (*)

Berita Terkini