TRIBUNKALTIM.CO - Kegelisahan warga Kecamatan Sepaku bakal terusir dari wilayahnya mendapat perhatian Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Diketahui, beberapa waktu terakhir, warga di Kecamatan Sepaku gencar menyuarakan penolakan nilai ganti rugi lahan mereka.
Diketahui, Kecamatan Sepaku dipilih Pemerintah sebagai lokasi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara, Kalimantan Timur.
Warga di 2 desa di Kecamatan Sepaku yakni Desa Pamaluan dan Desa Bumi Harapan menilai ganti rugi lahan dari pemerintah tak cukup untuk membeli lahan lagi di Sepaku yang harganya tembus jutaan rupiah per meter.
Merespon keluhan warga ini, Pemkab PPU terus berupaya menyampaikan ke pemerintah pusat, terkait kondisi masyarakat yang saat ini berada di Kecamatan Sepaku, atau Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Saat ini, masyarakat Sepaku mengeluhkan proses ganti rugi lahan mereka, apalagi dengan kondisi yang tidak memiliki legalitas.
Sekretaris Daerah (Sekda) PPU Tohar mengatakan, masyarakat PPU memiliki kekhawatiran terlebih yang berada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU).
Mereka khawatir hanya di berikan ganti rugi atas tanam tumbuh mereka, dan tidak termasuk ganti rugi lahan, karena tidak memiliki legalitas.
“Artinya masuk di kawasan HGU, sudah ada secara de facto dan mereka mengusahakan aspek legalitas yang belum ada, itu termasuk yang disuarakan,” ungkap Tohar Selasa (21/2/2023).
Kata dia, pemerintah pusat harusnya memberikan alterntif atas legalitas tanah warga di Kecamatan Sepaku.
Baik dalam bentuk sertifkat maupun non sertfikat seperti Surat Kepemilikan Tanah (SKT) atau segel.
Meski masih banyak masyarakat yang belum memiliki keduanya, namun kata Tohar, mereka sudah mengusahakan bahkan sejak masifnya pembebasan tanah yang dilakukan di ibu kota baru.
“Mereka sudah mengusahakan sejak timbulnya pembebasan akan kepentingan tanah itu,” sambungnya.
Tohar menjelaskan bahwa hal itu beberapa kali disampaikan ke pemerintah pusat, namun tak juga memberikan respon berarti.
Jawaban mereka hanya sekedar tanggapan normatif.
"Kami sampaikan ke pusat, dan pusat selalu normatif jawabannya, akan dikaji,” pungkasnya.
Sebelumnya, warga Desa Pamaluan menggelar aksi protes.
Perwakilan warga, Paulus mengatakan aksi yang dilakukan ini hanya untuk menyampaikan keberatan atas rencana ganti rugi lahan yang akan diberikan Otorita IKN.
"Kami sudah mendapat informasi bahwa lahan yang dipinggir jalan provinsi ini hanya diberikan Rp225 ribu per meter. Ada juga yang dibebaskan tak sampai Rp 200 ribu. Harga ini menurut kami terlalu rendah dan tidak bisa kami terima," katanya.
Ia menjelaskan, bila ganti rugi lahan ditentukan tim apresial terlalu murah maka para pemilik lahan tidak mampu lagi mendapatkan lahan di Sepaku.
Karena saat ini lanjut Paulus, harga lahan di pinggir jalan provinsi sudah mencapai Rp1 juta.
"Kalau harga lahan masih di bawah Rp1 juta, maka lebih baik lahan kami tak perlu diganti rugi. Jelas kami keberatan dan apalagi kami tetap ingin berada di Sepaku," ucapnya.
Mengenai lahan pengganti, Paulus mengatakan bisa dibicarakan namun dengan syarat khusus. Syarat adalah dengan memberikan ganti lahan sama dengan lokasi milik mereka.
Ia mencontohkan, lahan yang berada di pinggir jalan provinsi maka lahan pengganti juga harus berada di pinggir jalan provinsi dan tak jauh dari IKN Nusantara. (*)