TRIBUNKALTIM.CO - Mengenal sosok Abah Guru Sekumpul, ini profil Muhammad Zaini Abdul Ghani, ulama besar yang terkenal dan dihormati di Kalimantan Selatan.
Nama lengkap Abah Guru Sekumpul adalah Muhammad Zaini Abdul Ghani al-Banjari. Beliau adalah seorang ulama besar di Kalimantan.
Abah Guru Sekumpul lahir pada tanggal 11 Februari 1942 di Desa Tunggul Irang Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Diketahui, Abah Guru Sekumpul dikenal lewat keilmuannya dalam agama Islam, seperti kepemimpinannya dalam memajukan pendidikan dan agama di wilayanya.
Muhammad Zaini Abdul Ghani memiliki kontribusi besar dalam membentuk masyarakat yang religius dan berbudaya di Kalimantan Selatan.
Tak hanya itu, Abah Guru Sekumpul juga aktif dalam bimbingan spiritual dan sosial di lingkungan masyarakat.
Baca juga: Pencuri HP Hina Abah Guru Sekumpul, Bubuhan Banjar Geruduk Mapolresta Samarinda
Oleh karena itu, Abah Guru Sekumpul memiliki banyak pengikut dan jemaah.
Diketahui, sebelum menghembuskan nafas terakhir, Abah Guru Sekumpul dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura karena sakit ginjal.
Abah Guru Sekumpul meninggal dunia pada 10 Agustus 2005 di usia 63 tahun.
Makam Abah Guru Sekumpul berada di kompleks pemakaman keluarga dekat dengan Musala Ar Raudhah, Kalimantan Selatan.
Berikut profil Muhammad Zaini Abdul Ghani dan perjalanan hidup Abah Guru Sekumpul semasa hidupnya.
Profil Muhammad Zaini Abdul Ghani
Melansir laman laduni, Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Abah Guru Sekumpul merupakan putra dari pasangan Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman dan Hj. Masliah binti H. Mulia bin Muhyiddin.
Saat dilahirkan, Abah Guru Sekumpul diberi nama Qusyairi, namun karena sering sakit kemudian namanya diganti menjadi Muhammad Zaini Abdul Ghani.
Abah Guru Sekumpul adalah keturunan ke-8 dari Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari, ulama besar Banjar, Kalimantan Selatan.
Berikut silsilah keluarganya: Muhammad Zaini adalah putra dari Abdul Ghani, cucu dari Abdul Manaf, buyut dari Muhammad Seman, cicit dari Muhammad Sa’ad, canggah dari Abdullah, buyut dari Mufti Muhammad Khalid, cicit dari al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin, dan canggah dari Syaikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari.
Perjalan Hidup Abah Guru Sekumpul
Ketika masih kecil, Abah Guru Sekumpul berada di lingkungan yang penuh kasih sayang oleh keluarganya.
Beliau diajarkan tentang kedisiplinan dalam pendidikan tauhid, akhlak, dan membaca Al-Quran.
Abah Guru Sekumpul juga mendapat bimbingan dari pamannya, Syekh Seman Mulia yang peduli pada pendidikannya.
Ia didorong oleh pamannya untuk belajar dari tokoh-tokoh Islam terkanal seperti al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang ahli dalam bidang hadis dan tafsir.
Mengutip laman kompas, setelah menjalani perjalanan belajar agama dan pendidikan lainnya,, Abah Guru Sekumpul diberi amanah untuk mengajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan.
Beliau direkomendasikan oleh K.H. Abdul Qadir Hasan, K.H. Sya’rani Arif, dan K.H. Salim Ma’ruf, membawa Abah Guru Sekumpul menjadi pengajar di pondok pesantren tersebut.
Beberapa tahun kemudian, Abah Guru Sekumpul memutuskan untuk berhenti dan memulai kegiatan dakwah dengan membuka pengajian di rumahnya di Keraton Martapura, Kalimantan Selatan.
Awalnya, pengajian ini diselenggarakan untuk mendukung pembelajaran para santri di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan, dengan fokus pada pengulangan kitab-kitab Ilmu Alat seperti Nahwu dan Saraf.
Namun, seiring berjalannya waktu, jemaah yang menghadiri pengajian semakin beragam, tidak hanya dari kalangan santri, melainkan juga masyarakat umum.
Pengajian pun berkembang pesat dengan penambahan kitab-kitab yang lebih bervariasi, meliputi fikih, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Pada saat itu, Abah Guru Sekumpul juga memulai penyebaran Maulid al-Habsyi atau Simthud Durar karya al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi.
Selain itu, pengajiannya semakin memperkaya diri dengan menyelipkan lantunan syair atau kasidah yang memuji Nabi Muhammad.
Mengingat pengajian di Keraton Martapura sudah tidak dapat menampung lagi jumlah jemaah yang datang, Abah Guru Sekumpul mengambil inisiatif untuk beralih ke lokasi pengajian yang baru.
Tepatnya, sekitar tahun 1980-an, Abah Guru Sekumpul memilih wilayah Sungai Kacang sebagai tempat rumah dan pengajian barunya.
Komplek rumah Abah Guru Sekumpul yang baru ini diberi nama "Komplek Ar-Raudhah," yang terinspirasi dari nama Ar-Raudhah di Masjid Nabawi, Madinah. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS