TRIBUNKALTIM.CO - Jaringan narkoba Fredy Pratama menyeret nama AKP Andri Gustami, yang menjabat sebagai Kasat Reskoba Polres Lampung.
AKP Andri Gustami, disebut mendapatkan imbalan hingga Rp 800 juta untuk "mengawal" narkotika jaringan Fredy Pratama.
Kapolda Lampung, Irjen Helmy Santika membenarkan adanya imbalan yang diberikan kepada AKP Andri Gustami dari jaringan internasional peredaran narkotika tersebut.
Berdasarkan penyelidikan, AKP Andri Gustami diduga telah meloloskan hingga kisaran 100 kilogram (kg) sabu melalui Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.
"Pengakuan TSK AG, sudah sekitar 100-an (sabu) diloloskan selama dua bulan dia bergabung (di jaringan Fredy Pratama)," kata Helmy melalui pesan WhatsApp, Senin (18/9/2023) malam.
Meski tidak secara langsung menyebut AKP Andri Gustami mendapatkan imbalan Rp 800 juta, Helmy menyebut imbalan atau kisaran harga diberikan per 1 kilogram yang dibayarkan jaringan itu.
Menurut Helmy, jaringan Fredy Pratama memberikan imbalan hingga Rp 8 juta per kilogram untuk setiap sabu yang berhasil diloloskan.
"Diberi imbalan sampai Rp 8 juta per kilogram," kata Helmy.
Dari keterangan Helmy, selama dua bulan AKP Andri Gustami diduga telah menerima bayaran sebesar Rp 800 juta untuk 100 kilogram sabu yang lolos.
Baca juga: Daftar Bisnis dan Tampang Selebgram Nur Utami, Ditangkap karena Masuk Jaringan Narkoba Fredy Pratama
Baca juga: Intip Harta Kekayaan Fredy Pratama, Gembong Narkoba Terbesar di Indonesia yang Jadi Buronan Interpol
Baca juga: Terancam Dipecat, Terkuak Peran Penting AKP Andri Gustami dalam Jaringan Narkoba Fredy Pratama
"Kita masih dalami keterangan TSK AG ini," kata Helmy.
Diberitakan sebelumnya, mantan Kasat Resnarkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami terancam dipecat secara tidak hormat dari kepolisian.
Sementara itu, Wakil Direktur Dittipidnarkoba Bareskrim Polri, Kombes Jayadi mengatakan, gembong narkoba Fredy Pratama tidak memiliki pabrik narkoba di luar negeri.
Diketahui, Polri baru saja mengungkap sindikat Fredy Pratama melalui kerja sama berbagai kementerian/lembaga, kepolisian daerah (polda) jajaran, serta melibatkan Kepolisian Malaysia dan Kepolisian Thailand.
Jayadi menyebut, Fredy Pratama hanya berperan sebagai penghubung antara produsen narkoba di luar negeri dengan distributor di Indonesia.
Baca juga: Masuk Sindikat Narkoba Fredy Pratama, Keseharian Selebgram Adelia Putri Salma Diungkap Tetangga
“Hasil investigasi dari para tersangka yang sudah tertangkap, FP (Fredy Pratama) tidak punya pabrik tetapi sebagai pengendali antara pemilik barang yang ada di luar negeri dengan jaringan yang ada di Indonesia,” kata Jayadi, Jumat, (15/9/2023).
Kendati demikian, Polisi terus mendalami sumber barang yang dimiliki oleh jaringan Fredy Pratama dalam proses penyidikan.
“Kepastian sumber barang masih dalam penyidikan,” tutur Jayadi.
Di sisi lain, Polisi juga tengah mendalami keterkaitan antara Fredy Pratama dengan jaringan narkoba di wilayah segitiga emas.
Kawasan “segitiga Emas” atau golden triangle di Asia Tenggara telah menjadi pusat perekonomian narkoba dan sumber dari peredaran narkotika di dunia.
Baca juga: Masuk Sindikat Narkoba Fredy Pratama, Keseharian Selebgram Adelia Putri Salma Diungkap Tetangga
Bahkan, kantor PBB untuk urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) memperingatkan, perdagangan besar metamfetamin dan obat-obatan terlarang lainnya yang berasal dari sudut kecil Asia Tenggara ini tidak menunjukkan tanda-tanda melambat.
Bagian terbesar dari metamfetamin, dalam bentuk tablet dan sabu, berasal dari kawasan yang dikenal sebagai Segitiga Emas, di mana perbatasan antara Myanmar, Laos, dan Thailand bertemu.
"Sedang didalami oleh penyidik untuk memastikan keterkaitan dengan jaringan segitiga emas,” kata Jayadi.
Diberitakan, jaringan Fredy Pratama merupakan pengungkapan sindikat kasus narkoba terbesar se-Indonesia.
"Diketahui bahwa sindikat Fredy pratama ini adalah sindikat narkoba yang cukup besar, mungkin terbesar," kata Wahyu dalam paparannya di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Baca juga: Fredy Pratama Terdeteksi Kendalikan Narkoba dari Thailand, Diduga Telah Jalani Operasi Plastik
Wahyu menyampaikan, pengungkapan ini merupakan yang terbesar lantaran dalam kurun waktu 2020-2023, ada 408 laporan kasus narkoba terkait jaringan Fredy Pratama.
Meski sindikatnya sudah diungkap, Fredy masih buron.
Dari sekitar 408 laporan yang masuk pada periode 2020-2023, polisi menetapkan total 884 tersangka yang terafiliasi dengan sindikat narkoba Fredy Pratama.
Para tersangka yang telah ditangkap memiliki peran berbeda-beda sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Eks Asisten SDM Kapolri ini juga mencontohkan peran dari beberapa tersangka.
Baca juga: Daftar Bisnis dan Tampang Selebgram Nur Utami, Ditangkap karena Masuk Jaringan Narkoba Fredy Pratama
Misalnya, inisial K alias R berperan sebagai pengendali operasional.
Kemudian, MFN alias D berperan sebagai pengendali keuangan.
AR sebagai Koordinator Dokumen Palsu. FA dan SA sebagai kurir uang cash di luar negeri.
KI sebagai koordinator pengumpul uang cash. Kemudian T, YPI, dan DS sebagai koordinator penarikan uang tunai.
BFM sebagai pembuat dokumen palsu yaitu KTP dan rekening palsu.
Baca juga: Intip Harta Kekayaan Fredy Pratama, Gembong Narkoba Terbesar di Indonesia yang Jadi Buronan Interpol
Selanjutnya, FR dan AA sebagai kurir pembawa sabu.
Sindikat peredaran gelap narkoba ini, kata Wahyu, beroperasi mengedarkan narkoba jenis sabu dan ekstasi di wilayah Indonesia dan Malaysia bagian timur.
Eks Kabaintelkam ini mengatakan, sindikat tersebut dikendalikan oleh Fredy Pratama selaku bandar besar yang juga merupakan pengendali utama (master mind).
Dia juga mengatakan, Fredy memiliki sejumlah nama samaran, seperti Maming, The Secret, Casanova, Airbag, dan Mojopahit.
Fredy juga disebut sempat melangsungkan aksinya dari negara Thailand.
“Yang bersangkutan ini mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia dari Thailand," ujar jenderal bintang tiga itu Untuk tersangka kasus narkoba dikenakan Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2), Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Sementara itu, terhadap para tersangka terkait TPPU dikenakan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS