Bukan aku sebenarnya kerja, cuma waktu itu menemani saja, teman. Minta bantu saya. Kebetulan orangnya takut sama buaya. Ada buaya yang gak dimakan ilmu bilangnya. Nah, Riska itu sudah.
Kapalku diikutin. Aku gak nyangka buaya mau ikut. Pulang sudah aku ke sini. Dua hari kemudian kenapa dia datang di depan rumah. Kok, ada buaya ke sini. Di pinggir air, sebelum rumahku di sini.
Sore pulang. Datang lagi besoknya, gelisah betul dia. Kupanggil saja dia putri, gak tahu namanya. Tapi dia ngerti, kok.
Pergi aku mancing didatangi dan diikuti. Dalam hatiku mungkin dia ingin berteman denganku.
Sudah kuberanikan diri saja. Kupanggil datang. Akhirnya ikut ke perahu, di samping saja dia. Ikut.. ikut.. ikut sampai sekarang. Gak bisa pisah.
Tapi dulu kecil, kayak papan. Panjangnya semeter lebih. Usianya sekira 9 tahun. Kalau sekarang 23 tahun umurnya. Kuhitung-hitung sudah 14 tahun aku sama dia.
Pertama kali ketemu dia, siapa yang gak kaget? Pernah saya itu lihat buaya, tapi gak pernah mendekat. Ini kok Riska nyerahkan diri. Diikuti saya. Saya gak nembak. Malah kasih makan. Sampai akhirnya setia.
Sebentar, kembaran Riska? Jadi sebelum bertemu Riska, ada buaya lain?
Awalnya Ria (buaya) dulu, belum ada riska itu. Setelah ikut kerja di sana (pabrik) baru datang riska. Itu pun ndak tau membedakan mereka. Sama soalmya. Kayak kembar. Setelah meninggal satu, baru ketahuan ini si Riska, yang meninghal Ria.
Jadi saudara kembar Riska sudah mati. Bagaimana ceritanya Pak Ambo?
Yang mati itu Ria. Ditembak orang dia. Sengaja orang lagi buru burung, ketemu Riska dan Ria. Kan mereka berteman berdua. Ria gak mau tenggelam.
Ditembak katanya. Saya gak lihat. Dia gak ke sini lagi. Meninggal. Kasih tahunya lewat mamaknya (istri Pak Ambo). Lewat mimpi. rasukinya mamaknya, dia (Riska) bilang, Ria ditembak orang. Meninggal. Orang dari Bontang pakai senapan angin.
Baik, kalau begitu. Apakah nama Riska punya latar belakang? Mengapa Pak Ambo menamai buaya itu Riska?
Dia sendiri naruh nama itu. Masuk mimpi ke ibu (istri Pak Ambo). Dia bilang aku Riska. Riska mana? Riska yang sering dikasih makan pak Ambo. Berarti ini bukan buaya sembarangan. Dia senang dengan saya. Mau dipeliharalah. Dirawat.
Kurawat bagus-bagus. Ndak apa aku ndak makan ikan, asal dia makan. Kalau mancing dapat sedikit. Kamu (Riska) sajalah yang makan, ndak usah kami. Penting kamu makan.
Ini (Riska) pinter ngambek. Pernah kusimpan ikan sampai 2 hari, mana riska gak ada ke sini. Pas dia muncul kuomeli dia, "Ini baru datang lagi, ikan sudah busuk," kataku. Dia langsung pulang. Kuambil ikan. Kukejar dia. Kukasih makan gak mau, sampai ke muara. Ada 5 hari baru datang lagi.
Kata orang-orang, Pak Ambo sepertinya lebih sayang Riska daripada anak sendiri? Benar begitu?
Bisa lebih sayang Riska daripada anaklu.
Anakku itu di Sangata. Kalau dia datang ke sini, oh ada anakku datang. Kalau riska, kan, di sini terus. Jadi bedalah.
Kalau dia gak datang aku yang nyari dia. Mungkin dia gak pernah lihat aku lewat di muara, dia yang ke sini nyari.
Riska pernah sakit. Bersin. Pilek. Kurang makan juga. Lama gak muncul, misal seminggu pasti aku pergi ke muara. Ada dia pasti di situ.
Istri sering kasih tahu, hati-hati. Bagaimana pun dia sayang, binatang tetap binatang. Cuma kita, kan, pelajari dia. Kenal dekat. Gak apa sebut aku orang tua riska. Memamg aku anggap Riska sebagai anak saya. Gelisah kalau gak ketemu.
Bagaimana cara Ambo berbicara dengan Riska, atau setidaknya memahami apa yang diinginkan buaya itu.
Berkomunikasi dengan melihat gerak-gerik. Kalau komunikasi lebih intim dia masuk lewat mimpi istri.
Aku ngerti, kalau ngobrol sama dia. Ini jawabannya. Ada yang kutandai. Dari matanya, tubuhnya, pasti disitu ada jawaban, kalau lagi ngobrol.
Paling penting masalah kita-kita di sini. Seperti anak kecil. Jangan sampai dia mengganggu orang. Kuajarkan itu. Kalau kamu gigit orang, ikut-ikutan aku dihantam orang. Adanya kamu di sini ikut aku. Jadinya nanti gara-gara Ambo melihara buaya. Tapi, alhamdulillah kalau ada anak-anak mandi dia diam saja.
Aku bukan pawang. Aku ndak pernah tahu ilmu buaya. Keberanian saja aku. Kebetulan ketemu Riska. Mungkin dia kepingin punya orang tua yang pelihara dia.
Pernah tak bertemu lama dengan Riska?
Pernah. Malah aku yang tinggalkan ke Samarinda. Sekira 3 bulan. Tinggal di sini dia. Keluargaku gak berhenti nelpon, suruh pulang ke sini. Kasihan lihat Riska. Mondar-mandir terus seperti ada yang di cari. Akhinya pulang ke Bontang.
Kala itu dia datang malam-malam. Sampai siang itu gak pulang. Ku kasih makan dia. Ajak ngobrol. Akhirnya setia lagi.
Selama ini makanan Riska, apa?
Riska 4 meter panjangnya sekarang. Gak kurang gak lebih. Gak terasa sudah belasan tahun. Dari 1 meter jadi 4 meter. Makan tiap hari, 2 macam aja makanannya; ikan dan ayam.
Kalau dia gak datang, gak kasih makan. Kalau dia datang aja kita kasih. Kalai Riska datang, terus gak ada makanannya. Ngerti dia. Gak ngambek. Yang penting jangan dijanji.
Paling turun nyiram air ke kepalanya. "Gak ada ikan kita, sabar ya. Kamu naik ke atas sana (arah laut) cari, moga ada aja rejekimu," begitu kubilang.
Kalau dia lewat rumah warga lain, pasti dikasih. Oh ada riska, ambil ikan di kulkas. Kayak tamu saja dia, semua orang kenal. Sebantaran sungai ini sampai ke atas sana. Bahkan orang di laut itu kenal sama Riska.
Tapi dia tahu, kalau aku ada makanan. Nunggu terus dia. Feelingnya kuat. Tahu saja riska ini ada makanan di rumah. Ada hubungan batin yang sulit dijelaskan.
Bagaimana bisa Riska akrab dengan warga, bahkan dilabeli penjaga Sungai Guntung?
Orang sini malah nyari, kalau gak ada Riska datang, pasti tanya saya, om Ambo kenapa Riska gak naik? Tunggu saja kubilang. Nah, kalau datang dari jauh mereka bersorai, oh, itu dia Patroli (Julukan Riska) datang. Digelari patroli. Semacam penjaga kampung ini. Itu sudah tangkapan orang-orang.
Paling itu saja binatang peliharaan hilang. Keliatan yang ngambil, buaya memang. Ayam dan kambing. Di bawah kolong rumah, hilang. Ditarik sama tali-talinya.
Dulu waktu dia belum ada, kambing ayam sering dimangsa buaya lain. Alhamdulillah, selama ada Riska aman di sini. Makanya warga sebut dia Patroli. Kalau orang ambil air sungai, dia lewat. Biasa aja. Dianggap keluarga juga oleh warga di sini.
Dianggap orang begitu. Penjaga lingkungan Guntung. Gak ada yang menolak keberadaan dia, lantaran gak mengganggu.
Apa benar Riska Hamil Pak Ambo?
Kayaknya Riska hamil lagi. Perutnya besar betul. Riska itu kalau makin banyak makan, makin cepat perkembangannya.
Kalau buaya lain, kan, melahirkan telur. Kalau dia melahirkan kayak manusia. Satu satu. Jantan di sini banyak. Tapi gak tahu.
Gerakan Riska belakangan gak lincah. Perutnya besar. Kalau melahirkan itu lama, dia baru datang. Ada anaknya lagi yang diurus biasanya. Dia disitu. Kalau anaknya sudah kuat cari makan sendiri, baru bebas. Baru ditinggalnya.
Jadi Riska ini punya anak, Pak Ambo?
Ada anaknya. Namanya Rara dan Istanan. Aku yang kasih nama. Main bertiga dia kadang. Sama mamaknya. Malam.
Masih sepapan Rara, kayak mamaknya dulu. Kalau Istana masih kecil. Ada dua anaknya Riska. Tadi malam yang datang Rara. Istana jarang, karena dia masih kecil. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Ambo Beber Rahasia Buaya Riska Bontang, Dari Cara Ngobrol, Saudara Kembar, Hingga Hamil Tanpa Telur
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS