TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutai Kartanegara (Kukar) menilai lonjakan harga beras jelang Ramadan merupakan hal biasa.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kutai Kartanegara, Sayid Fathullah memprediksi, kenaikan harga sejumlah bahan pokok termasuk beras menjelang Ramadan tidak akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
Ia menilai masyarakat masih memiliki daya beli yang cukup baik di tengah lonjakan harga kebutuhan pokok.
Baca juga: Harga Beras di Kutai Kartanegara Terus Naik Jelang Ramadan, Begini Penjelasan Disperindag
“Kenaikan harga ini memang wajar, tiap menjelang Ramadan sejumlah bahan pokok memang biasanya naik. Tapi saya kira masyarakat masih mampu membeli, nanti akan turun lagi,” ujarnya, Minggu (25/2/2024).
Meski begitu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kutai Kartanegara juga mengakui memang lonjakan harga beras kali ini terbilang sangat signifikan.
Untuk diketahui, saat ini beras Premium di pasaran menyentuh angka Rp18 ribu per kg. Sedangkan beras dengan kualitas medium berkisar di Rp16 ribu per kg.
Sayid menerangkan, kenaikan harga beras yang begitu melejit ini dipicu oleh penurunan produksi beras secara nasional yang merupakan imbas Badai El Nino yang mengakibatkan musim kemarau yang berkepanjangan.
“Sehingga hukum pasar pasti berlaku di situ, kalau barangnya sedikit sementara permintaannya banyak pasti harganya akan melambung tinggi,” tambahnya.
Baca juga: Perum Bulog Kaltimra Ungkap Penyebab Mahalnya Harga Beras di Wilayah Kaltim
Ia mengisahkan, lonjakan harga secara ekstrem bukanlah hal baru di pasar. Sebelumya sejumlah bahan pokok pernah naik hingga dua kali lipat dari harga normal.
Seperti cabai yang pernah melonjak dari Rp40 ribu menjadi Rp80 ribu per kg. “Tapi konsumen kan tetap membelinya, tinggal bagaimana mengatur konsumsinya saja,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, dalam dua pekan terakhir harga beras di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur terus merangkak naik dan jauh dari harga normal. Kondisi inipun sangat dikeluhkan oleh masyarakat. Sebab harganya semakin tak terjangkau untuk masyarakat menengah ke bawah.
Hal itupun dibuktikan dengan kondisi harga eceran di pasaran. Satu minggu lalu, harganya masih berkisar antara Rp 14.500 hingga Rp 15.000 per kilogram. Kini sudah Rp 16.000 sampai Rp 18.000 per kilogram.
Kondisi inipun tidak hanya merugikan bagi konsumen atau masyarakat, tetapi juga bagi para pedagang. Seperti yang diungkapkan oleh Jafar, seorang pedagang beras di Pasar Tangga Arung.
Baca juga: Pedagang Warung Makan di Samarinda Keluhkan Harga Beras Naik, Pemerintah Harus Perhatikan Rakyat
‘’Sudah agak lama naiknya dua mingguan (harga beras). Tapi tiap kali kami ambil, terus naik dikit-dikit. Itupun kalau ada barangnya,’’ ujar Jafar ketika ditemui di kiosnya, Kamis (22/2/2024).
Kepada TribunKaltim.co, dirinya mengeluh lantaran tak bisa mendapatkan untung yang sesuai. Bahkan dari harga yang tinggi, dirinya hanya mendapatkan untung tak lebih dari Rp 500 per kilogram. Belum lagi sepinya pembeli membuat dirinya khawatir kondisi ini terus berkelanjutan.
Berdasarkan informasi yang ia terima dari agen, harga beras melambung karena kurangnya produksi beras dari Jawa dan Sulawesi. Sementara tren kenaikan harga beras ini bahkan diprediksi terus terjadi hingga memasuki bulan Ramadan pada 10 Maret 2024 mendatang.
Berdasarkan informasi dari agen tempat Jafar memperoleh beras, harga beras pun diperkirakan bakal tembus Rp 19 ribu sampai Rp 20 ribu per kilogram. Menurutnya, bila benar beras tembus Rp 20 ribu, itu merupakan harga beras termahal yang pernah dia jual selama melakoni profesinya sebagai pedagang.
‘’Sekarang pun sudah mahal sekali. Saya juga tidak habis pikir. Biasanya naik paling sebulan normal, ini malah naik terus. Belum lagi mau dekat Ramadan, bisa semakin melonjak," ungkapnya.
Baca juga: 10 Penyebab Kenapa Harga Beras Naik Terus, Salah Satunya Akibat Permintaan yang Tinggi
Akibat mahalnya harga beras, banyak warga yang mengurangi jumlah pembelian beras. Saat ini sangat jarang warga membeli beras dalam ukuran 25 kilogram. Rata-rata membeli dalam ukuran 5 kilogram.
Bahkan dirinya mengakui, yang seharinya bisa menjual 10 sak dengan kalkulasi 1 sak berisikan 25 kilogram, kini Jafar menyebut dua hari sekali baru ada yang beli satu sak.
"Sepi sekali yang beli, tidak seperti biasanya, ini sudah tembus Rp 380 ribu, hampir Rp 400 ribu. Mereka sekarang belinya sedikit-sedikit. Katanya tidak sanggup kalau langsung 25 kilo," bebernya.
Dirinya pun berharap, kondisi ini bisa segera diatasi oleh pemerintah. Sebab, menurut Jafar tidak hanya konsumen yang dirugikan, tetapi juga para pedagang beras seperti dirinya yang kini bingung harus menjual beras dengan harga yang terjangkau. (aul)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya