Berita Nasional Terkini
Bahlil Lahadalia Tanggapi Pernyataan Purbaya Soal Harga Elpiji 3 Kg, 'Mungkin Salah Baca Data'
Bahlil Lahadalia tanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal subsidi harga elpiji 3 Kg.
TRIBUNKALTIM.CO - Bahlil Lahadalia tanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal subsidi harga elpiji 3 Kg.
Sebelumnya, Purbaya menyoroti distribusi subsidi energi yang dinilai belum ideal.
Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), ia menyebut, kelompok masyarakat sangat mampu, yakni desil 8 hingga 10, masih menikmati porsi signifikan dari subsidi yang seharusnya ditujukan bagi kelompok rentan.
Desil 8 adalah penduduk yang berada di urutan ke-8 dari bawah, atau kelompok ke-8 dari 10, yang berarti mereka termasuk dalam kelompok pendapatan menengah atas.
Sedangkan desil 10 adalah mereka yang berada di urutan teratas dalam distribusi ekonomi, sering kali mencerminkan kelompok masyarakat yang paling sejahtera.
Purbaya pun lantas menyebut besaran subsidi yang ditanggung negara untuk subsidi energi ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait harga elpiji 3 kilogram yang disebut mencapai Rp42.750 per tabung.
Menurut Bahlil, ada kemungkinan Purbaya salah membaca data yang dimaksud.
Baca juga: Menkeu Purbaya Disentil Politisi PDIP, Kurangi Merasa Paling Jago
"Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Biasalah, ya mungkin butuh penyesuaian," ujar Bahlil saat ditemui di Kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Pernyataan ini muncul sebagai respons atas paparan Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, di mana ia menjelaskan besaran subsidi yang diberikan pemerintah terhadap beberapa komoditas energi, termasuk elpiji 3 kg.
Perbedaan Data Harga Elpiji
Dalam pemaparannya, Purbaya menyebut bahwa harga keekonomian elpiji 3 kg seharusnya berada di angka Rp42.750 per tabung.
Sementara itu, harga jual resmi melalui pangkalan Pertamina ke agen penyalur hanya Rp12.750 per tabung.
Artinya, subsidi yang diberikan pemerintah mencapai sekitar 70 persen dari harga sebenarnya.
Baca juga: 3 Skema Pendanaan IKN Nusantara di Tangan Menkeu Purbaya
Namun, Bahlil menilai bahwa informasi tersebut belum tentu akurat.
Meski begitu, Bahlil tidak menjelaskan berapa harga elpiji 3 kilogram tanpa disubsidi.
Menurut Bahlil, Purbaya belum diberi masukkan oleh tim atau bawahannya di Kemenkeu.
Ia menduga Purbaya belum menerima masukan yang lengkap dari jajaran internal Kementerian Keuangan.
"Jadi, saya kan sudah banyak ngomong tentang elpiji. Mungkin Menkeu-nya belum dikasih masukan oleh dirjennya dengan baik atau oleh timnya," kata Bahlil.

Komponen Subsidi Energi
Selain elpiji, Purbaya juga memaparkan besaran subsidi untuk bahan bakar lain. Ia menyebut bahwa harga keekonomian Pertalite adalah Rp11.700 per liter, sementara masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter. Selisih Rp1.700 per liter ditanggung oleh APBN sebagai kompensasi, atau sekitar 15 persen.
Baca juga: Menkeu Purbaya Optimistis Ekonomi Akan Tumbuh 5,5 Persen, Belanja Masyarakat Naik Kencang
Untuk solar, harga keekonomian disebut sebesar Rp11.950 per liter, sedangkan harga jual ke masyarakat hanya Rp6.800 per liter.
Dengan demikian, subsidi yang diberikan pemerintah mencapai Rp5.150 per liter atau sekitar 43 persen.
Pernyataan Purbaya ini menjadi sorotan karena menyinggung besarnya beban subsidi energi dalam APBN, sekaligus memicu diskusi lintas kementerian soal akurasi data dan komunikasi kebijakan.
Purbaya Sebut Subsidi Energi Belum Tepat Sasaran
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti distribusi subsidi energi yang dinilai belum ideal.
Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Ia menyebut, kelompok masyarakat sangat mampu, yakni desil 8 hingga 10, masih menikmati porsi signifikan dari subsidi yang seharusnya ditujukan bagi kelompok rentan.
Hal itu disampaikan Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR yang membahas realisasi kompensasi dan subsidi dalam APBN 2025, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
“Subsidi energi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama: harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan volume konsumsi. Harga jual BBM dan tarif listrik memang sudah disesuaikan sejak 2022, tapi belum mencapai harga keekonomian,” ujar Purbaya.
Ia menegaskan, pemerintah berkomitmen meningkatkan ketepatan sasaran subsidi melalui pemanfaatan data terpadu subsidi energi nasional. Transformasi subsidi kini diarahkan berbasis penerima manfaat.
Purbaya menjelaskan, selama ini beban subsidi ditanggung negara melalui selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat.
Contohnya, untuk Pertalite, masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter dari harga keekonomian Rp11.700. Artinya, APBN menanggung Rp1.700 per liter atau sekitar 15 persen.
Hal serupa terjadi pada solar dan LPG 3 kg. Harga solar yang dibayar masyarakat sebesar Rp6.800 per liter, padahal harga keekonomiannya Rp11.950. Negara menanggung Rp5.150 per liter atau sekitar 43 persen. Sementara untuk LPG 3 kg, subsidi bahkan mencapai 70 persen dari harga keekonomian.
“Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah. Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” kata Purbaya.
Namun, ia mengingatkan bahwa distribusi subsidi energi saat ini masih belum tepat sasaran. Subsidi masih dinikmati oleh masyarakat kelas atas.
“Ke depan, kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pagu subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025 mencapai Rp498,8 triliun. Hingga Agustus, realisasinya baru menyentuh Rp218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari total pagu. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bahlil Bilang Purbaya Salah Data soal Harga Elpiji 3 Kilogram
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menkeu Purbaya: Subsidi Energi Belum Tepat Sasaran, Masih Dinikmati Kelompok Mampu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.