Berita Internasional Terkini

Dianggap Gagal, Benjamin Netanyahu di Ujung Tanduk, Oposisi Rapatkan Barisan Siap Jegal PM Israel

Dianggap gagal, Benjamin Netanyahu di ujung tanduk, oposisi rapatkan barisan siap jegal PM Israel di Pemilu 2026.

X @netanyahu
NETANYAHU DI UJUNG TANDUK - Dianggap gagal, Benjamin Netanyahu di ujung tanduk, oposisi rapatkan barisan siap jegal PM Israel di Pemilu 2026. (X @netanyahu) 

TRIBUNKALTIM.CO – Nasib Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu di ujung tanduk.

Posisinya saat ini sedang tertekan.

Situasi politik di Israel tengah mengalami gejolak serius menyusul ketegangan antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sejumlah anggota kabinet keamanan.

Ketidaksepakatan ini dipicu oleh perbedaan pandangan terkait arah kebijakan militer Israel di Jalur Gaza, yang sejak 2023 terus memanas.

Baca juga: Angkuhnya Netanyahu, Ancam Bakal Balas Negara-negara yang Akui Palestina Usai Bertemu Trump

Sumber internal di Tel Aviv mengungkapkan bahwa beberapa pejabat tinggi menilai pendekatan Netanyahu terhadap Gaza terlalu agresif dan tidak disertai strategi diplomatik yang jelas.

Mereka menuding Netanyahu terjebak dalam keputusan militer tanpa rencana keluar yang konkret, sehingga memperpanjang penderitaan warga sipil dan memperburuk citra Israel di mata dunia.

Netanyahu sendiri tetap bersikukuh bahwa operasi militer harus dilanjutkan hingga “tujuan keamanan nasional sepenuhnya tercapai.”

Ia menolak tekanan internasional untuk melakukan gencatan senjata, dengan alasan bahwa jeda hanya akan memberi waktu bagi Hamas untuk memperkuat diri.

Ketegangan Internal Kabinet

Sikap keras Netanyahu justru memicu ketegangan di dalam kabinet.

Beberapa anggota Dewan Keamanan Nasional menilai bahwa isu keamanan digunakan sebagai alat politik untuk  mempertahankan kekuasaan di tengah menurunnya popularitas sang perdana menteri.

Rapat-rapat kabinet dilaporkan berlangsung dalam suasana tegang, bahkan beberapa kali terjadi adu argumen terbuka antara Netanyahu dan pejabat militer.

Baca juga: Pidato Prabowo di KTT PBB: Indonesia Akan Akui Israel Jika Palestina Diakui, Dukung Solusi 2 Negara

Menteri Pertahanan Yoav Gallant menjadi salah satu tokoh yang secara terbuka mengkritik strategi Netanyahu.

Ia menilai serangan tanpa rencana politik jangka panjang justru berisiko memperluas konflik dan merugikan posisi Israel di kawasan.

Sejumlah petinggi militer juga merasa frustrasi karena tidak diberi ruang untuk mengambil keputusan operasional secara independen.

Mereka menilai Netanyahu terlalu mencampuri urusan taktis yang seharusnya menjadi kewenangan militer.

Di dalam negeri, pemerintahan Netanyahu juga dinilai gagal menjaga persatuan nasional.

Skandal korupsi, kebijakan ekonomi yang memperlebar kesenjangan sosial, serta meningkatnya ketegangan antara kelompok sayap kanan dan moderat turut memperburuk situasi.

Oposisi Mulai Merapatkan Barisan

Kekecewaan terhadap kepemimpinan Netanyahu mendorong sejumlah tokoh oposisi untuk menyusun langkah politik besar.

Koalisi yang dipimpin oleh Yair Lapid dan mantan Perdana Menteri Naftali Bennett dilaporkan menggelar pertemuan tertutup menjelang perayaan hari raya Yahudi Sukkot pada Senin (6/10/2025).

Meski isi pertemuan tidak dirinci, pertemuan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa blok oposisi tengah memperkuat barisan.

Koalisi ini terdiri dari partai-partai lintas ideologi, mulai dari kanan moderat, tengah, hingga kiri liberal.

Baca juga: 145 Negara Akui Palestina, Terbaru Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal yang Bikin Israel Murka

Meski berbeda pandangan dalam sejumlah isu, mereka sepakat bahwa masa kepemimpinan Netanyahu harus diakhiri demi menyelamatkan kredibilitas politik Israel.

Langkah ini mencerminkan konsolidasi oposisi yang dilandasi oleh kekecewaan mendalam terhadap arah pemerintahan Netanyahu, yang dinilai semakin otoriter dan gagal mengelola krisis nasional.

Penurunan Kepercayaan Publik

Survei terbaru dari Israel Democracy Institute (IDI) dan The Jerusalem Post menunjukkan bahwa hanya sekitar 40 persen warga Israel yang masih menaruh kepercayaan pada Netanyahu.

Angka ini menurun drastis dibandingkan sebelum konflik Gaza, di mana dukungan publik berada di kisaran 55–60 persen.

Sebaliknya, sekitar 52 persen responden menyatakan sudah tidak percaya pada kemampuan Netanyahu dalam memimpin negara di tengah krisis yang semakin memburuk.

Penurunan ini mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi publik terhadap kepemimpinan yang dinilai terlalu berfokus pada kekuasaan pribadi dan minim solusi konkret.

Para pengamat memperkirakan bahwa jika tren penurunan kepercayaan ini terus berlanjut hingga awal 2026, Netanyahu akan menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan posisinya pada pemilu mendatang.

Baca juga: Viral Mo Salah Semprot UEFA, Tak Sebut Penyebab Kematian Pele Palestina karena Serangan Israel

Di tengah perang berkepanjangan, masyarakat mulai mempertanyakan arah kebijakan pemerintah. 

Banyak yang menilai Netanyahu gagal menunjukkan strategi untuk mengakhiri konflik, bahkan dianggap memperpanjang perang demi kepentingan politik.

Tekanan ekonomi turut memperburuk posisi Netanyahu.

Inflasi yang meningkat, lonjakan harga kebutuhan pokok, serta beban fiskal akibat biaya perang membuat masyarakat menilai pemerintah gagal menjaga stabilitas ekonomi.

Di panggung internasional, Israel juga menghadapi tekanan diplomatik.

Sejumlah negara Barat yang sebelumnya menjadi sekutu utama kini mulai bersikap dingin dan secara terbuka mengecam tindakan militer Israel di Gaza. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kekuasaan Netanyahu di Ujung Tanduk, Oposisi Satukan Kekuatan Jegal PM Israel Jelang Pemilu 2026

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved