Program Makan Bergizi Gratis
Viral Cucun Ahmad Sebut MBG Tak Perlu Ahli Gizi, Kronologi hingga Permintaan Maaf Wakil Ketua DPR
Nama Cucun Ahmad Syamsurijal, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB, menjadi sorotan usai pernyataannya terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) viral.
Pernyataan tersebut memantik reaksi keras, karena program MBG adalah program nasional berskala besar yang menyangkut kualitas makanan bagi jutaan anak sekolah.
Para Ahli Gizi Menyebut Pernyataan Cucun Ahmad Keliru dan Berbahaya
Pernyataan Cucun menimbulkan gelombang kritik dari para ahli gizi.
Salah satu respons paling keras datang dari dokter dan Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen, yang menilai pernyataan tersebut menunjukkan ketidakpahaman Cucun terhadap profesi gizi.
Tan berkata, “Sudah jelas ngaco. Artinya dia tidak paham profesi ahli gizi.”
Tan mengibaratkan pernyataan itu seperti menyerahkan tugas pilot kepada petugas darat yang hanya diberi pelatihan tiga bulan.
“Ibarat pilot diganti dengan petugas darat yang dilatih selama tiga bulan, tahu-tahu menerbangkan pesawat.”
Ia menjelaskan bahwa jabatan fungsional seperti ahli gizi tidak bisa diganti oleh tenaga non-profesional, sama halnya seorang Kepala Puskesmas yang tidak otomatis bisa menangani pasien jika bukan dokter.
“Pernah mikir enggak? Kepala puskesmas dan Menteri Kesehatan bisa saja bukan dokter tetapi mereka tidak berhak menangani pasien di poli.”
Tan menegaskan bahwa ahli gizi memegang peran vital dalam memastikan standar gizi terpenuhi dalam program MBG, terutama karena program ini menyangkut masa depan kesehatan generasi muda.
“Yang arogan itu orang bicara tanpa paham duduk perkara.”
Seruan kritik juga datang dari dokter spesialis gizi Raissa E. Djuanda, yang memperingatkan bahwa program MBG akan terancam kualitasnya jika dikelola oleh tenaga yang tidak memiliki kompetensi gizi.
“Sebagai dokter yang bergerak di bidang gizi, saya melihat bahwa program MBG adalah program yang sangat baik.”
Namun, ia menilai pernyataan bahwa ahli gizi dapat digantikan oleh tenaga non-profesional sangat menyesatkan.
Raissa menegaskan bahwa pengelolaan gizi bukan sekadar membagikan makanan, tetapi sebuah proses ilmiah yang melibatkan analisis menu, kebutuhan energi, mikronutrien, evaluasi status gizi, hingga penanganan kondisi khusus.
“Ini adalah kompetensi yang hanya dimiliki oleh tenaga gizi sesuai pendidikan dan regulasi.”
Menurut Raissa, pernyataan pejabat yang tidak memahami urgensi profesi gizi dapat menyebabkan gagalnya standar program MBG.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251118_CUCUN-AHMAD.jpg)