Breaking News

Salam Tribun

Karena 'Nila Setitik' Rusak Program MBG

Jangan sampai 'nila setitik' pada program MBG merusak tujuan mulia meningkatkan gizi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa

Penulis: Sumarsono | Editor: Doan Pardede
DOK PRIBADI
PEMRED TRIBUN KALTIM - Sumarsono, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. Ancaman "nila setitik" pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah kasus keracunan yang mengusik tujuan mulia, yakni meningkatkan gizi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa.(Dok Pribadi) 

Secara ekonomi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat bawah.

Bayangkan saja berapa tenaga kerja yang harus dipersiapkan.

Belum lagi kebutuhan bahan, mulai beras, sayuran, daging, telur, ayam hingga buah untuk memenuhi ribuan porsi makanan buat pelajar tiap hari.

Sejak diluncurkan program MBG, laporan adanya puluhan, bahkan ratusan siswa yang mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, dan diare setelah mengonsumsi menu MBG terus bermunculan. 

Catatan Tribun Kaltim, kasus dugaan keracunan usai mengonsumsi MBG terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi hingga Kalimantan, termasuk Kalimantan Timur.

Baca juga: 5 Fakta Menu MBG Basi di Bontang, Kejadian sudah Dua Kali, Dapur SPPG Dievaluasi

Kasus ini seolah menjadi "epidemi" yang tak terhindarkan, dan viral hingga memicu penolakan oleh sejumlah kalangan.

Kasus-kasus ini bukan sekadar insiden medis biasa, mereka adalah bencana kepercayaan.

Inilah nila setitik yang bisa merusak susu sebelanga, tujuan mulia MBG.

Orang tua yang awalnya menyambut baik program ini dengan harapan gizi anak terjamin, kini diliputi keraguan dan kekhawatiran setiap kali sang anak menyantap makanan dari sekolah.

Kondisi ini membuat program yang seharusnya menjadi solusi gizi, justru berubah menjadi sumber potensi ancaman kesehatan.

Setuju jika harus dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pelaksanaan MBG, bukan menghentikan program tersebut.

Cari penyebab mengapa bisa terjadi keracunan.

Faktanya banyak juga program MBG yang telah berjalan dengan baik.

Kalau menurut pakar teknologi pangan dan akademisi, bahwa akar masalah keracunan terletak pada dua faktor, yakni lemahnya regulasi dan pengawasan, serta skala target yang terlalu besar dalam waktu singkat.

Maka dua hal inilah yang perlu diselesaikan.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved