Eks Anggota DPRD Bontang Dituntut 3 Tahun 6 Bulan
Terdakwa Hamzah MD, eks anggota DPRD Bontang dituntut 3 tahun dan 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum
Politisi PDI Perjuangan itu dituntut bersalah oleh JPU dalam kasus dugaan korupsi berjamaah di DPRD Bontang periode 1999-2004. Tuntutan dibacakan Tim JPU Andhi Subangun di hadapan majelis hakim yang diketuai Casmaya didampingi Poster Sitorus dan Rajali (anggota).
Selain dituntut hukuman 42 bulan penjara, terdakwa juga dituntut denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 245 juta.
"Menyatakan terdakwa Hamzah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakpidana korupsi sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan subsider pasal 3. Menuntut terdakwa dengan hukuman 3 tahun dan enam bulan penjara," kata Tim JPU Andhi Subangun saat membacakan surat tuntutannya, Senin (30/7/2012).
Tuntutan tersebut sama seperti tuntutan yang dikenakan JPU kepada terdakwa Tajuddin Pawanari (eks anggota DPRD Bontang).
Menurut Andhi Subangun, terdakwa selaku anggota DPRD Bontang terbukti menyalahgunakan kewenangan dan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran untuk sewa rumah, barang inventaris kantor, perjalanan dinas, peningkatan SDM dan premi Asuransi yang terjadi pada kurun waktu 2001 hingga 2004.
Lebih lanjut Andhi mengatakan, penggunaan anggaran yang dialokasikan di APBD Bontang sekitar Rp 10 miliar lebih dari beberapa item (paket) tersebut tidak dapat dipertanggungjkawabkan secara jelas oleh para anggota dewan termasuk terdakwa, sehingga merugikan keuangan negara Rp 6,6 miliar.
Atas tuntutan tersebut, terdakwa melalui penasihat hukumnya Andi Sakariansyah SH menyatakan akan mengajukan pembelaan.
Ketua Majelis Hakim Casmaya lalu menutup sidang dan menunda persidangan selama satu minggu kedepan, dengan agenda pembacaan pledoi dari terdakwa.
Perbuatan yang diduga dilakukan terdakwa bersama anggota dewan lainnya, menurut Jaksa Andhi Subangun, adalah penyalahgunaan anggaran. Seperti perjalanan dinas, itu terjadi tumpang tindih anggaran sehingga tidak dapat dipertanggunjawabkan. Kemudian anggaran peningkatan sumber daya manusia (SDM), terdakwa menerima uang untuk kuliah tapi tidak digunakan sebagaimana mestinya.
"Anggaran peningkatan SDM itu malah digunakan untuk kepentingan lain oleh terdakwa," jelas Andhi. (*)