Nenek Ini Tinggal Seorang Diri di Rumah yang Nyaris Roboh
Genangan air rawa itu yang digunakan Sumirah untuk mandi, mencuci dan keperluan lainnya, kecuali untuk minum.
Pemkab Berau boleh saja mengklaim angka kemiskinan di bawah lima persen. Namun angka statistik itu tak bisa menggambarkan bagaimana warga miskin bertahan hidup. Meski tinggal di pusat kota, kondisi kehidupan mereka sangat memprihatinkan. Seperti yang dialami oleh nenek Sumirah.
TRIBUNKALTIM.CO - Tak jauh dari kantor Dinas Kependudukan Catatan Sipil, tepatnya di Gang Anunta, Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, terdapat sebuah rumah yang dihuni oleh nenek Sumirah seorang diri.
Sebenarnya tak layak jika bangunan itu disebut rumah, meski berdinding kayu, namun sebagian besar rumah itu berlubang. Mulai dari atap, dinding hingga lantai rumah, bahkan bagian belakang rumah kini sudah roboh dan lantainya ambruk.
Rumah yang bagian luaranya bercat warna merah jambu itu memiliki banyak jendela, namun hanya dua yang memiliki daun jendela. Sisanya ditutupi dengan karung bekas kemasan beras dan kain sarung yang sudah usang.
Tak ada sanitasi, sebuah lubang di bagian lantai dimanfaatkan oleh nenek yang usianya kira-kira 70 atau 80 tahun itu untuk mengambil air. Kebetulan rumah itu berdiri di atas rawa, banyak air di bawahnya sehingga ikan mujair kerap terlihat melintas di bawahnya.
Genangan air rawa itu yang digunakan Sumirah untuk mandi, mencuci dan keperluan lainnya, kecuali untuk minum. Di atas sebuah meja reyot, ada galon air berisi air minum. Di ruangan yang sama terdapat sebuah kasur spring bed. Tak mewah, karena spring bed itu sebenarnya tak layak, bahkan sekadar untuk duduk.
Di atas spring bed itu ada kardus berisi puluhan kotak kaset video game Nintendo, tapi hanya kotak kaset kosong. Jangankan video game, rumah itu tak ada aliran listrik, bahkan tak ada barang mewah di dalamnya. Namun rumah sederhana ini menurut penuturan warga, kerap digunakan anak-anak sekitar untuk mengaji.
Di rumah itu terdapat sebuah koper berwarna hitam, koper inilah yang menjadi barang berharga bagi Sumirah. Sambil menyeret tubuhnya yang renta, Sumirah mengambil dan membuka koper itu, mengeluarkan sebuah plastik kresek yang berisi foto anak-anaknya.
Meski Sumirah tak pernah diam dan terus mengajak bercerita, tapi saya tak mengerti apa yang diucapkannya, karena Sumirah tak bisa berbahasa Indonesia, hanya menggunakan bahasa Suku Bugis. Namun salah seorang dermawan yang yang kebetulan ada di rumah itu sedikit memahami ucapannya.
“Itu foto anak-anaknya,” kata salah seorang dermawan bernama Erva. Salah seorang tetangga nenek Sumirah yang enggan disebutkan namanya mengatakan, Sumirah memiliki seorang anak perempuan.
“Tapi namanya orangtua, sering berselisih sama menantunya yang laki-laki. Daripada diganggu terus, dia pilih tinggal di situ,” kata tetangga itu sambil menunjuk rumah Sumirah.
Urusan makan, beberapa tetangga yang menaruh iba tak jarang mengiriminya makanan. “Kadang anak perempuannya yang mengantar. Tapi anaknya kerja di warung nasi padang dari pagi sampai sore, jadi kalau siang tidak ada yang mengurus,” imbuhnya.
Sementara itu, Erva yang juga berprofesi sebagai dokter mengatakan, mestinya nenek Sumirah dirawat di panti jompo. “Tapi di Berau kan belum ada panti jompo, sementara ini kita akan perbaiki rumahnya supaya lebih layak,” kata anggota Komunitas Terapi Sedekah ini.
Bagi anda yang ingin meringankan beban nenek Sumirah, bisa menyalurkan donasi melalui nomor rekening Bank Mandiri Cabang Tanjung Redeb: 148-00-0723599-0 atas nama dr Erva Anggriana dengan nomor telepon 08225528252.
“Konfirmasi saja nominalnya jadi lebih mudah untuk mendata,” kata Erva yang juga menjabat sebagai Humas RSUD Abdul Rivai ini. (GEAFRY NECOLSEN / TRIBUN KALTIM)