Kasihan, Status Warga Perbatasan Ini Tidak Diakui Indonesia dan Malaysia

Sedikitnya sudah 7 kali batas tersebut dirundingkan oleh juru runding kedua negara di bawah Kementerian Luar Negeri.

zoom-inlihat foto Kasihan, Status Warga Perbatasan Ini Tidak Diakui Indonesia dan Malaysia
TRIBUN KALTIM / NIKO RURU
Salah satu patok perbatasan yang hilang dan akhirnya ditemukan kembali di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan.

Laporan wartawan Tribun Kaltim, M Arfan

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Optimisme tinggi pemekaran enam kabupaten di Nunukan membentuk sebuah kabupaten diusung presidium.

“Tentu kami optimis, karena Kabudaya itu merupakan bagian dari wilayah perbatasan pinggiran Indonesia yang memiliki masalah sengketa batas negara Indonesia dengan Malaysia,” sebut Sekretaris Presidium Kabudaya, Hermanus kepada TRIBUNKALTIM.CO, Senin (12/10/2015).

Permasalahan yang dimaksud Hermanus, yakni masih adanya batas wilayah yang bersengketa kedua negara (outstanding border problem/OBP).

Wilayah tersebut ada di Kecamatan Lumbis Ogong tepatnya di dua segmen OBP yakni Desa Sungai Simatimpal dan Sungai Sinapad anak Sungai Pensiangan dan Sungai Sedalih.

Sedikitnya sudah 7 kali batas tersebut dirundingkan oleh juru runding kedua negara di bawah Kementerian Luar Negeri. Kendati demikian, kata Hermanus, persoalan tersebut belum menemui ujung pangkal.

Sehingga, secara yuridis, masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah tersebut tidak bisa diakui sebagai warga negara Indonesia, begitu juga warga negara Malaysia.

“Faktanya memang seperti itu. Tetapi sampai hari ini, warga Lumbis Ogong masih mengakui kuat dia adalah warga negara Indonesia. Karena di situ ada desa-desa yang terbentuk setelah pemerintah belanda berakhir. Itulah tujuannya dibentuk desa banyak di sana, karena itu adalah patok hidup sebagai strategi Indonesia agar wilayah tersebut tidak lepas,” tutur Hermanus.

“Setelah dimekarkan nanti, status penduduk kami harapkan bisa jelas dan memperkuat kedaulatan secara sosiologis. Jadi itu harus dipertimbangkan pusat, karena kalau tidak, masyarakat kita di sana itu goyang,” tuturnya.

Kemudian secara pelayanan dasar, dalam kondisi 16 tahun berdirinya kabupaten Nunukan, belum mampu memberi kemajuan signifikan bagi pembangunan perbatasan.

“Memang penyusunan Nunukan itu sudah salah kalau berbicara efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Karena ibukotanya berada di pulau, sehingga menjadi persoalan rentang kendali. Jika di daratan Kalimantan, maka akselerasi infrastruktur jalan dan pelayanan publik itu akan terbentuk. Maka akan timbul rasa secara sosiologis masyarakat perbatasan bahwa ia memiliki pemerintahan yang dekat, maksimal dan efektif,” tandasnya. (*)

***

UPDATE berita eksklusif, terkini, unik dan menarik dari Kalimantan. Like fb TribunKaltim.co Follow  @tribunkaltim  Tonton Video Youtube TribunKaltim

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved