Breaking News

Keluarga

Ancaman Penyimpangan Seksual pada Anak Bentengi dengan Ketahanan Keluarga

Maraknya kasus pornografi dan kejahatan seksual di kalangan anak-anak membuat banyak orangtua cemas dan khawatir. Kemajuan pesat teknologi informasi

Penulis: Rita Noor Shobah | Editor: Rita Noor Shobah
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 

TRIBUNKALTIM.CO - Maraknya kasus pornografi dan kejahatan seksual di kalangan anak-anak membuat banyak orangtua cemas dan khawatir. Kemajuan pesat teknologi informasi turut membuat bahaya pornografi juga mengintai anak-anak masa kini. Bahaya penyimpangan seksual menjadi ancaman terbesar bagi anak-anak zaman sekarang.

MENURUT Ida Prahastuty, Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan yang juga bagian dari P2TP2A solusinya adalah solidnya ketahanan keluarga. Ia memaparkan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh orang dewasa, atau propaganda penyimpangan seksual yang menyasar pada anak-anak di bawah umur bermuara pada rendahnya mental dan spritual.
"Agama manapun mengatakan bahwa fitrah kemanusian melindungi keturunananya sebagai bagian yang sangat penting. Dalam pranata sosial juga menjamin fitrah kemanusiaan itu. Kecenderungan sekarang penyimpangan seks yang terjadi menurut saya adalah sebuah kejahatan yang menciderai sisi kemanusiaan," papar Ida.

BACA JUGA: Saat Menyusui, Bunda Jangan Main Ponsel atau Nonton TV

Lantas mengapa ada orang yang mampu melanggar fitrah kemanusian dengan menjadi predator seks bagi anak-anaknya. Ada bapak yang memperkosa anaknya, ibu yang menjual anaknya. Menurut Ida, sumbernya adalah kebodohan, kemiskinan, dan rendahnya mental dan spritual.

Solusinya adalah dengan kesolidan ketahanan sebuah keluarga. "Keluarga harusnya menjadi tempat yang tepat untuk mencegah terjadinya hal-hal rusak tersebut. Keluarga yang kuat akan memberi filter yang baik bagi anggota keluarga tersebut. Peran ayah dan ibu berjalan harmonis dan saling mengisi. Mengisi ilmu agama, mental, sikap pada anak-anak," tutur Ida. Menurutnya, manusia yang bermartabat itu dimulai dari keluarganya.

Ia menilai, seberapapun besarnya godaan di luar seperti akses informasi yang tanpa batas, pergaulan yang bebas, tidak akan mampu membuat sang anak terpengaruh bila ia sudah memiliki imunitas dari keluarganya, dari orangtuanya. "Jalinlah komunikasi yang bagus dengan anak. Jangan sampai anak justru malu, sungkan, atau bahkan enggan berbicara pada orangtuanya. Dengan membiasakan ngobrol, komunikasi. mendidik anak akan lebih mudah," papar Ida. Komunikasi yang baik antara orangtua dan anak membuat anak lebih merasa nyaman, tenang, dan dilindungi oleh orangtuanya. Dibanding anak yang harus memendam masalahnya sendiri.

"Oleh karena itu orangtua tidak boleh cuek atau malas untuk membangun komunikasi dengan anak. Karena kita tidak pernah tahu, apa saja yang sudah dialami anak di luar rumah. Jadi selain memberinya dasar agama, mental, sikap yang baik, jangan lupa juga bangun komunikasi yang apik," tandas Ida. Selain itu, orangtua juga wajib 'rewel' orangtua wajib tahu, ketika anaknya keluar rumah untuk kepentingan apa, sama siapa, kemana, sampai jam berapa. "Jangan cuek dan membiarkan, apalagi bila anak sampai pulang larut malam. Aturan ini harus berlaku untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Karena ancaman penyimpangan dan kekerasan seksual tidak hanya terhadap anak perempuan, tetapi juga pada anak laki-laki," kata Ida yang juga penggiat organisasi kanker di Balikpapan ini.

Anak akan mudah menduplikasi yang orangtua lakukan. Bila orangtua selalu mencontohkan hal baik, tak melulu teriak-teriak saat menasehati, anak pun akan memiliki sikap yang baik. "Anak itu bagaimana orangtua mendesainnya. Jadi, di zaman yang sudah tua ini, menurut saya tak perlu lah muluk-muluk mendesain anak untuk menjadi populer, cukup menjadi anak yang punya spritual, mental, dan sikap yang baik, itu adalah sesuatu yang luar biasa," tandasnya.

BACA JUGA: Ryan Reynolds Dinobatkan Jadi Ayah Paling Seksi di Dunia

Ketahanan keluarga juga harus didukung dengan kepedulian dan kepekaan terhadap sesaama. Ida memaparkan, banyak contoh kejadian kekerasan seksual dalam keluarga yang dilakukan oleh keluarga tidak mampu dan kurang berpendidikan.

"Di sini lah peran kita sebagai anggota masyarakat harusnya berfungsi. Misalnya, ada tetangga kita yang tak bisa sekolah, tak bisa makan, jangan kita duduk berpangku tangan. Memang pemerintah lah yang punya tanggungjawab untuk mengentaskan kemiskinan dan kebodohan. Tapi kita sebagai manusia, sebagai bagian dari anggota masyarakat pun harus peka dan peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Bisa saja, dengan bantuan tetangga sekitar, kemiskinan dan kebodohan yang menyelimuti tetangga kita, bisa sama-sama diberantas. Sehingga kekerasan seksual terhadap anak-anak tak perlu terjadi," harap Ida.

BACA JUGA: Bagaimana Orangtua Hadapi Remaja yang Sedang Puber?

Ia juga berharap alim ulama, aparat pemerintah lebih sering turun ke lapangan. "Misalnya, alim ulama saat shalat Jumat atau ada pengajian dengan warga juga bawakan konten-konten tentang bahaya penyimpangan seksual seperti ini. Agar masyarakat di kelas terbawah juga bisa mengakses informasi yang tidak bisa mereka dapatkan sendiri," kata Ida.

Pada intinya, Ida berharap masalah kekerasan seksual bila diibaratkan DBD, ia sudah memasuki masa Kejadian Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu, semua elemen harus bahu membahu memperbaiki masalah moral, mental, dan spiritual ini. "Pembangunan itu tak melulu soal infrastruktur, membangun mental juga penting. Seperti slogan Balikpapan, ayo berubah!" pungkasnya. (*)

Netizen yang baik hati, kunjungi juga twitter kami @tribunkaltim serta Tonton Video YoutubeTribunKaltim

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved