Berita Eksklusif
Tak Pernah Menuntut Kesejahteraan, Guru Ini Merangkap Jadi Kepala Sekolah di Pedalaman
Di desa tersebut ada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 07 Punan Setarap dikelola oleh seorang guru yang juga merangkap kepala sekolah.
TRIBUNKALTIM.CO, MALINAU - Pagi yang dingin di pertengahan Februari 2016, Tribunkaltim.co bersama beberapa rekan melakukan perjalanan ke sebuah desa di Kecamatan Malinau Selatan Hilir, tepatnya Desa Punan Setarap.
Di desa tersebut ada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 07 Punan Setarap dikelola oleh seorang guru yang juga merangkap kepala sekolah.
Informasi yang dihimpun Tribunkaltim.co, selain di Punan Setarap masih ada delapan SD di empat kecamatan yang juga kekurangan guru.
Akses jalan menuju desa berlubang karena sebagian masih jalan masih tanah. Banyak sekali kubangan yang harus dihindari agar tidak terjerembab.
Untungnya kami menggunakan kendaraan roda empat sehingga perjalanan bisa lebih cepat. Sekitar dua jam, kami menempuh perjalanan sepanjang kurang lebih 100 kilometer. Mujur saat itu cuaca cukup bersahabat. Jika menggunakan roda dua mungkin lebih dari tiga jam bisa mencapai Desa Punan Setarap. Perjalanan yang cukup melelahkan.
Setibanya di SD Punan Setarap sekitar pukul 08.10 Wita. Murid-murid terlihat membersihkan ruangan kelas dan halaman. Ada yang mengepel lantai kayu sekolah itu, ada yang cukup menyapu.
Baca: Sembilan SD di Pedalaman Malinau Belum Punya Tenaga Pengajar
Usai kegiatan bersih-bersih, murid dari seluruh kelas berkumpul dalam satu ruang kelas untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ada murid yang bisa menyanyikan lagu itu dengan baik, namun banyak di antara mereka yang hanya komat-kamit tanpa mengeluarkan suara yang jelas.
Usai menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, seorang murid memberi aba-aba agar teman-temannya memberikan salam pagi dengan semangat.
"Selamat pagi, semangat pagi," kepada gurunya. Setelah itu mereka kembali ke kelasnya masing-masing.
Ferson, sang guru mengatakan, aktivitas di sekolah yang dipimpinnya berlangsung sebagaimana biasa. Sekolah ini menurut Ferson merupakan sekolah filial dari SD induk di Desa Punan sebagai ibukota Kecamatan Malinau Selatan.
"Saat masih filial, murid yang belajar di Punan Setarap hanya kelas 1, 2, dan 3. Memasuki kelas 4 -6 murid-murid harus belajar di sekolah induk," ujar Ferson.
Ferson mengatakan, saat belum ada sekolah filial, semua murid belajar di sekolah induk. Kemudian setelah ada sekolah filial, para murid disebar ke sekolah-sekolah filial. Demikian juga guru-guru terpaksa disebar untuk mengajar di sekolah filial itu. Sehingga terjadi kekurangan guru, baik di sekolah induk maupun di sekolah filial.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Malinau memiliki kebijakan yang baik untuk mendirikan sekolah filial di kampung-kampung menyiasati jarak yang cukup jauh dari sekolah induk ke kampung-kampung. Namun di sisi lain guru-guru di SD induk juga harus disebar ke sekolah filial, sehingga terjadi kekosongan atau kekurangan guru di SD induk juga filialnya.
Meski kekurangan guru, para guru di sana mengabdi dengan tulus dan ikhlas. Mereka tidak banyak menuntut. Ferson mengatakan tidak pernah menyoal kesejahteraan guru. Meski tak ada rumah dinas yang disediakan bukan masalah. Ferson menyadari konsekuensi yang diterima setelah menerima pekerjaan sebagai guru di salah satu sekolah di daerah pedalaman.